Sebuah masa lalu terkadang tidak ingin berhenti mengejar, membuat kehidupan seseorang berhenti sejenak dan tenggelam dalam sebuah luka.
Lituhayu terjebak dalam masa lalu itu. Masa lalu yang dibawa oleh Dewangga Aryasatya, hingga membuat gadis itu tenggelam dalam sebuah luka yang cukup dalam.
Waktu terus bergulir, tapi masa lalu itu tidak pernah hilang, bayangnya terus saja mengiringi setiap langkah hidupnya.
Tapi, hanya waktu juga bisa menyadarkan seseorang jika semua sudah berakhir dan harus ada bagian baru yang harus di tulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak ada jalan keluar
"Papa Zayn pasti sangat senang mendengar berita jika kamu akan menikah." Kalimat Ambar membuat Kalandra terperanjat kaget. Dia yakin ini semua ulahnya Kendra.
Bisa terlihat binar rasa bahagia yang membuncah pada diri Ambar. Putranya yang sudah berumur 35 tahun sudah berniat menikah.
Selama ini yang membuat Ambar cemas putranya tidak ingin menikah. Meskipun masih tampan dan segar di usia 35 tahun. Tapi tetap saja Ambar merasa cemas, karena waktu akan begitu cepat berlalu, Kalandra akan menjadi perjaka kasep. Dan ternyata sekarang putranya sudah menemukan wanita yang tepat.
Kalandra tak bisa mengendalikan keadaan. Kedua tangannya mengepal dengan lirikkan tajam ke arah Kendra.
"Maaf, saya harus membicarakan sedikit pekerjaan dengan Ken." pamit Kalandra dengan menarik lengan Kendra keluar dari ruangan Airin.
"Apa yang kamu katakan pada Mama? Kenapa harus melibatkan Mama?"
"Bodoh!" umpat Kalandra saat mereka berdiri menjauh dari ruangan Airin.
Rasanya Kalandra ingin sekali mencekik leher adiknya. Sebelumnya, dia merasa keadaan sudah berjalan baik. Dia tidak perlu menikahi gadis itu, tapi sekarang Kendra malah memperumit keadaan.
"Itu jalan satu-satunya agar Bang Kai bisa menikah dengan gadis itu secepatnya?" sambut Kendra dengan santai. Dia hanya menjalankan misi dengan baik, menurutnya Mama Ambar akan membuka jalan pernikahan itu dengan mudah.
"Shiiitt...." umpat Kalandra kenapa juga tidak langsung memberi tahu jika Alana sudah bersedia menjual tanahnya.
"Tadi gadis itu sudah menawarkan tanahnya untuk pengobatan ibunya. Jadi rencana pernikahan kita batalkan." jelas Kalandra dengan menatap tajam adiknya.
" Kenapa juga Abang baru mengatakan ini? Aku juga tidak tahu."
"Sekarang, siapa yang harus bertanggung jawab?" tanya Kendra seolah mengejek Abangnya. Kendra sudah mengenal Kalandra sebagai seorang yang selalu tegas dan bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia katakan.
Lagi pula, Alana bukan gadis yang buruk, wajahnya manis di atas rata-rata gadis Indonesia, sedikit dipoles saja, tampilannya akan sangat memukau dan sangat serasi dengan abangnya.
Tidak hanya itu, saat Alana memutuskan menolak sejumlah uang yang pernah ditawarkan abangnya, bagi Ken itu sudah cukup membuatnya mengenal Alana yang gampang tergiur dengan materi.
"Sekarang Abang yang menjelaskan pada Mama, Tante Airin dan Alana." Kendra seperti menjebak Kalandra dalam situasi yang sulit. Tapi kenyataannya, keadaan yang tidak berjalan seperti rencananya.
"Tapi, aku juga tidak tanggung jawab jika kondisi Tante Airin drop dan Mama pasti akan kecewa berat." Kendra terus memprovokasi Kalandra, pemuda itu pun langsung meninggalkan Kalandra dalam keadaan gamang.
Sementara, di dalam ruangan senyum Airin tidak pernah surut. Ada rasa lega, jika ternyata seorang pemuda menyukai putrinya dan berniat untuk serius, seperti yang dikatakan Kendra pada Airin tempo waktu.
Airin dan Kendra lumayan dekat bukan karena berbasa-basi untuk melancarkan rencana mereka. Tapi ternyata menurut Kendra Alana dan mamanya adalah orang yang baik dan penuh kasih sayang.
" Sayang, Mama Ambar tidak pernah menyangka jika Kai punya pacar secantik dan sebaik kamu. Ini sangat surprise sekali." Ambar menggenggam tangan Alana yang masih tersenyum kaku. Tentu saja Alana masih shock dan bingung dengan kejadian sore ini.
Airin yakin untuk menikahkan Alana dengan Kalandra. Airin melihat Kalandra pria yang baik, sopan dan tidak banyak bicara dan tentu saja masa depan Alana lebih terjamin. Bagi Airin tidak ada yang salah, jika seorang ibu menginginkan yang terbaik untuk putrinya meskipun akan dikatakan materialis.
Apalagi saat Airin melihat Nyonya Ambar yang sangat baik dan rendah hati. Sorang konglomerat mau datang mengunjunginya dan cara bicara Ambar dan putranya yang sopan, membuat Airin semakin yakin Alana akan berada pada keluarga yang tepat.
" Jeng aku ingin mereka secepatnya menikah! Kalau bisa jangan menunda-nunda lagi, usia Kai lebih dari cukup untuk menikah." ucap Ambar dengan menoleh ke arah Airin. Sementara, genggaman tangannya masih mengungkung tangan Alana.
"Saya sih terserah dari pihak laki-laki. Tapi, beginilah keadaan Alana dan keluarganya, Jeng!" jawab Airin. Dia tidak bisa menjanjikan banyak hal, Karen perbedaan status sosial mereka yang terlihat jelas sekali.
"Jangan pikirkan itu. Saya hanya ingin mereka bahagia saja. Nanti saya bersama Alana yang akan mengatur semuanya." Ambar begitu bersemangat, bayangannya sudah ada pada acara ngunduh mantu.
Pintu terbuka, Kendra masuk dan disusul Kalandra. Kalandra sendiri merasa bingung harus bersikap bagaimana lagi, yang pastinya dia akan membicarakan masalah ini pada Alana.
" Kai, malam ini kamu temani Alana di rumah sakit. Kasian jika dirinya sendirian." titah Mama Ambar membuat Kalandra menghela nafas.
" Besok pagi-pagi sekali jadwal operasinya, kan, Al?" lanjut Ambar dengan menatap Alana.
" Iya, Ma." jawab Alana. Suaranya terdengar tercekat. Kali ini gadis itu tidak bisa mengambil sikap.
" Baiklah,Mama akan pulang dulu, memberi tahu kabar gembira ini pada Papa." pamit Ambar dengan kemudian memeluk calon menantunya itu. Pertama kali melihat sosok Alana dia Ambar merasa sangat cocok.
" Baiklah ,Bang. Nanti malam akan aku bawakan ganti. Tolong jaga calon kakak ipar baik-baik." ucap Ken seolah mengejek abangnya yang tidak bisa menutupi raut wajahnya bingung.
Kalandra hanya melirik sinis Kendra, dia rasanya seperti dikerjai adiknya itu. Tapi ini tentang pernikahan bukan hal yang sepele atau main-main.
Sejak kepulangan Ambar dan Ken, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Kalandra. Seperti apa yang dikatakan oleh mamanya pada Airin ,jika Kalandra memang agak cuek dan irit bicara tapi sebenarnya hatinya baik. Itulah kata-kata yang dikatakan seorang Mama pada calon mertuanya.
" Bisakah kita bicara?" tanya Kalandra saat ibu mertuanya tertidur karena pengaruh obat.
" Baiklah." jawab Alana.
Keduanya keluar dari ruangan itu dan duduk di taman yang ada di ruangan Airin.
" Sekarang bagaimana?" tanya Kalandra saat mereka duduk berdua.
" Ntah lah...aku tidak bisa berbuat apapun." jawab Alana seperti orang yang sudah patah hati.
" Kamu sendiri kenapa nggak menolaknya?" lanjut Alana merasa heran dengan sikap Kalandra.
" Aku tidak bisa menolak Mama. Lihatlah mamaku sudah sangat berharap dengan hubungan kita." sambut Kalandra . Padahal selain itu ada alasan lain yang tidak bisa membuatnya berkutik, pria itu terjebak dalam permainannya sendiri.
" Trus apa yang harus kita lakukan?" tanya Alana.
" Kita jalani saja." Jawaban Kalandra membuat Alana seketika menoleh. Dia menatap horor sosok pria disebelahnya. Awalnya dia berharap Kalandra bisa mengambil keputusan dengan menolak kesalahan pahaman ini, tapi ternyata hanya sebatas harapan kosong.
" Nggak bisa... Aku nggak mau menikah denganmu!" tolak Alana membuat jiwa dominan seorang Kalandra merasa terhina dengan penolakan gadis itu.