Gadis Kesayangan Tuan Ximen

Damien mengambil rokoknya dari asbak, lalu tanpa ragu menekannya ke dada wanita itu.

“Aaahh!” jerit wanita itu kesakitan. Ia langsung bangkit, mengerang sambil menutup dadanya yang memerah terbakar.

Steven dan Calvin spontan menoleh ke arah bos mereka. Mereka sudah terbiasa melihat sisi dingin Damien, tetapi tetap saja, tindakan itu membuat suasana di ruangan semakin menegang.

“Kalian keluar!” bentak Calvin pada para wanita malam itu, suaranya terdengar tajam.

Damien menatap tajam wanita yang baru saja disentuh rokoknya. Sorot matanya penuh amarah sekaligus jijik.

“Coba saja kalau kau berani menyentuhku lagi. Walaupun aku pria, wanita seperti kalian tidak layak untuk kusentuh.”

“Pergi!” titah Steven, mendorong salah satu wanita ke arah pintu. Tanpa berani menoleh lagi, semua wanita itu segera keluar, menutup pintu dengan cepat di belakang mereka.

Keheningan seketika memenuhi ruangan. Hanya dentuman musik karaoke dari luar yang masih terdengar sayup.

Damien kembali menjatuhkan diri di sofa, menyandarkan punggungnya. Ia meneguk minumannya sekali teguk, keras dan pahit, seolah ingin membakar semua amarah yang mendidih di dadanya. Dadanya naik turun, napasnya berat, matanya kosong menatap gelas di tangannya.

Calvin merogoh sakunya, menyalakan sebatang rokok dan menyodorkannya pada Damien. Pria itu menerimanya tanpa banyak bicara, menarik napas dalam, menghembuskan asapnya perlahan. Hanya asap rokok yang menutupi kesedihan yang nyaris tak pernah ia tunjukkan di depan siapa pun.

“Tuan, apakah Anda baik-baik saja?” tanya Calvin pelan, suaranya hati-hati.

Steven menatap bosnya, lalu memberanikan diri angkat suara. “Atau… apakah saya perlu memanggil Nona Barbie Lu?”

Mendengar nama itu, bahu Damien sedikit menegang. Pandangannya kosong, menatap asap rokok yang menari di udara.

“Dia… dia menyalahkanku karena aku mengatur hidupnya… dia menganggapku hanya terobsesi padanya. Apakah aku salah karena cemburu melihatnya bersama mantannya? Apakah aku salah kalau aku ingin dia sepenuhnya menjadi milikku?” Suara Damien terdengar serak. Ia mendongak, menatap langit-langit ruangan dengan mata memerah. “Aku merindukannya saat tidak melihatnya… aku bahagia saat aku menemukannya kembali. Aku ingin menikahinya… aku hanya ingin hidup bahagia dengannya. Tapi… apakah dia tidak merasakan hal yang sama?”

Calvin menarik napas panjang, mencoba menenangkan bosnya yang jarang sekali terlihat rapuh. “Tuan… Nona Barbie mungkin masih trauma dengan masa lalunya. Dulu dia pernah mencintai seseorang dengan tulus, bahkan hampir menikah. Tapi dia dikhianati. Luka itu tidak mudah hilang, dia hanya butuh waktu.”

Damien menurunkan kepalanya, menatap puntung rokoknya yang perlahan habis. Matanya sayu, rahangnya mengeras. “Jadi artinya… sampai sekarang dia masih belum bisa melupakan pria brengsek itu? Makanya dia menolakku, tidak percaya padaku. Dia tidak percaya kalau aku sungguh mencintainya?” Suaranya meninggi, lalu merendah lagi, penuh kecewa. “Aku ini Ximen… aku bisa memiliki siapa pun, tapi kenapa baru kali ini aku merasa tidak berdaya? Gadis itu benar-benar membuatku gila…”

Steven, yang sedari tadi hanya diam, akhirnya membuka suara. “Tuan, seorang gadis yang setia tidak akan mudah jatuh ke pelukan pria lain. Tapi, kalau hatinya pernah dikhianati, dia akan hancur. Luka itu membuatnya takut untuk membuka hati lagi, bukan berarti dia tidak mencintai Anda. Mungkin dia justru terlalu takut, karena rasa cintanya terlalu besar.”

Damien menarik napas dalam, lalu membuang asap rokoknya dengan kasar. Suara tawanya pahit. “Dia memintaku menunggunya selama empat tahun. Katanya, setelah itu dia baru mau menikah denganku. Empat tahun, Calvin. Empat tahun aku harus menunggu seorang wanita. Apa aku harus menunggu selama itu?”

Ia terdiam, tatapannya kosong menembus dinding ruangan. Jemarinya bergetar menahan gejolak di dadanya. “Aku ini Ximen. Aku belum pernah merasa butuh siapa pun seperti ini. Tapi ternyata, perasaan ini… sangat sulit dikendalikan.”

Calvin menatap Damien dengan sorot mata yang sedikit lembut. Ia tahu betul siapa Damien — pria itu bisa meruntuhkan siapa saja hanya dengan satu kata. Namun kali ini, hatinya ditaklukkan hanya oleh seorang wanita.

“Tuan…” Calvin bicara pelan tapi tegas. “Akhirnya Anda menemukan cinta sejati Anda. Nona Barbie adalah satu-satunya wanita yang mampu menarik perhatian Anda. Kalau Tuan benar-benar mencintainya, maka tunggulah empat tahun itu. Tapi jika Tuan hanya ingin obsesi, Tuan bisa menjauh darinya sekarang juga. Pilihannya ada di tangan Anda.”

Suasana ruangan kembali hening. Hanya asap rokok Damien yang perlahan menipis di antara cermin-cermin ruangan karaoke itu.

“Nona Barbie mungkin belum sepenuhnya merasa aman, Tuan. Anda harus membuatnya merasa aman dan nyaman terlebih dahulu demi mendapatkan kepercayaannya,” ujar Calvin dengan nada lembut namun tegas.

Damien menatap Calvin tajam. “Aku rela memberikannya apa saja. Bukankah itu cukup untuk membuktikan ketulusanku?” Suaranya terdengar frustrasi dan putus asa.

“Nona Barbie bukan wanita yang mengejar kemewahan, Tuan. Uang, perhiasan, atau barang-barang bermerek bukanlah cara untuk mendapatkan kepercayaannya. Yang dia butuhkan adalah tindakan Tuan… seberapa tulus Anda memperlakukannya,” jelas Calvin dengan suara mantap.

Damien terdiam. Rokok di jarinya perlahan habis, menyisakan abu panjang yang jatuh ke lantai. Tatapannya kosong menatap gelas di depannya, seolah mencari jawaban yang tak kunjung ia temukan.

Tempat tinggal Barbie.

Barbie duduk di pinggir ranjangnya, menatap bayangan dirinya di cermin. Matanya tampak sayu.

“Damien Ximen… dia sungguh menakutkan…” gumam Barbie lirih. Suaranya bergetar, menahan rasa takut yang menghantui hatinya.

“Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengannya… kalau setiap sikapnya justru membuatku merasa terancam…” lanjutnya dengan suara pelan, hampir tak terdengar.

Di sisi lain, Damien masih duduk di ruangan karaoke sambil merokok, ia telah menghabiskan beberapa batang rokok sehingga memenuhi asbak.

"Barbie Lu... hari ini kau membuatku hampir gila, ini pertama kali bagiku. Apakah aku bisa menahan diri selama empat tahun tanpa menyentuhmu?" gumam Damien.