Galuh yang difitnah oleh penduduk kampung dan dibuang dihutan larangan, hutan yang menyimpang segudang misteri.
Dapatkah galuh membalaskan dendam dan menemukan dalang dari orang yang menghasut penduduk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaacy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Dirumah mang ujang, ia sedang membuat secangkir kopi.
"Dingin sekali malam ini gak kayak biasanya." Gumam mang ujang.
Air sudah mendidih, mang ujang segera menuang kan air panas itu kedalam gelas.
Saat sedang mengaduk kopi, tiba-tiba terdengar ketukan pintu.
Tok, tok, tok
Ketukan itu seperti di jeda.
"Iya, sebentar." Teriak mang ujang, ia merasa kesal sendiri.
"Siapa sih, menganggu aja." Mang ujang segera berjalan dengan cepat, dan membuka pintu.
Saat pintu dibuka ternyata tidak ada siapa pun diluar, hanya semilir angin dingin yang menerpa wajah mang ujang.
Wushh
Sekelebat bayangan melintas cepat dibelakang mang ujang.
Mang ujang segera menoleh dengan cepat. "Perasaan tadi ada yang melintas dibelakang." Batin mang ujang.
Saat mang ujang sudah menutup pintu, tiba-tiba lampu dirumahnya berkedip-kedip.
Blamm
Lampu tiba-tiba saja mati, angin semakin berhembus kencang, seketika muncul ketakutan didalam dirinya.
"Mati." Bisikan lirih tepat dibelakang mang ujang.
Tubuhnya bergetar ketakutan. "Suara siapa itu?."
Ketakutan mang ujang semakin menjadi, saat tiba-tiba sebuah tangan sedingin es dan berkuku panjang menyentuh pundaknya.
"Arghhh." Teriak mang ujang, ia segera berdiri dan berlari keluar dari rumah, tapi tiba-tiba saja kakinya ditarik dengan kencang untuk masuk kembali kedalam rumah.
Brakk
Badan mang ujang menimpa meja kaca yang ada disana, darah merembes membasahi lantai kayu itu.
"Hihihi, kau akan mati dan menjadi budak dikerajaan nyai kami." Suara kuntilanak itu begitu menggema ditelinga mang ujang.
"Tidak, aku tidak mau." Ucap mang ujang, ia menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Ia berusaha mundur, rasa perih dan sakit ditubuhnya semakin menjadi.
"Jangan, jangan mendekat." Semakin mang ujang mencoba mundur, semakin sosok kuntilanak itu melayang mendekat.
Sementara itu, galuh berlari dengan kencang ia merasakan jika terjadi sesuatu yang tidak beres terhadap pemilik rumah.
"Aaaaaaa." Galuh mendengar teriakan yang menyayat hati dari dalam rumah itu.
Ia berjalan mendekat dan mencoba memegang knop pintu, ternyata terkunci dari dalam.
Di dalam rumah, mang ujang sedang berjuang antara hidup dan mati, ia melihat jika kuntilanak itu mengarahkan kuku panjangnya ke arah pipi mang ujang.
Slashh
Goresan kuku panjang itu membuat luka menganga di pipi mang ujang.
"Aaaarggg." Ia semakin tersiksa, rasa perih di pipinya membuat ia jatuh pingsan.
"Mang ujangg." Pekik galuh, ia segera mendekat kearah mang ujang, sedangkan kuntilanak itu sudah pergi entah kemana.
"Ayo kita pergi dari sini mang." Galuh segera meletakan mang ujang di pundaknya, dan membawa kerumah bu rohaya.
Di perjalanan terasa sangat jauh, padahal rumah bu rohaya sudah terlihat di depan mata.
Hihihihi
Suara tawa kuntilanak itu kini muncul lagi, hal itu menbuat galuh memberhentikan langkah kakinya. Ia melihat sekeliling untuk mencari keberadaan kuntilanak itu, ternyata kuntilanak itu sedang duduk di salah satu dahan pohon.
"Mau kau bawa kemana korban ku?." Suara itu terasa sangat jauh, padahal kuntilanak itu berada diatas pohon di sisi kiri galuh.
"Pergi kau dari sini, ini bukan tempat mu." Balas galuh sembari menatap kuntilanak itu dengan tajam.
"Hihihihi, tugas ku belum selesai untuk membuat warga desa ini tenggelam dalam ketakutan" Ucap kuntilanak itu segera melayang pergi.
Galuh cepat-cepat membawa tubuh mang ujang kerumah bu rohaya.
Tok, tok, tok
Galuh mengetuk pintu saat sudah sampai di depan rumah bu rohaya.
Ceklek
Suara pintu terbuka, bu rohaya terkejut saat galuh membawa seseorang penuh dengan darah.
"Tolong buka lebar pintunya, bu." Ucap galuh, bu rohaya segera membuka lebar pintu itu.
Galuh masuk dan meletakan tubuh mang ujang di karpet yang ada disana, sebelumnya bu rohaya sudah meletakan bantal untuk mang ujang.
"Siapa dia, galuh?" Tanya bu rohaya, ia sama sekali tak mengenali mang ujang.
"Dia mang ujang, ia hampir mati dibunuh kuntilanak merah." Jawab galuh, membuat bu rohaya dan yang lainnya terbelalak kaget.
"Teror itu ternyata kembali lagi, dan sekarang mang ujang hampir jadi korban." Sahut bu rohaya.
Galuh dan renggo membuat obat-obatan herbal sedangkan dimas melepas baju mang ujang, bu rohaya mengambil air hangat serta lap untuk membersihkan luka mang ujang.
Disaat mereka sudah selesai membersihkan badan mang ujang, tiba-tiba saja terdengar langkah kaki diatas atap bu rohaya.
"Siapa yang berjalan diatas atap seperti itu?." Tanya dimas, ia mulai ketakutan.
"Tenang lah, dia gak bakalan bisa masuk kerumah ini." Ucap galuh, yang menenangkan bu rohaya dan dimas.
Baru saja galuh selesai berbicara seperti itu, jendela diketuk dengan keras disegala sisi, angin berhembus semakin kencang.
Tok,tok,tok
Brak,brak,brak
Jendela dan pintu yang terpelanting dengan keras.
Galuh segera berdiri di depan pintu yang terbuka lebar, ia melihat jika pagar gaib yang dibuatnya telah retak dimana-mana. Di sana sosok kuntilanak itu melayang dengan gaun dan rambutnya yang berkibar.
"Berikan orang itu." Ucap kuntilanak itu.
"Tidak akan." Balas galuh dengan lantang.
Sosok kuntilanak itu mengarahkan rambutnya untuk menarik galuh, tetapi galuh berhasil menghindar dan meleset kearah kuntilanak itu sembari membawa tombak berantai di tangannya.
Galuh berhasil menghindar saat kuntilanak itu menjulurkan lidah panjangnya.
Galuh dan kuntilanak itu mulai bertarung, renggo dan lainnya hanya menyaksikan dari dalam, mereka akan menolong jika galuh benar-benar dalam posisi terjepit.
Slass
Brakk
Kuntilanak itu berhasil menarik kaki galuh dan melemparkannya ke pohon, hingga pohon itu tumbang terkena tubuh galuh.
Cahaya merah keluar dari tangan sosok itu, galuh yang melihat lantas menghindar dan....
Duarr
Cahaya merah itu mengenai salah satu pohon hingga menyisakan bekas seperti terbakar.
Sedangkan warga yang mendengar suara ledakan serta angin yang masih berhembus kencang, tak berani untuk meliat keluar rumah, mereka hanya bisa diam dibalik selimut.
Galuh berlari sembari membawa tombak berantainya.
Jlebb
Galuh berhasil menancapkan tombak itu di tubuh sosok kuntilanak itu. Saat galuh akan menancapkan nya sekali lagi, tiba-tiba sekelebet bayangan membawa sosok kuntilanak itu pergi meninggalkan desa alas pati.
"Hmm berarti tadi adalah tuannya, tapi siapa orang itu? Kenapa dia meneror desa ini." Batin galuh, ia segera melangkahkan kakinya memasuki rumah bu rohaya.
"Galuh, kamy tidak apa-apa?." Tanya mbah surya dengan khawatir.
"Galuh tak apa-apa, mbah." Jawab galuh.
Ia segera duduk disamping mbah surya, mang ujang belum ada tanda-tanda akan sadar.
"Aku harus mencari keberadaan ibu secepatnya dan bertanya tentang semua ini, ku rasa ibu tau sesuatu." Batin galuh.
Kondisi lasmi dan mbah karsa pun sudah membaik.
"Bu rohaya, nak dimas, mohon maaf sebelumnya kami semua besok akan kembali ke rumah saya." Ucap mbah surya kepada bu rohaya dan dimas.
"Kenapa cepat sekali pak surya?" Tanya bu rohaya
"Iya pak, kenapa cepat sekali, disini saja dulu." Sambung dimas
"Kondisi karsa sudah membaik." Jawab mbah surya, ia lupa akan mang ujang yang belum sadar.
"Tapi pak surya, bagaimana dengan kondisi mang ujang? Apa tak sebaiknya kalian disini dulu." Bu rohaya mengingatkan mbah surya.
"Astagfirullah, aku baru teringat sama ujang." Ucap mbah surya seraya menepuk keningnya.
"Ya sudah, saya bakalan disini sampai kondisi ujang membaik." Lanjut mbah surya, bu rohaya dan dimas mengangguk dengan senang.
Akhirnya galuh dan yang lainnya memutuskan untuk tidur, karena malam sudah semakin larut.
Di dalam mimpinya, galuh bertemu dengan seorang kakek-kakek yang memakai tongkat, ia menghampiri galuh dengan tatapan teduh.
"Kakek siapa?." Tanya galuh, ia merasa tak pernah melihat kakek ini sebelumnya.
"Aku sena, nak pergilah ke desa kartasura disana kamu akan bertemu dengan ibumu, ku harap kamu tidak memberitahu tentang mimpimu ini kepada siapapun." Setelah mengatakan itu, kakek sena mulai melangkahkan kakinya meninggalkan galuh yang berdiri mematung.