NovelToon NovelToon
THANZI, Bukan Penjahat Biasa

THANZI, Bukan Penjahat Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Kebangkitan pecundang / Budidaya dan Peningkatan / Akademi Sihir / Penyelamat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mr.Xg

pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

siapa kamu

Aula ujian kedua masih dipenuhi bisikan tak percaya. Di antara 2000 peserta yang mendaftar, kini hanya tersisa 400 orang yang akan maju ke ujian terakhir. Ujian tulis dan demonstrasi bakat telah menyaring banyak orang, tetapi kemunculan Thanzi – seorang yang dianggap bodoh, tidak berbakat sihir, tidak piawai bertarung, apalagi berpedang – dengan nilai sempurna di ujian pertama dan demonstrasi kelicikan yang brutal di ujian kedua, telah mengguncang akademi.

Di ruang diskusi para profesor, perdebatan sengit terjadi. Para profesor, yang biasanya tenang dan berwibawa, kini saling beradu argumen.

"Bagaimana mungkin seorang Thanzi, yang kita tahu tidak memiliki bakat sihir maupun keterampilan bertarung, bisa melakukan itu?" Profesor Eldrin, seorang penyihir tua dengan janggut putih panjang, menggebrak meja. "Ini melanggar semua pemahaman kita tentang bakat!"

"Tapi nilainya di ujian tulis sempurna, dan demonstrasinya, walau tidak konvensional, menunjukkan kecerdasan taktis yang luar biasa," sahut Profesor Serena, seorang ahli strategi militer. "Dia memang tidak bertarung secara fisik, tapi dia memanipulasi lawannya sampai tak berdaya. Itu adalah bentuk bakat, Eldrin, hanya saja berbeda."

"Berbeda atau tidak, dia adalah putra Marquess Aerion yang dibuang karena sifatnya yang buruk dan tak berguna!" tukas Profesor Boros, seorang instruktur ksatria bertubuh kekar. "Melihat dia menendang lawan yang sudah kalah... itu menunjukkan sifat yang sangat berbahaya."

Perdebatan terus berlanjut hingga malam. Mereka semua setuju bahwa Thanzi adalah sebuah anomali. Ia memecahkan semua teori mereka tentang siapa yang pantas berada di akademi. Akhirnya, sebuah keputusan dibuat.

"Kita akan memberinya lawan yang cukup kuat untuk menjadi ujian yang sebenarnya di babak terakhir," putus Kepala Profesor, seorang pria bijaksana dengan aura tenang. "Ujian terakhir adalah pertarungan satu lawan satu yang sesungguhnya. Kita akan lihat apakah kecerdasan dan kelicikannya itu cukup untuk bertahan melawan bakat sejati. Jika dia bisa menang, maka dia memang telah membuktikan bahwa seorang tanpa bakat 'tradisional' pun bisa lolos dan memecahkan pemikiran kita bahwa hanya yang berbakat yang bisa masuk akademi ini."

Keputusan itu menjadi perbincangan panas di kalangan staf dan siswa. Thanzi telah menjadi semacam eksperimen, sebuah kasus aneh yang harus mereka buktikan.

Malam yang Mengesankan di Penginapan Akademi

Malam itu, pihak akademi telah menyiapkan penginapan khusus bagi 400 peserta yang lolos ujian. Setiap peserta mendapatkan satu kamar masing-masing, sederhana namun nyaman. Thanzi berjalan menyusuri koridor, mencari kamarnya. Sial baginya, kamarnya terletak di area yang berdekatan dengan kamar-kamar para bangsawan muda. Ia bisa mendengar tawa angkuh dan suara-suara sombong dari balik pintu-pintu di sekitarnya.

Tentu saja. Mengapa aku harus berharap bisa lolos dari kemalangan ini? Thanzi menghela napas. Ia sudah menduga akan berada di tengah-tengah sarang lebah bangsawan yang menjengkelkan.

Saat waktu makan malam tiba, Thanzi turun ke ruang makan umum. Ruangan itu besar dan mewah, dengan meja-meja panjang yang dipenuhi hidangan lezat. Thanzi mengisi piringnya dan mencari tempat duduk yang sepi. Namun, ia tidak dibiarkan begitu saja.

Sebuah suara angkuh memanggil. "Hei! Lihat siapa ini! Si anak buangan yang berani-beraninya muncul lagi!"

Thanzi menoleh. Sekelompok remaja bangsawan, sekitar lima orang, berdiri di belakangnya. Di antara mereka, ada Corvin, yang hidungnya kini diperban dan matanya bengkak. Ia menatap Thanzi dengan kemarahan membara.

"Kau pikir kau siapa, anak udik?" ejek salah satu dari mereka, seorang pemuda berambut pirang dengan tatapan sombong. "Beraninya kau melukai Corvin! Kau seharusnya mati di hutan sana!"

"Kau bahkan tidak punya bakat. Hanya orang aneh yang bisa mengalahkan Corvin dengan cara kotor," tambah yang lain, mendorong bahu Thanzi. "Apa kau tuli? Kami sedang bicara padamu!"

Thanzi tetap diam, tatapannya kosong. Ia sudah terbiasa dengan penghinaan semacam ini. Di dunianya dulu, ia sudah kenyang dengan cemoohan. Orang-orang ini hanyalah versi bangsawan dari para perundung jalanan.

Namun, diamnya Thanzi justru memicu kemarahan mereka. Pemuda berambut pirang itu meraih piring Thanzi dan hendak menuangkan supnya ke kepala Thanzi.

Ini adalah momennya, pikir Thanzi. Ia tidak akan diam saja. Ini adalah kesempatan untuk memberi peringatan lagi.

Tiba-tiba, dengan gerakan yang sangat cepat dan tidak terduga, Thanzi menepis tangan pemuda itu. Bukan dengan kekuatan, melainkan dengan presisi yang dilatih dari kebiasaan menghindar di jalanan kota Majalengka. Sup panas itu tumpah, bukan ke Thanzi, melainkan tepat mengenai celana bagian depan pemuda berambut pirang itu.

"AAARRRGGHH! PANAS!" teriak pemuda itu, melompat-lompat kesakitan. Sup panas itu bahkan membasahi bagian sensitifnya.

Teman-temannya terkejut. Mereka tidak menyangka Thanzi akan bereaksi. Thanzi tidak berhenti di situ. Ia tahu bagaimana membuat orang lain ketakutan. Ia mengambil sendok dari meja dan, dengan senyum tipis yang begitu dingin dan menakutkan, ia mulai menggerak-gerakkan sendok itu di antara jari-jarinya, seolah itu adalah pisau kecil yang siap menusuk. Matanya menatap mereka dengan tatapan yang seolah membaca setiap pikiran jahat mereka.

"Aku akan membiarkan kalian pergi kali ini," suara Thanzi sangat pelan, nyaris berbisik, namun terdengar jelas dan penuh ancaman. "Tapi jika kalian mengganggu makan malamku lagi... atau mencoba melakukan sesuatu yang lebih buruk... kalian akan menyesal." Senyumnya semakin lebar, namun tidak ada kehangatan di dalamnya, hanya kilatan kegilaan yang menakutkan. "Aku tidak segan-segan. Jangan paksa aku untuk menunjukkan lebih banyak."

Para bangsawan itu, yang tadi berani, kini pucat pasi. Tatapan Thanzi yang aneh dan senyumnya yang dingin membuat bulu kuduk mereka berdiri. Mereka tidak pernah melihat ekspresi seperti itu pada Thanzi yang asli. Dengan tergesa-gesa, mereka mundur, membawa teman mereka yang kesakitan. Tidak ada yang berani mendekati Thanzi lagi sepanjang malam itu.

Dari kejauhan, di meja bangsawan VIP, Michael, Pangeran Lyra, dan Elian menyaksikan seluruh kejadian itu. Michael, yang tadi sempat cemas, kini matanya berbinar.

"Wah! Kakak Thanzi hebat!" seru Michael, tersenyum riang. "Dia tidak lemah lagi! Michael lega, nanti kalau ada yang ganggu Kakak, Kakak bisa lawan sendiri!"

Pangeran Lyra dan Elian saling pandang, ekspresi mereka dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Mereka tahu Michael sangat menyayangi Thanzi, terlepas dari segala perlakuan Thanzi yang asli di masa lalu. Tapi mereka juga tahu bagaimana jahatnya Thanzi yang dulu. Kini, Thanzi menunjukkan kemampuan yang tak terduga, kecerdasan licik, dan kekejaman yang tak segan-segan.

"Dia bukan lagi Thanzi yang dulu," gumam Elian, tangannya mengepal.

"Dia bisa menjadi ancaman bagi Michael," tambah Pangeran Lyra, matanya menyipit saat menatap Thanzi. "Kita harus mengawasinya. Aku khawatir dia akan melakukan sesuatu yang buruk pada Michael lagi, dengan kemampuannya yang baru ini." Mereka berdua memutuskan dalam hati akan mengawasi setiap gerak-gerik Thanzi.

Pertanyaan yang Menggantung: Siapa Kamu Sebenarnya?

Saat Michael sedang makan malam bersama orang tuanya dan anggota bangsawan lainnya, Marquess Aerion dan Lady Elara tidak bisa mengalihkan pandangan dari Thanzi yang kini makan dengan tenang di sudut ruang makan. Kebingungan dan kemarahan masih bercampur aduk di wajah mereka.

"Aerion, kau lihat itu?" Lady Elara berbisik, suaranya tegang. "Dia... dia bukan Thanzi yang kita kenal. Anak bodoh itu tidak akan pernah bisa melakukan hal seperti itu."

Marquess Aerion mengangguk, rahangnya mengeras. "Penyelidikan harus dipercepat. Ada sesuatu yang sangat salah dengan anak itu."

Setelah Michael selesai makan, dan para bangsawan lain sibuk dengan obrolan mereka, Marquess Aerion dan Lady Elara memutuskan untuk menghadapi Thanzi. Mereka mendekati meja Thanzi, tatapan jijik tidak bisa mereka sembunyikan.

"Thanzi," ucap Lady Elara dengan suara yang terdengar lembut, namun setiap kata mengandung makna yang menyakitkan. "Kami tidak tahu mengapa kau muncul di sini. Kami sudah memberimu kebaikan dengan mengirimmu ke perkebunan itu, tempat yang aman bagimu. Mengapa kau kembali dan membuat masalah lagi?"

"Kau seharusnya tahu tempatmu," tambah Marquess Aerion, suaranya dingin menusuk. "Michael adalah harapan kami. Kau adalah... masa lalu yang ingin kami lupakan."

Thanzi meletakkan sendoknya, menatap mereka berdua tanpa berkedip. Ia merasakan gelombang kebencian dari Thanzi yang asli bergolak, namun ia menahannya. Ia harus tetap tenang.

"Apakah kalian sudah selesai?" tanya Thanzi datar, tanpa emosi. "Aku sudah selesai makan. Aku ingin pergi."

Ia berniat bangkit, tetapi Marquess Aerion segera menghentikannya dengan tangan di bahunya. Cengkeramannya kuat.

"Berhenti!" perintah Marquess Aerion, matanya menyipit tajam. "Dengarkan aku baik-baik. Kau bukan Thanzi yang kami kenal. Kau... siapa kau sebenarnya? Kau sama sekali tidak seperti anak yang kami kenal. Thanzi yang kami tahu itu bodoh, cengeng, dan tidak berguna. Dia tidak akan pernah bisa melakukan hal-hal seperti yang kau lakukan hari ini. Tidak mungkin! Kami rasa, kami tidak pernah punya anak sepertimu."

Lady Elara mengangguk, tatapannya penuh kecurigaan dan rasa takut. "Jawab, anak muda! Siapa kau?!"

Thanzi menatap mereka berdua, amarah dari pemilik tubuh asli kembali melonjak, kali ini ia tidak menahannya sepenuhnya. Sebuah senyum sinis muncul di bibirnya.

"Aku?" Thanzi bertanya, suaranya rendah dan penuh sarkasme. "Aku tidak mengenal kalian." Matanya menusuk tajam ke arah kedua orang tuanya yang asli. "Aku tidak sudi menjadi anak dari orang tua yang tidak pernah menganggap anaknya ada, bahkan selalu menelantarkan anaknya sendiri sehingga dihina orang seenaknya. Kalian bahkan tidak tahu apa yang kulakukan di hutan sana, kan? Karena kalian terlalu sibuk dengan Michael!"

Thanzi menarik napas dalam, amarahnya memuncak. "Kalian bertanya siapa aku? Aku adalah Thanzi. Aku adalah seseorang yang akan membuat kalian melihat konsekuensi dari ke-overpower-an anak kesayangan kalian. Dan satu hal yang pasti, aku bukan penjahat biasa."

Dengan kekuatan yang entah dari mana, Thanzi menghempaskan tangan Marquess Aerion dari bahunya, lalu berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan kedua orang tua aslinya terdiam membatu di ruang makan, diliputi keterkejutan dan kemarahan yang membara.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!