Elara Andini Dirgantara.
Tidak ada yang tidak mengenal dirinya dikalangan geng motor, karena ia merupakan ketua geng motor Ladybugs. Salah satu geng motor yang paling disegani di Bandung. Namun dalam misi untuk mencari siapa orang yang telah menodai saudara kembarnya—Elana, ia merubah tampilannya menjadi sosok Elana. Gadis manis, feminim dan bertutur kata lembut.
Lalu, akankah penyelidikannya tentang kasus yang menimpa kembarannya ini berjalan mulus atau penuh rintangan? Dan siapakah dalang sebenarnya dibalik kehancuran hidup seorang Elana Andini Dirgantara ini? Ikuti kisah selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Cklek.
"Kak?" Elara langsung menyambut kedatangan Zakia ke kamarnya.
"Di mana Langit dan Chelsea?" tanya Zakia.
"Ke kantin, makan siang."
"Kau sendiri kenapa tidak makan siang?"
"Belum lapar, Kak."
Zakia mengangguk paham. Ia lantas duduk di samping Elara yang saat ini duduk di sofa ruangan.
"Ada yang ingin Kakak bicarakan?" tanya Elara saat melihat wajah Zakia yang tampak menyembunyikan sesuatu.
"Iya," Akhirnya Zakia menjawab jujur. "Tadi pihak kepolisian menghubungi Kakak dan mengatakan bahwa besok sidang pertama Om Efendi akan dimulai, dan mereka meminta kehadiranmu ke sana."
"Apakah boleh kalau aku tidak datang?" tanya Elara. Jujur, ia tidak mau melihat Efendi lagi. Apalagi setelah ia tahu bahwa Efendi bukanlah orang tua kandungnya dan Elana.
"Sebenarnya lebih baik kalau kau datang. Tapi kalau kau tidak bisa juga tidak apa-apa, biar Kakak yang mewakilimu ke sana."
"Thanks, Kak."
...•••***•••...
Sesuai janji Zakia, hari ini ia mewakili Elara untuk memberikan kesaksian kepada pihak berwajib mengenai kasus yang menimpa Elana. Zakia menatap bangunan di depannya dengan helaan napas berat. Bagimana tidak, disatu sisi ia ingin membela kebenaran dengan berada di pihak Elana dan Elara, tapi disisi lain, Om Efendi adalah adik kandung Ayahnya yang artinya bisa menjadi wali nikahnya. Namun, akhirnya setelah mempertimbangkan lagi, Zakia memutuskan untuk masuk dan tetap membela Elana dan Elara.
"Maaf, apakah anda dari keluarga pihak pelapor?" tanya petugas wanita.
"Iya, Buk."
"Baik, silahkan ikuti saya, terdakwa ingin bertemu dengan anda."
Zakia mengangguk dan langsung mengikuti langkah petugas wanita tersebut untuk masuk ke ruang tunggu. Begitu masuk ke ruang tunggu yang dimaksud, Zakia langsung bisa menangkap keberadaan Efendi yang duduk di meja dengan kepala tertunduk dan kedua tangan terborgol di atas meja.
"Silahkan bicara, waktunya hanya lima menit," Setelah mengatakan itu, petugas tersebut meninggalkan Efendi dan Zakia di ruangan tersebut.
Zakia melangkah pelan menuju tempat Efendi berada, lalu duduk tepat di kursi yang berhadapan dengan Efendi. Untuk sesaat, suasana terasa sangat hening, tidak ada percakapan apapun diantara keduanya.
"Om," dengan suara nyaris tak terdengar, akhirnya Zakia menyapa Efendi lebih dulu.
Efendi masih belum bisa berkata-kata. Penyesalannya teramat dalam atas semua yang sudah ia lakukan.
"Om adalah adiknya Ayah, yang artinya Om adalah wali sahku jika Ayah berhalangan. Seharusnya hari ini aku berdiri di samping Om, menjadi penyemangat sekaligus pembela. Tapi kenyataannya hari ini aku berdiri di hadapan Om sebagai lawan. Aku datang sebagai keluarga dari pelapor untuk memberikan bukti yang akan memberatkan dakwaan untuk Om. Jujur, dari hati kecilku, aku masih belum bisa menerima kenyataan ini. Aku masih belum percaya bahwa Om yang aku tahu sangat penyayang pada semua orang, bisa terlibat kasus yang seperti ini. Bahkan, bukan hanya pemerkosaan, Om malah terperosok lebih dalam ke dalam masalah ini hingga hampir melakukan tindak kriminal pembunuhan. Ini benar-benar tidak pernah terlintas dalam benakku sebelumnya. Om, aku bisa mengenal mereka karena Om yang membawa mereka masuk ke dalam keluarga besar kita, tapi kenapa Om? Kenapa Om yang mereka anggap malaikat, justru menikam mereka dari belakang."
Zakia menarik napas panjang untuk menetralkan perasaannya. Ia hampir tidak bisa berkata-kata karena gumpalan emosi yang bersarang di dadanya. Ditambah lagi, ia merasa iba melihat wajah Om Efendi yang dipenuhi penyesalan yang mendalam.
"Om tahu, dalam hidup ini, tidak ada laki-laki yang aku cintai selain Ayah dan Om, tapi sejak aku mengetahui fakta tentang Om yang tega memperk*sa Elana, rasa kagumku, rasa cinta dan sayangku pada Om luntur tak tersisa. Aku bahkan tidak tahu apakah suatu saat nanti aku akan bisa mempercayai laki-laki lain lagi atau tidak. Tapi rasanya tidak mungkin, karena Om yang paling aku cintai sudah membuat rasa percayaku hancur sehancurnya hingga membuat aku tidak percaya bahwa ada laki-laki baik lagi di dunia ini."
"Jangan katakan itu Nak, jangan." Efendi semakin tergugu dalam tangisnya. Ia tidak pernah membayangkan bahwa tindakan bejadnya beberapa bulan yang lalu bisa berakibat sefatal ini. "Maafkan Om, maaf kalau Om mengecewakanmu. Om— Om memang bukan Om yang baik, tapi di luar sana masih ada ribuan laki-laki baik yang bisa memberikan kebahagiaan untukmu. Sama halnya denganmu yang sudah menganggap Om begitu berharga, Om juga sangat menyayangimu, dan Om harap kau bisa bertemu laki-laki yang tepat suatu saat nanti."
Zakia tertawa dalam tangisnya. "Lalu bagaimana dengan Elana, Om? Bagaimana dia bisa melanjutkan hidupnya untuk mengenal laki-laki lain sedangkan kepercayaannya terhadap laki-laki sudah Om rampas sepenuhnya. Apakah selamanya ia hanya boleh meratapi nasibnya sendiri yang bahkan merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk siapapun karena ia merasa dirinya kotor? Bagaimana dengan dia, Om? Apa selamanya ia harus hidup dalam rasa traumanya karena perbuatan Om?"
Efendi tidak sanggup membalas. Ia kembali tergugu. Setiap kata yang terlontar dari mulut keponakannya terasa bagai sayatan belati yang membuatnya terus teringat dengan kebejatannya pada putrinya. Penyesalannya menyeruak, membuatnya benar-benar dihantui perasaan bersalah.
Tok tok tok
Seorang petugas mengetuk pintu kaca yang mengurung Zakia dan Efendi, "Maaf, waktu kunjungan sudah habis."
Zakia menghapus air matanya, lalu mengambil tasnya, "Waktu kunjungan habis Om, aku pamit pulang." Tanpa menunggu jawaban lagi, Zakia lekas bangkit dari duduknya dan berbalik menuju pintu keluar.
"Tunggu, Nak," Efendi ikut bangkit dari duduknya, ia mengeluarkan secarik kertas dari saku bajunya, lalu menyerahkannya pada Zakia. "Om titip ini untuk Elara, dan sampaikan permintaan maaf Om untuk Elana dan Elara."
aku ikut nangis tu pas baca surat dari ayahnya😭
ayah yg bejad moralnya ..anak sendirian yg seharusnya di lindungi malah dia makan😡
tapi kenapa langit dan zavia apakah kerjasama dengan papa Efendi untuk menghilangkan bukti dan mengetahui alasan elana depresi?....
Aku sampe nahan napas karena ternyata ada yang bisa nebak plotnya dari awal, tapi ngga papa, aku tetep lanjutin dan perbaiki aja sebagian alurnya. Btw, ini karya pertama aku yang ada plot misteri gini. Jadi gimana pendaoatkn kalian tentang karya ini? Komen yukk.