Kenzo awalnya adalah siswa SMA biasa, namun karena pacarnya dibunuh, ia bangkit melakukan perlawanan, menggunakan belati tajam dan menjadi pembunuh berantai.
‘Srett…srett… srett… srett’
Remaja itu memenggal kepala setiap orang, dan Kepala-kepala itu disusun di ruang pribadi hingga membentuk kata mengerikan "balas dendam".
BALAS!
DENDAM!
Ruangan itu seolah seperti neraka yang mengerikan!
Kenzo dijebloskan ke penjara sejak saat itu! Di penjara, Kenzo, yang telah berlatih seni bela diri sejak kecil, bertarung melawan para pengganggu penjara dengan seluruh kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Wujud Penyiksaan Yang Sebenarnya!
Buang senjatamu!
Lebih dari seratus orang, secara sadar ataupun tidak, mengarahkan pandangan mereka kepada sekelompok pria tangguh berpakaian serba hitam yang berdiri tegak di belakang Belly, lengkap dengan peralatan dan senjata di tangan mereka. Setelah terdiam beberapa saat dalam keraguan, mereka serempak menoleh ke arah Chely yang masih berlutut di tanah.
Tatapan mata Chely perlahan berubah dingin. Dengan suara lantang ia membentak, “Apa yang kalian lihat? Dengarkan perintah Bos! Pergilah ke sudut tembok!” Ia pun berdiri dan berjalan dengan langkah tegas menuju tembok tinggi di sisi lapangan.
Melihat pemimpin mereka mengambil inisiatif, belasan orang yang semula berlutut segera berdiri dan mengikuti langkahnya. Mereka menuju tembok tinggi tanpa banyak kata.
Kelompok pengawal lainnya sempat ragu cukup lama, namun pada akhirnya mereka pun mulai bergerak perlahan satu per satu ke arah tembok.
Tepat di depan sarang racun itu terbentang sebuah lapangan besar berbentuk persegi, menyerupai lapangan sepak bola, dengan ring basket di kedua sisinya. Di sisi-sisi lapangan terdapat beberapa kandang, yang fungsinya tak begitu jelas.
Karena lapangan itu cukup luas, para penjaga yang sebelumnya membentuk kerumunan mulai menyebar, dan secara bertahap bergerak mendekat ke arah tembok tinggi. Kelompok pertama yang dipimpin Chely kini telah berdiri diam di dekat tembok. Sementara itu, lebih dari seratus orang lainnya mulai membentuk beberapa barisan, berada di antara tembok tinggi dan tempat mereka sebelumnya meletakkan senjata.
Melihat perkembangan ini, Belly menggelengkan kepala dengan pelan, menutup matanya, dan menarik napas dalam-dalam. Wajahnya tampak menyimpan kekecewaan yang dalam.
Tatapan Felix memancarkan cahaya tajam. Ia menjentikkan jarinya. Seketika, para anggota pasukan Cakar Jahat dan Tim Hukuman Surgawi Yang berada di belakangnya maju ke depan, membentuk barisan di depan pintu masuk sarang racun. Dengan tenang, Felix mengangkat senapan dan tanpa ragu menarik pelatuknya...
“Dar dar dar dar...”
Rentetan peluru yang mematikan melesat laksana malaikat maut, menghantam para penjaga yang tak berdaya dan tak sempat membela diri!
Ciprat! Ciprat!
Darah memancar deras ke udara, teriakan panik, jeritan pedih, dan raungan putus asa menggema memecah keheningan malam. Dalam sekejap, lapangan yang tadinya tenang berubah menjadi medan pembantaian berdarah. Cahaya bulan yang semula terang kini seolah menjadi saksi sunyi dari tragedi mengerikan itu.
Tengkorak… dada… anggota tubuh… perut… semuanya dilubangi peluru.
Tubuh-tubuh tak berdaya itu roboh satu per satu, tergeletak dalam genangan darah dan keputusasaan.
Chely dan yang lainnya menggertakkan gigi, mengepalkan tinju mereka dengan kuat. Mereka hanya bisa menyaksikan dengan pasrah bagaimana nyawa demi nyawa direnggut di hadapan mereka. Akhirnya, mereka menutup mata mereka, bersiap menyambut ajal dengan diam.
Aku pernah mengkhianati bos yang telah memperlakukan aku dengan baik. Meskipun ada alasannya, saat dia kembali dan memintaku untuk mengorbankan hidupku demi dia... apa salahnya menyerahkan nyawa ini?
Felix dan anggotanya tidak berhenti hingga seluruh peluru dalam senjata mereka habis ditembakkan, hingga setiap penjaga yang berdiri roboh, hingga tak ada satupun dari mereka yang tersisa untuk berteriak.
Setelah itu, Felix menepuk bahu Belly dengan ringan dan memberi isyarat kepada Nomor Satu (Luke) untuk memeriksa apakah masih ada yang selamat. Ia, bersama Morgan dan yang lainnya, perlahan berjalan ke arah Chely dan rekan-rekannya yang tersisa.
Dengan pandangan tajam, Felix menyapu kerumunan di hadapannya, lalu bertanya dingin, “Siapa yang tadi menembakkan roket?”
Chely dan yang lainnya perlahan membuka mata mereka, menatap Felix dan kelompoknya dengan tatapan tak menentu. Kemudian, mereka semua memalingkan pandangan ke arah sosok besar yang perlahan mendekat dari arah belakang...
Wuss!
Harimau Gila yang berdiri di sebelah langsung bergerak. Dalam sekejap mata, ia telah melangkah maju beberapa langkah, lalu menghantam perut bagian bawah Chely dengan satu pukulan keras.
Chely mengerang kesakitan dan menyemburkan darah segar. Ia membungkuk dan jatuh berlutut ke tanah, menggeliat menahan rasa sakit hebat. Belum sempat ia mengangkat kepalanya, Morgan langsung menghantam punggungnya dengan keras menggunakan sikunya.
“Bugh!”
Tubuh Chely yang sudah babak belur terhempas ke tanah dan berkedut tanpa daya.
Harimau Gila menatapnya dengan dingin, lalu berkata dengan suara menusuk, “Saudara Elang sedang bertanya kepadamu!”
Para penjaga di belakang Chely terperanjat oleh kecepatan geraknya yang luar biasa. Mereka sangat mengenal kekuatan Chely—ia bukan orang lemah—namun di hadapan pria bertubuh besar ini, ia bahkan tidak sempat melawan. Bagaimana mereka tidak terkejut? Saat mereka meraung marah dan hendak bergerak, orang-orang di belakang Felix dengan sigap mencabut senjata mereka dan langsung mengarahkan moncong senjata ke arah mereka.
“Jangan bergerak. Ini bosku. Kau harus memanggilnya dengan hormat—Saudara Elang.” Belly yang baru saja tiba segera berseru, mencegah tindakan gegabah dari para penjaga.
Fakta bahwa sekelompok orang ini baru saja berlutut di hadapannya membuktikan bahwa mereka masih mengakui dirinya sebagai atasan mereka. Mungkin... jika aku memohon belas kasihan, aku masih bisa menyelamatkan nyawaku sendiri?
Felix kembali menyapu kerumunan dengan tatapannya yang tajam. “Siapa orangnya?”
Kerumunan itu terdiam. Tak lama kemudian, tiga pria perlahan melangkah maju. Salah satu dari mereka berkata, “Ada satu lagi... yang tadi tertembak olehmu...”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Harimau Gila menggeram keras. Tangan kanannya membentuk cakar, lalu meluncur dalam pusaran angin yang kuat, menampar leher pria itu seperti seekor harimau yang mencabik mangsa. Kecepatan dan kekuatan yang menakutkan itu membuat korban tidak sempat bereaksi. Dalam sekejap, cakar itu menghantam lehernya dengan brutal.
Bang!
Srek!
Dalam satu hentakan dahsyat, tenggorokannya hancur dan lehernya patah. Tubuhnya terlempar jauh setelah terguncang hebat oleh pukulan itu.
Tanpa ragu sedikitpun, Morgan berputar dan muncul di belakang dua pria yang tersisa. Ia mengangkat kakinya dan menghantam punggung mereka dengan tendangan kuat.
Bang!
Kedua pria itu terhempas ke depan dengan kecepatan tinggi, meluncur ke arah Felix dan yang lainnya. Daren yang berada di sisi langsung meraung pelan, melompat dan muncul di titik jatuh mereka. Kedua telapak tangannya berubah kaku dan menusuk ke arah leher mereka layaknya sepasang tombak!
Cressss…
Telapak tangan Daren menembus leher kedua pria itu dengan brutal. Aksi sadisnya tak kalah buas dari serangan seekor harimau liar yang tengah mengamuk!
Kematian mendadak dan mengenaskan ketiga pria itu langsung memicu kepanikan di antara para penjaga di belakang Chely.
Namun pada saat itu juga, kekejaman Felix dan kelompoknya yang dikenal sebagai para terpidana mati kembali ditunjukkan. Tanpa peringatan sedikit pun, Riko mengangkat senjatanya dan menarik pelatuk.
Bang! Bang! Bang!
Tujuh tembakan menghantam dahi tujuh penjaga yang terkejut dan tak sempat bergerak. Mereka roboh seketika, meregang nyawa. Adegan itu membuat Chely dan enam orang lainnya membeku. Ketakutan dan keterkejutan menyelimuti wajah mereka. Mereka... mereka bukan manusia. Mereka adalah iblis, pembunuh keji. Apakah mereka... benar-benar tidak menghargai kehidupan?
Felix menatap dingin ke arah para penjaga yang tersisa dan mulai gemetar. Ia lalu berkata kepada Belly, “Jika seseorang hidup tanpa kesetiaan, tidak tahu berterima kasih, dan kehilangan akal sehatnya, maka ia tak pantas disebut manusia. Kematian cepat justru adalah anugerah bagi mereka. Belly, sisanya... terserah padamu. Hidup atau mati, kaulah yang memutuskannya sebagai mantan bos mereka.”
Setelah berkata demikian, ia melemparkan pistolnya ke arah Belly, lalu berbalik dan berjalan menuju sarang bersama Morgan dan yang lainnya.
Ketika Felix melewati Belly, suara samar tiba-tiba terdengar di telinga Belly, “Pegang erat-erat.”
Tubuh Belly sedikit bergetar. Ia memandangi punggung Felix dengan sorot mata yang rumit dan sulit diartikan.
“Saudara Elang, apakah kita akan langsung mengintrogasinya?”
Di dalam sarang racun, Nathan memandang Bolly yang tergeletak di tanah seperti bangkai babi, lalu bertanya dengan suara yang menyeramkan.
“Hehe, lakukan saja di sini. Kayden bilang kau ahli dalam penyiksaan, jadi mari kita lihat keahlianmu malam ini. Nomor Enam, ambilkan bangku. Setelah malam yang menegangkan, mari kita semua bersantai sejenak.”
“Haha... Nathan, jangan sampai mengecewakan kami,” salah satu anggota lainnya menimpali dengan nada bercanda yang penuh aura dingin.
Mata Nathan menyipit, menyembunyikan kilatan tajam dan gelap. “Apa pun yang ingin diketahui Saudara Elang, akan aku gali semua dari orang ini. Nomor Sembilan, siapkan kursi tambahan, satu baskom berisi air mendidih, satu baskom air es, tabung plastik, beberapa ekor tikus, dan kabel listrik. Malam ini, di hadapan Saudara Elang dan kalian semua, aku akan memberikan pelajaran eksperimental kepada Tim Hukuman Surgawi-ku. Biarkan mereka melihat... seperti apa wujud penyiksaan yang sebenarnya!”