Seorang polisi harus menikahi putri dari jendral yang menjadikannya ajudan. Dengan kejadian tak terduga dan tanpa ia ketahui siapa orang yang telah menjebak dirinya.
"Ini semua pasti kerjaan kamu 'kan? Kamu sengaja melakukan hal ini padaku!" Sentak Khanza saat menyadari dirinya telah tidur dengan ajudan yang diberikan oleh Papanya.
"Mbak, saya benar-benar tidak tahu. Saya tidak ingat apapun," jelas Yusuf, polisi yang ditunjuk sebagai ajudan untuk putri jenderal bintang dua itu.
Jangan ditanya bagaimana takutnya Pria itu saat menyadari, bahwa ia telah menodai anak dari jenderal bintang dua itu.
Siapakah Jendral bintang dua itu? Kalau sudah pernah mampir di karya aku yang berjudul, (Dokter tampan itu ayah anakku) pasti tahu dong😉 Yuk kepoin kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
POV Yusuf
Setelah mendapatkan izin dari Papa dan Bunda, aku kembali ke kamar. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera pergi. Namun, kembali ingatanku pada Pria itu. Sebenarnya aku tidak marah tetapi aku hanya kecewa.
Aku kecewa atas sikapnya yang tak bisa memberiku penjelasan. Jika dia jujur mengatakan yang sebenarnya, maka aku tidak akan pernah mempersulit keadaan bila dia memang ingin lepas dariku. Silahkan dia memilih dengan wanita manapun asalkan ada kejujuran.
Ah, sudahlah. Lebih baik aku segera mengemasi barang-barang yang akan aku bawa besok, aku mempacking semua keperluanku. Setelah selesai aku meletakkan satu buah koper besar itu di samping tempat tidurku.
Aku mengambil ponselku yang ada diatas nakas, dan segera menghubungi Om Yandra dan Abang Anju.
"Assalamualaikum, Nak. Tumben telpon Ayah malam-malam begini, ada apa?"
"Wa'alaikumsalam, maaf aku mengganggu waktu istirahat Ayah dan Ibu," ujarku. Ya, kami memang diajarkan oleh Om Yandra untuk memanggil Ayah padanya dan panggil Ibu pada Tante Fatimah. Kami mengikuti Bang Yanju.
"Tidak sama sekali, Nak. Ayo katakan ada apa?"
"Yah, aku akan berangkat ke Medan besok pagi. Aku ingin tinggal di sana dengan Oma dan Opa."
"Kamu serius?"
"Iya, Yah. Ayah dan keluarga pasti sudah tahu bagaimana keadaanku sekarang. Aku hanya ingin mencari ketenangan, disini ruang gerakku terbatas Yah."
"Ya ya, Ayah mengerti, Datanglah! Kami dengan senang hati menunggu kedatanganmu. Kapan kamu akan berangkat?"
"Besok Siang yah."
"Baiklah, beri kabar kami jika kamu sudah berangkat. Ayah dan Abangmu akan menjemput."
"Baik, Yah, kalau begitu aku tutup teleponnya. Wassalamu'alaikum..."
Setelah berkabar dengan Om Yandra, aku membuka aplikasi pesan. Entah kenapa hanya satu kontak itu yang aku harapkan kabar darinya. Baiklah jika dia tak ingin lagi memberiku kabar. Maka biarkan malam ini aku yang akan mengirimkan kabar untuk yang terakhir kalinya.
"Assalamualaikum, semoga kamu baik-baik saja Mas. Mungkin kamu tidak berharap pesan dariku. Tapi aku hanya ingin mengatakan bahwa ini pesan terakhirku. Jika tak berkabar adalah suatu ketenangan bagimu, maka dengan senang hati akan kutepati janjiku. Aku tidak akan lagi menghubungimu. Sampai jumpa lagi di titik sebuah hati yang telah berubah."
Setelah mengirimkan pesan. Aku segera memblokir nomornya. Sepertinya lebih baik tak ada kabar apapun, itu akan membuatku akan lebih tenang.
Kulirik jam dinding ternyata sudah jam sepuluh malam. Ku nonaktifkan ponselku, lalu kuletakkan benda pipih itu diatas nakas. Aku berbaring dengan posisi miring kuletakkan bantal guling untuk mengganjal perutku yang sudah mulai membuncit untuk mencari kenyamanan.
Andai saja aku mempunyai suami yang utuh dan menyayangi aku dengan tulus, pasti saat ini dia akan mengusap perutku agar aku terlelap dengan damai. Ah, lagi-lagi aku memikirkan hal yang tak mungkin terjadi.
Ayo pejamkan matamu Khanza, jangan berhayal apapun lagi, fokuslah dengan bayimu, hidup akan terus berjalan, tetaplah menjadi wanita yang tegar dan kuat. Percayalah! Suatu saat kamu akan menemukan kebahagiaanmu.
Segera kupejamkan mata untuk mencari kedamaian sesaat. Rasa kantuk yang mendera tidak sulit bagiku untuk sampai ke alam mimpi.
Saat aku sudah terlelap, aku merasakan ada seseorang yang mendekapku dari belakang. Tanpa sadar aku segera membalikkan tubuh menghadap kepada orang itu. Aku mencium aroma sabun menguar di Indra penciuman.
Aku meraba tubuh kekar itu dengan mata yang masih tertutup, wangi aroma itu membuatku ingin sekali mengendusnya hingga lebih dekat. Tanganku masih belum bisa diam sehingga aku meraba rambut hitam legam itu yang masih basah terasa tetesannya.
Merasa tanganku dingin menyentuh rambut hitam legam itu, aku perlahan mengerjapkan mata, netra kami bertemu.
"Mas Yusuf!"
***
POV Yusuf
"Yusuf, saya titip Khanza. Tolong jaga dan beri pengawalan kepadanya!" Pesan Bapak Jendral Arman Sanjaya saat beliau akan pergi ke kota Medan bersama Ibuk Lyra dan juga anaknya Mas Khenzi.
"Siap Bapak!" Aku mengangguk tegas kepada atasanku. Setelah mengantarkan mereka ke bandara, aku segera kembali kekediaman Jendral Arman.
Sesampainya, setelah memarkirkan mobil di karport aku segera masuk kekamarku yang dikhususkan untuk kamar ADC yang naik piket. Aku merebahkan tubuhku untuk melepaskan penat.
Saat aku hampir terlelap, ponselku berdering, aku segera melihat siapa yang memanggil, ternyata Mas Hakim, dia adalah temanku yang juga seorang polisi yang direkrut oleh Pak jendral sebagai ajudan.
Sebenarnya kami ada lima orang ADC yang diambil dari kepolisian untuk menjadi ajudan, tetapi karena dirumah hanya ada Mbak Khanza sendiri, maka hanya aku yang ditugaskan untuk memberi penjagaan pada putri Pak Jendral.
"Ya ada apa Mas Hakim?" tanyaku dengan mata masih berat.
"Udah tidur kamu Suf?"
"Iya, ngantuk banget aku."
"Yaelah, masih sore juga. Kesinilah Nongkrong, ada kopi nantap nih Yudi yang bawa katanya kopi dari Aceh."
"Serius? Yudi dapat darimana?"
"Katanya ada temannya yang memberi. Yaudah kesinilah. Aku lagi nyeduh nih."
"Okey, aku kesana sekarang."
Aku menutup panggilan dari Mas hakim. Kulihat jam dinding, ternyata sudah jam setengah sepuluh. Tapi karena aku memang pencinta kopi, saat mendengar ada kopi dari Aceh, maka aku tidak bisa menolak.
Aku keluar dari kamar dan melintasi ruang tamu. Aku melihat Mbak Khanza baru saja melepaskan temannya pulang, yang kutahu temannya itu adalah Dokter pembimbingnya di RS.
Sepertinya mereka cukup dekat, dan mungkin bisa jadi mereka sudah pacaran. Tapi tidak heran lagi seorang anak Jenderal yang memiliki wajah cantik dan berhati lembut, tentu saja banyak lelaki yang terpesona olehnya.
"Ah, Mas Yusuf! Belum tidur?" tanyanya melihat diriku yang hendak keluar.
"Belum, Mbak. Saya ingin keluar sebentar, apakah Mbak Khanza ingin berpergian?" tanyaku memastikan agar nanti dia tidak kehilangan saat membutuhkan driver.
"Ah, tidak, Mas. Saya ingin tidur jadi tidak kemana-mana lagi."
"Baiklah, kalau begitu saya permisi keluar dulu ya Mbak, saya mau kerumah dinas yang ada di jalan X. Jika ada apa-apa Mbak Khanza segera hubungi saya."
"Hmm, Baiklah. jangan lupa semua pintu dikunci Mas. Sepertinya Bibik Santi sudah tidur, tolong Mas Yusuf periksa kembali sebelum pergi."
"Baik Mbak!"
Mbak Khanza segera naik kelantai dua, sementara aku mengecek setiap pintu diruamah gedung itu untuk memastikan, setelah aman dan terkunci, aku segera menuju rumah dinas. Dengan menggunakan motor yang dikhususkan untuk transportasi ADC yang bertugas, aku menitip pesan pada Security agar menghubungiku jika ada sesuatu, sebelum meninggalkan kediaman itu.
Setibanya dirumah dinas, aku melihat para ADC sedang nongkrong di depan rumah yang ada tempat duduknya ditaman depan.
"Yah, lama amad kamu Suf, lihat nih aku sudah mau habis kopinya," ujar Mas Yudi, sembari menunjukkan gelas kopinya yang telah kosong.
Bersambung....
Happy reading 🥰