Wulan Riyanti merebut suami adiknya lantaran dia diceraikan sang suami karena terlalu banyak menghamburkan uang perusahaan. Tia sebagai adik tidak tahu bahwa di balik sikap baik sang kakak ternyata ada niat buruk yaitu merebut suami Tia.
Tia tidak terima dan mengadukan semua pada kedua orangtuanya, akan tetapi alangkah terkejutnya Tia, karena dia bukan saudara seayah dengan Wulan. Orang tua Ita lebih membela Wulan dan mengijinkan Wulan menjadi istri kedua Ridho-suami Tia.
Rasa sakit dan kecewa Tia telan sendiri hingga akhirnya Tia memutuskan untuk bercerai dan hidup mandiri di luar kota. Suatu kebetulan dalam kesendiriannya Tia bertemu dengan sang mantan suami Wulan yang bernama Hans. Bagaimana kisah Cinta Tia dan Hans selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani Ningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Aris menoleh ke arah Wulan, dia terkejut saat sang kakak tertuanya memanggilnya dengan sedikit membentak.
"Ada apa sih, Mbak? Aris hanya ingin memberitahu bagai Aris tadi menemukan mama," cicit Aris protes pada Wulan yang menghentikan ceritanya.
"Sudahlah lebih baik kau diam saja, kasihan Tia nanti banyak beban pikiran, secara Tia akan menggantikan mbak membiayai semua biaya rumah sakit mama. Bukan begitu Tia?" ucap Wulan yang tidak akan melepaskan Tia untuk membiayai pengobatan sang ibu.
Tia hanya tersenyum kecut mendengar perkataan sang kakak. Wulan memberikan kuitansi yang sudah oleh petugas administrasi itu.
"Nih, Tia. Biaya rumah sakit yang harus kau bayar!"
Tia menerima amplop berisi rincian biaya pengobatan sang ibu yang diberikan oleh sang kakak. Tia membuka amplop tersebut. Tiba-tiba Tia membelalakkan matanya melihat deretan angka yang berjajar rapi itu, kemudian dia pun tersenyum. Uang segitu sang kakak minta ganti rugi padahal istri seorang direktur.
"Semua ini, Mbak? Lalu mbak Wulan sebagai anak kesayangan mama, ikut bantu berapa?" tanya Tia dengan sengaja.
"Emm ... Itu, mbak hanya punya duit lima juta. Dan sudah mbak bayar untuk DP tadi," ucap Wulan dengan salah tingkah. Dia tidak menyangka jika Tia sekarang berani membalikkan kata-katanya.
"Bukankah di sini di sebutkan jumlah yang sudah di bayar. Jadi tidak mungkin semua ini hanya mbak bayar DP saja. Sudah mbak lunasin kan? Dan lagian mama itu dulu juga sering bela mbak Wulan, sudah sepantasnya mbak membalas kebaikan mama," tegas Tia lagi. Kali ini perlahan Tia akan membalikkan keadaan.
"Tia, bilang saja kamu tidak mau bantu biaya mama! Mama juga dulu ngerawat kamu. Sudah jadi kewajiban kamu juga kan untuk merawat mama?" Wulan tidak terima jika disudutkan oleh Tia.
"Mbak, bukannya Tia tidak mau bantu. Sebagai anak Tia tentu tahu yang namanya balas budi pada orang tua. Di sini Tia hanya menegaskan apa yang sudah mbak Wulan keluarkan, jangan minta ganti ke orang lain. Tia sanggup kok membiayai mama setelah ini. Tia hanya ingin, mbak Wulan mengeluarkan duit sepuluh juta itu tidak usah minta ganti dengan bilang hanya DP lima juta. Tia tahulah mbak, apa dikira Tia bodoh? Cukup sekali Tia dibodohin sama mbak Wulan. Sekarang jangan harap lagi!" tegas Tia.
Wulan tidak bisa berkelit lagi, ternyata Tia tidaklah sebodoh dulu. Cahyo sang ayah hanya diam, dia mengakui dirinya tidak ada uang untuk biayai sang istri.
"Sudahlah, Mbak! Tidak usah ramai seperti ini. Apa yang mbak Wulan keluarkan, cukuplah itu sebagai bantuan dari mbak. Dan mulai per hari ini, semua yang biayai Tia. Tia yakin anak yang berbakti pada ibunya pasti hidupnya akan lebih bahagia. Aris, mbak Tia pamit dulu!"
Tia meninggalkan kamar Meri sambil membawa kuitansi tersebut. Cukuplah dia membalas semua perkataan Wulan hari ini, di dalam hati Tia ikut bersedih. Wanita yang melahirkannya ke dunia kini terbaring. Walaupun tidak pernah mendapat perlakuan adil dari sang ibu, namun Tia tetap menyayangi ibunya.
Tia pun kembali menuju ke kamar Hans, kemudian dia mengetuk pintu.
Tok ... Tok ....
"Masuk," sahut Hans. Hans sudah merasa jika yang datang itu adalah Tia.
"Assalamu 'alaikum, Kak. Bagaimana sudah siap semua?" tanya Tia dengan senyum yang dipaksakan.
Hans menoleh ke arah Tia, membaca raut wajah Tia yang mendung, Hans menduga jika Tia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
"Tia ... Kenapa terlihat mendung di wajahmu. Apakah ada sesuatu hal yang kau pikirkan? Aku harap kita bisa saling terbuka, saling jujur agar tidak ada kerikil yang mengganjal kaki kita untuk melangkah." Hans menghentikan aktivitasnya mengemasi barang bawaan.
Tia berpikir sejenak, dahinya berkerut, mata menatap lurus ke arah Hans. Tia berupaya menguatkan hati untuk bisa berbagi dengan Hans.
"Mas, apakah aku salah sebagai anak yang tidak diperhatikan oleh kedua orang tua, menuntut pada anak lain yang selalu diperhatikan orangtua untuk lebih menyayangi orang tua?"
Hans tertegun, menatap mata Tia yang sibuk mencari jawaban. Hans bisa memahami posisi Tia sebagai anak yang tidak pernah dipedulikan.
"Tia, ikuti kata hatimu. Kita boleh marah pada kedua orang tua kita, tapi semua kebaikan akan kembali pada diri kita jika kita berbuat baik pada orang tua," ucap Hans tanpa mau menggurui.
Semua orang sekalipun salah tetap tidak mau disalahkan. Hal yang wajar dan alami. Semua diri memiliki pembelaan ketika dirinya bersalah. Nasehat yang baik adalah nasehat yang bisa diterima oleh logika tanpa bermaksud menggurui ataupun menghakimi.
Tia menunduk kemudian mengambil napas dalam-dalam.
"Kak, mama sakit. Tia butuh uang untuk membiayai pengobatan mama yang tidak sedikit. Dokter mendiagnosa jika mama terkena serangan jantung. Tia ada sih uang, tapi di dalam uang itu ada modal untuk usaha. Bisa saja aku pakai tapi kemungkinan usahaku akan aku tutup. Menurut kakak bagaimana? Apakah aku harus menutup usahaku demi kesehatan mama?" Tia kembali mendongakkan kepalanya menatap ke arah Hans.
gunawan, ayah shinta
Bbrp novel yg kubaca sering menulis kata 'minim'
Seharusnya 'minimal'...itu yg dipelajari dlm pelajaran bahasa Indonesia
Bacanyapun jd lbh enak 🙏
Thor lupa ya....