NovelToon NovelToon
The Ceo'S Heart Subtitute

The Ceo'S Heart Subtitute

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Pengganti / CEO / Chicklit
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: flower

--- **“Luna adalah anak angkat dari sebuah keluarga dermawan yang cukup terkenal di London. Meskipun hidup bersama keluarga kaya, Luna tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolahnya sendiri. Ia memiliki kakak perempuan angkat bernama Bella, seorang artis internasional yang sedang menjalin hubungan dengan seorang pebisnis ternama. Suatu hari, tanpa diduga, Luna justru dijadikan *istri sementara* bagi kekasih Bella. Akankah Luna menemukan kebahagiaannya di tengah situasi yang rumit itu?”**

--- Cerita ini Murni karya Author tanpa Plagiat🌻 cerita ini hanya rekayasa tidak mengandung unsur kisah nyata🌻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 33 Vera sakit

Satu bulan telah berlalu. Sikap Bryan semakin hari terasa aneh bagi Luna. Mengapa pria itu tiba-tiba menjaga jarak? Luna benar-benar tidak mengerti. Besok adalah hari kelulusannya, dan ia berharap Bryan akan datang. Saat itu, Luna duduk di atas sofa, menunggu kepulangan suaminya. Tak lama, terdengar suara pintu dibuka. Luna tersenyum manis menyambutnya. "Aku sudah menyiapkan makan malam. Ayo kita makan," ucapnya sambil menghampiri Bryan.

Bryan hanya diam, menatap Luna dengan wajah datar. Tanpa sepatah kata pun, ia berjalan menuju ruang ganti. "Bryan, mengapa kamu bersikap seperti ini padaku?!" seru Luna, suaranya terdengar putus asa. Ia benar-benar tak kuat menahan perasaan yang membuncah dalam hatinya.

Bryan berhenti sejenak, menatap Luna yang berdiri di hadapannya, tubuhnya lebih pendek dari pria itu. “Kenapa, hmm? Kau ingin perhatianku?” ucap Bryan, senyum sinis menghiasi wajahnya, seolah menikmati kegelisahan istrinya.

“Aku—” Luna terhenti, suaranya tercekat di tenggorokan.

“Selama ini, semua sikap romantisku padamu… hanya karena aku tak ingin membuatmu merasa terancam, Luna.” Matanya menatap lurus, dingin. “Padahal, ada seseorang di masa lalu… seseorang yang benar-benar aku cintai.”

"Mengapa kamu seperti ini…” Luna menunduk, tak mampu menatap mata suaminya. Dadanya terasa sesak, setiap kata yang keluar dari bibir Bryan menusuk hatinya. Semua kenangan manis yang pernah mereka bagi ternyata hanya untuk membuat Luna merasa tidak terancam.

Tanpa menunggu jawaban, Bryan melangkah pergi menuju kamar mandi, meninggalkan Luna dalam keheningan yang menyakitkan. Sekali lagi, hatinya terluka, kali ini untuk yang entah ke berapa kalinya. “Apa sebenarnya yang terjadi dengan dia…? Mengapa tiba-tiba dia menjadi begitu dingin padaku…?” gumam Luna, suaranya nyaris tersedak oleh kepedihan yang menyesak dadanya.

.

.

.

Beberapa menit berlalu. Bryan baru saja selesai mandi ketika matanya menangkap sepasang baju tidur miliknya yang tergeletak di atas ranjang. Tanpa sepatah kata, ia melangkah mendekat dan mengambilnya, diam serupa bayangan.

Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki yang perlahan mendekat. Luna muncul, menenteng nampan berisi makanan dan minuman. Suaranya lembut, hati-hati, seolah takut memancing amarah yang mungkin masih tersisa.

“Ayo… makan” ucapnya, nada halusnya nyaris seperti bisikan, menahan diri agar tak memicu ketegangan lebih jauh. “Aku sudah makan di luar,” jawab Bryan singkat, tanpa menatap Luna.

“Tapi… aku sudah terlanjur membuatkannya untukmu,” kata Luna, suaranya bergetar menahan kecewa yang menyelimuti hatinya. “Kau saja yang makan, aku sibuk” balas Bryan dingin, lalu tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Luna berdiri terpaku dengan nampan di tangannya.

Luna melangkah cepat mengikuti jejak suaminya. Hatinya berdebar, tapi tekadnya lebih kuat; ia harus memastikan Bryan memakan makan malam yang sudah ia siapkan. Begitu memasuki ruang kerja pria itu, Luna menatap lurus ke arah suaminya. “Aku tidak akan pergi… kecuali kau mau mencoba makanan yang aku buat ini” tegasnya, suaranya tegas meski Bryan menatapnya setajam pisau.

Bryan menoleh sebentar, matanya menatap Luna dengan campuran rasa heran dan kekesalan, tapi Luna tetap berdiri tegak, tidak bergeming. "Sekarang makan” tegas Luna, menatap suaminya penuh harap.

Bryan menatap mangkuk di depannya sejenak, lalu menutupnya dengan satu tangan. “Aku tidak lapar" jawabnya dingin, matanya tak lepas dari Luna.

Luna menegakkan tubuhnya, hatinya sedikit teriris, tapi ia tak mau menyerah. “Tolong, Bryan… setidaknya cicipi sedikit. Aku sudah membuatnya untukmu.” Bryan menghela napas panjang, wajahnya tetap datar. “Luna… aku bilang aku tidak lapar. Jangan memaksaku.”

Suasana menjadi tegang. Luna menunduk sejenak, merasakan campuran kecewa dan sakit hati, tapi tekadnya tetap membara. “Kalau begitu… aku tetap tidak akan pergi” bisiknya pelan, tapi tegas, menantang diamnya Bryan.

Ruang kerja itu hening, hanya suara jam yang berdetak. Kedua hati yang keras itu saling bertemu. tidak mau menyerah, tapi sama-sama rapuh di balik sikap masing-masing. Akhirnya pris itu pun memakan masakan Luna, gadis itu tampak lega. Luna menarik napas dalam, menatap mata Bryan penuh harap. “Besok… hari wisudaku. Aku ingin kau datang,” ucapnya dengan suara bergetar, menahan campuran harap dan takut ditolak.

Bryan menatapnya, matanya tetap dingin, tapi ada kilatan sesuatu yang sulit diartikan. Ia menghela napas panjang, melepaskan sedikit ketegangan dari bahunya. “Luna… kau tahu aku sibuk. Aku tidak yakin bisa datang,” jawabnya pelan, nada suaranya datar namun meninggalkan luka kecil di hati Luna.

Luna menunduk sejenak, menahan kecewa. Tapi ia tidak menyerah. “Aku tahu kau sibuk, tapi ini penting bagiku. Aku ingin… kau ada di sisiku saat hari itu.”

Ada keheningan yang menekan di antara mereka. Bryan menatap Luna lama, seolah menimbang kata-kata yang akan diucapkan. Hatinya bergejolak, tapi wajahnya tetap keras. “Besok… aku akan pikirkan,” akhirnya ia berkata, suaranya rendah tapi terasa seperti setitik harapan bagi Luna.

Luna menatapnya, meski belum mendapatkan jawaban pasti, hatinya sedikit lega setidaknya ada kemungkinan.

.

.

.

.

Keesokan harinya, Bryan berdiri di dekat jendela ruang kerjanya, menatap kota yang sibuk di luar. Telepon di tangannya menyalakan percakapan yang terdengar serius. “Aku harap kau bisa meng-handle semuanya hari ini. Aku… terpaksa harus pergi ke suatu tempat" ucapnya dari seberang telepon, suaranya tenang tapi ada nada tegas yang menandakan urgensi. Hari ini, Bryan bersiap dengan rapi.

Setelan hitamnya pas di badan, dasi terikat sempurna, sepatu mengkilap memantulkan cahaya pagi. Ia menatap cermin sejenak, menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri dari perasaan yang bercampur. antara tanggung jawab dan sesuatu yang lebih pribadi.

Setelah memastikan semuanya, ia melangkah keluar rumah dengan langkah mantap. Angin pagi menyapu wajahnya, dan sinar matahari memantul di mobil hitam yang menunggu di depan. Ia membuka pintu mobil, menatap sekeliling sejenak, lalu masuk, menyalakan mesin, dan perlahan meninggalkan rumah.

Di dalam mobil, pikirannya tak lepas dari Luna. Hari ini adalah momen penting baginya, dan Bryan tahu bahwa kehadirannya bukan sekadar formalitas. Di perjalanan menuju universitas Beauty National, mobil mewah Bryan melaju dengan tenang di jalanan pagi yang ramai. Tiba-tiba, ponselnya berdering, memecah keheningan. Ia melihat layar dan mendapati panggilan masuk dari Vera.

“Vera…?” suaranya terdengar heran saat mengangkat telepon. “Bryan… kamu di mana?” suara Vera terdengar lemah, hampir tersedak oleh perasaan takut dan sakit yang ia rasakan. “Aku lagi di jalan, ada apa?” tanya Bryan, nada suaranya lembut namun penuh perhatian.

“Dokter… mengatakan… penyakitku semakin parah… hari ini aku harus menjalani operasi kanker otak…” ucap Vera, suaranya nyaris putus di tengah kata-kata.

Wajah Bryan seketika berubah tegang. Dadanya berdebar, tangan di kemudi menggenggam setir lebih erat. “Tunggu di sana, oke? Aku akan menyusul. Kirim alamat rumah sakitnya sekarang” ucapnya cepat, suaranya dipenuhi kekhawatiran yang nyata. Mobil itu pun melaju lebih kencang, mata Bryan menatap jalan di depan, tapi pikirannya tersita oleh kekhawatiran untuk Vera.

1
Dwi Winarni Wina
kasian luna diperlukan kayak pembantu sm orgtua angkatnya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!