Di sebuah pulau kecil di Jeju, Lee Seo Han menjalani kehidupannya yang sunyi. Ditinggal kedua orang tuanya sejak remaja, ia terbiasa bergulat dengan kesendirian dan kerasnya kehidupan. Bekerja serabutan sejak SMA, ia berjuang menyelesaikan pendidikannya sendirian, dengan hanya ditemani Jae Hyun, sahabatnya yang cerewet namun setia.
Namun musim panas itu membawa kejutan: Kim Sae Ryeon, cahaya yang menyinari kegelapan hidupnya. Perlahan tapi pasti, Seo Han membuka hatinya untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini ia hindari. Bersama Sae Ryeon, ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang mencintai dan dicintai.
Tapi takdir berkata lain. Di puncak kebahagiaannya, Seo Han didiagnosis mengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit langka yang secara perlahan akan melumpuhkan tubuhnya. Di hadapan masa depan yang tak menentu dan ketakutan menjadi beban, Seo Han membuat keputusan paling menyakitkan: mengorbankan cintanya untuk melindungi orang tersayang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahmad faujan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HATIKU TERPANAH OLEH CINTAMU
(sedikit iklan visual para pemain cerita novel DA'S LITTLE FAMILY IN JEJU)
...----------------...
Mata Jae Hyun tiba-tiba berbinar melihat sesuatu di kejauhan. "EH! ADA PERMAINAN PANAH! AYO, AKU JAGOAN PANAH NIH!"
Dia menarik lengan Seo Han yang masih sibuk membersihkan sisa es krim dan menyeretnya ke arah stan permainan panahan. Stan itu dikelilingi oleh hadiah-hadiah boneka besar, dan beberapa pasangan sedang mencoba peruntungan mereka.
"Kamu bisa tidak, Han?" tanya Jae Hyun sambil membayar pada penjaga stan.
"Bisa lah, masa segitu aja tidak bisa," jawab Seo Han dengan percaya diri. Tapi saat busur dan anak panah sampai di tangannya, dia menyadari bahwa ini tidak semudah kelihatannya. Tangannya yang biasanya lihai memasak, ternyata kaku memegang busur.
Anak panah pertama meleset jauh dari target. Yang kedua malah nyangkut di papan kayu di sebelah papan target. Jae Hyun tertawa terpingkal-pingkal sambil merekamnya dengan ponsel.
"JAGOAN MASA GITU DOANG!" ejeknya.
"KAMU YANG COBA KALAU JAGOAN!" balas Seo Han sambil menyerahkan busur.
Jae Hyun, dengan gaya over-acting seperti pemanah Olimpiade, membidik dengan sangat serius. Tapi hasilnya... hampir sama buruknya dengan Seo Han. Hanya satu anak panah yang nyangkut di tepi target, itu pun hampir jatuh.
Melihat wajah Jae Hyun yang kecewa, Seo Han tidak bisa menahan tawa. "JAGOAN BENERAN NIH! JAGOAN NYASAR!"
Tawa mereka terhenti ketika mendengar suara lembut dari belakang mereka. "Boleh saya coba?"
Seo Han berbalik dan menemukan Choi Seo Ryeon berdiri di sana, dengan senyum kecil di bibirnya. Rupanya gerai makan orang tuanya sudah sepi pembeli.
"Wah, silakan!" kata Jae Hyun dengan antusias, menyodorkan busur.
Dengan gerakan yang anggun dan penuh keyakinan, Choi Seo Ryeon membidik. Tubuhnya tegak, matanya fokus. Whoosh! Anak panah pertama tepat mengenai sasaran kuning. Whoosh! Yang kedua di sasaran merah. Whoosh! Yang ketiga tepat di tengah-tengah!
Seo Han dan Jae Hyun melongo. Penjaga stan pun terkesan, lalu memberikan boneka kelinci besar sebagai hadiah.
"Untuk kalian," kata Choi Seo Ryeon, menyodorkan boneka itu pada Seo Han dengan pipi memerah. "Sebagai ganti es krim yang tadi..."
Seo Han menerima boneka itu dengan tangan sedikit gemetar. "Terima kasih. Kamu... hebat sekali."
"Boleh gabung kan?" tanya Seo Ryeon.
Jae Hyun dan Seo Han saling pandang sebentar, lalu kompak menjawab, "Boleh!"
Seo Han berjalan di sebelah Seo Ryeon, tangannya masih memeluk boneka kelinci besar yang diberikan gadis itu. Suasana antara mereka berdua terasa hangat, namun diwarnai sedikit keheningan yang malu-malu.
"Tadi... terima kasih lagi untuk bonekanya," ucap Seo Han, memecah kebisuan.
"Sama-sama. Kebetulan saja aku dulu ikut klub panahan waktu SMA," jawab Seo Ryeon dengan rendah hati.
"Masa kebetulan bisa sehebat itu?" goda Seo Han ringan, memberanikan diri.
Seo Ryeon hanya tersenyum sambil menunduk, pipinya kembali berwarna merah muda.
"Kita main itu yuk, pasti seru!" kata Jae Hyun sambil menunjuk ke wahana roller coaster.
Seo Han menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak ah, tidak mau. Aku cari yang lain saja."
"Sudah, ayo! Pasti seru," kata Seo Ryeon sambil mendorongnya mendekat.
Mereka bertiga berjalan mendekati wahana tersebut.
"Plis lah, kita cari yang lain saja ya," kata Seo Han memelas.
"Terlambat!" kata Jae Hyun mendorong dan Seo Ryeon menguncinya. Mereka bertiga segera naik.
Jae Hyun dengan kameranya merekam tiap detik.
Saat wahana mulai berjalan, Seo Han menutup mata sambil berteriak-teriak. "Ahhh! Sumpah aku mau mati rasanya! Aaaahhh!" Seo Han benar-benar ketakutan.
"Wahhh! Coba buka mata kamu, dan lihat! Ini sangat seru, lho," ucap Seo Ryeon.
Sementara itu, Jae Hyun sibuk merekam Seo Han yang ketakutan. "Kamu lucu sekali, asli, Han!"
Saat berada di ketinggian atas, tiba-tiba wahana turun dengan cepat.
"Aaaahhh, aku belum nikah! Plis, aku masih mau hidup! Ahhh!" kata Seo Han benar-benar takut.
Tiba-tiba, tangan yang mencengkeram erat pengunci kursinya dipegang oleh tangan lain. Seo Han membuka mata, menyadari itu adalah tangan Seo Ryeon.
"Sudah, tenang, aman kok," kata Seo Ryeon, suaranya menenangkan di tengah deru angin. "Kamu laki-laki harus berani dong."
Sentuhan itu bukan hanya sentuhan fisik; itu adalah pereda panik yang instan. Jantung Seo Han memang masih berdebar kencang karena kecepatan wahana, tetapi detak itu kini bercampur dengan irama yang benar-benar baru, irama yang terasa hangat dan asing. Kepalanya yang dipenuhi ketakutan akan kematian seketika kosong.
Ketika wahana berhenti, Seo Han melompat keluar, masih memeluk boneka kelinci besar. Tangannya yang disentuh Seo Ryeon terasa panas.
"Seru kan, Han?" tanya Jae Hyun, tertawa sambil menyeka air mata akibat tawa.
Seo Han tidak menjawab. Ia hanya melihat telapak tangannya. Ia bisa merasakan dinginnya pendingin dari pegangan wahana, tapi ada sisa kehangatan lembut dari sentuhan Seo Ryeon. Di tengah teriakan dan hiruk pikuk festival, sentuhan itu terasa seperti ketenangan beku (seperti snow) yang tiba-tiba jatuh di musim panas. Sentuhan itu... berhasil membuat ia melupakan Seoul, masa lalu, dan bahkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Ia menoleh. Tiba-tiba, ia tidak lagi ingin jadi CEO; ia hanya ingin tahu lebih banyak tentang gadis yang baru saja membuatnya berani berteriak, dan berani merasa