Saat membuka mata, Anala tiba-tiba menjadi seorang ibu dan istri dari Elliot—rivalnya semasa sekolah. Yang lebih mengejutkan, ia dikenal sebagai istri yang bengis, dingin, dan penuh amarah.
"Apa yang terjadi? bukannya aku baru saja lulus sekolah? kenapa tiba-tiba sudah menjadi seorang ibu?"
Ingatannya berhenti disaat ia masih berusia 18 tahun. Namun kenyataannya, saat ini ia sudah berusia 28 tahun. Artinya 10 tahun berlalu tanpa ia ingat satupun momennya.
Haruskah Anala hidup dengan melanjutkan peran lamanya sebagai istri yang dingin dan ibu yang tidak peduli pada anaknya?
atau justru memilih hidup baru dengan menjadi istri yang penyayang dan ibu yang hangat untuk Nathael?
ikuti kisah Anala, Elliot dan anak mereka Nathael dalam kisah selengkapnya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zwilight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 34 | Tokyo In Love
Anala mengerjapkan matanya, sedikit menahan napas saat menyadari bahwa tubuhnya sedang dikungkung oleh sebuah lengan besar nyaris membuatnya jantungan. Dengan gerakan sepelan mungkin, Anala pelan-pelan menggerakkan kepalanya, sedikit mendongak pada Elliot yang masih tertidur lelap.
Sontak ia melirik ke pakaian mereka, matanya langsung mendelik diikuti helaan kasar. Cih, masih pake baju. Heran... kok nggak di apa-apain sih? ia membatin seperti orang kurang belaian.
Saat bibirnya mengerucut kecewa, pandangannya beralih pada setiap jengkal tubuh Elliot. Ia menelan ludah, tenggorokannya mendadak kering seketika. Jantungnya juga berdetak cepat, persis seperti anak remaja.
Gawat, jantungku goyang dombret kayak sound horeg! ini kenapa sih tangannya seksi banget... gila... pengen kokop.
Ia terus mencoba mengatur napas sebaik mungkin agar tak membangunkan Elliot. Selain itu, dia juga tidak bisa memaksa untuk turun dari ranjang karena Elliot menjegalnya begitu solid. Namun matanya terlalu jelalatan sampai dia sendiri harus memejamkan mata sekuat tenaga.
Tutup mata Anala, nggak usah mikirin hal aneh! jangan mesum!
Batinnya berisik sementara pipinya makin lama makin memerah terbawa suasana. Ia hanya berharap agar pria ini cepat bangun. Namun tangan Elliot makin kuat memeluknya, Anala jadi harus menelan ludah lagi sambil mengernyit.
Tangannya pelan-pelan mulai terangkat, jarinya menjelajah pelan diwajah Elliot. Ia tersenyum ketika tangannya berhenti di ujung hidung Elliot. "Asal kamu tau... sejak kecil aku udah suka sama kamu. Tapi gengsi buat ngaku."
Namun tangan itu ditahan oleh Elliot, saat Anala menatap ke arahnya tiba-tiba mata itu sudah terbuka dengan nyalang. Anala langsung membelalak dan refleks menjauhkan tangannya yang sedang ditahan oleh Elliot.
"Se–sejak kapan kamu bangun?" nadanya terbata, ragu-ragu untuk menatap jelas ke arah suaminya. "Barusan. Aku terganggu karena kamu tiba-tiba nyentuh wajahku seenaknya." Elliot melepaskan tangan Anala, juga menjauhkan tubuhnya agar perempuan itu bisa bergerak lebih bebas.
Perempuan itu langsung berdecih, matanya menyipit tak suka. "Pelit amat." katanya dengan pipi menggembung, kepalanya diputar ke arah lain— terlalu malu untuk menatap Elliot. "Ntar kalau aku nyentuh wajah pria lain, kamu malah ketar ketir."
Anala hanya hendak bercanda, tapi Elliot buru-buru memegang bahunya hingga pandangan Anala kembali lurus padanya. Kepalanya menggeleng cepat, tangan Anala kini sudah ia letakkan di wajahnya. "Aku nggak terganggu! semuanya boleh kamu sentuh, apapun!"
Anala tersentak, terlalu mendadak dan terlalu dekat. Siapa yang tidak kaget tau-tau tangannya dibawah ke wajah orang tampan sesukanya? bayangin dari yang sebelumnya bernapas normal, mendadak berubah seperti orang kena asma. Alias nggak bisa napas.
"La?" panggil Elliot lagi, nadanya lembut banget. Matanya bahkan sampai berbinar polos, minta di apa-apain. Anala langsung menolehkan kepalanya ke arah lain, menyempatkan diri untuk mengumpat dalam hati. Bangsat! berasa lagi ngadepin anak kucing yang lucu pool.
Setelah hatinya tenang ia kembali menoleh pada Elliot dan tersenyum polos. "Kenapa tiba-tiba gini ya?" garis bibirnya masih tetap sama, terangkat membentuk senyuman lebar.
Sedangkan wajah Elliot pun perlahan memerah, ia mulai sadar pada tingkah anehnya. "A–aku... udah lah lupain aja!" ia melepas tangan Anala dan kembali bertingkah datar seperti biasa.
Ia bangkit dari ranjang dengan tingkah sok coolnya dan langsung menuju ke kamar mandi. Anala jadi mengernyit keheranan, tidak paham pada jalan pikiran suaminya sendiri. "Aneh... tiba-tiba lucu kayak kucing, eh diwaktu yang sama bisa tiba-tiba galak kayak singa!"
***
Sarapan mulai kosong di piring masing-masing. Suara tenang dari alunan musik jazz membuat suasana pagi ini terasa makin klasik dan menenangkan. Nampaknya pelanggan hotel sedikit ramai, cukup banyak pasangan yang sarapan pagi ini.
Anala menegak air putih di gelasnya hingga tandas. Tangannya juga meraih tissue dan menyeka bekas minumnya. Di depannya Elliot terlihat fokus pada tab-nya, sementara Nathael masih sibuk dengan buah-buahan segar yang menghiasi piring kecilnya.
"Abis ini ayo ke Ginza," mata Anala terlihat berbinar, menunggu anggukan Elliot dengan sabar. Sementara si Elliot justru memandangnya dengan kening berkerut nyaris seribu. "Kamu mau shopping?"
Tanpa mengubah ekspresi wajahnya, Anala mengangguk cepat. Dia bahkan dengan santai menggeser kursinya dan mengalungkan tangan dilengan Elliot. "Iya, sekalian mau cari baju couple buat datang ke pameran nanti siang."
Perasaan Elliot langsung tak enak. Tab-nya mendadak tak lagi menarik, justru tengkuknya yang mendadak gatal. "Duh... jangan deh," suaranya pelan, tapi penolakannya jelas. "Aku masih trauma sama kaos Sanrio waktu itu. Apalagi sekarang lagi di Tokyo. Nggak deh... nggak mau!"
Anala menyatukan alisnya, memandang Elliot dengan kening berkerut. "Apa sih? justru bagus kalau samaan. Biar nanti kalau kamu ilang, nggak susah buat cari keluarganya."
"Kamu anggap aku bayi?"
Perempuan itu langsung mengangguk cepat. "Iya, bayi aku..." tangannya mulai berani menyentuh wajah Elliot, nada ejeknya malah semakin parah. "Cup cup... sini Mama pukpuk pantatnya." dia mengejek tapi wajahnya kayak mendalami peran.
Sontak Elliot langsung bergidik ngeri, bulu kuduknya sampai merinding. Wajahnya memerah—malu. "Sakit jiwa!" ia buru-buru melepaskan diri dari jeratan tangan Anala, dan menggeser kursinya lebih dekat pada Nathael.
"Tolongin Papa, Nael." katanya dramatis. Sementara Nathael yang sejak tadi mengamati tingkah Mama dan Papanya hanya bisa tertawa cekikikan sampai anggur yang ada dalam mulutnya tiba-tiba muncrat keluar.
"Papa sama Mama lucu banget. Anggur Nael sampai muncrat," disela tawanya, suara itu terdengar bahagia tanpa sarat. "Mama kamu tuh nggak jelas, tiba-tiba banget bertingkah kayak ibu-ibu anak delapan." Elliot sengaja menyindir, Anala hanya menanggapi dengan kekehan pelan.
"Eh tapi aku mau ngomong serius deh El." kursinya kembali digeser lebih dekat pada Elliot, namun pria itu juga buru-buru menggeser. "Mau ngomong apa? perasaanku nggak enak." wajahnya sampai berubah kayak kepiting rebus, sepertinya masih teringat soal puk-puk di pantat itu.
Anala mengangkat dua jarinya, wajah serius dan terlihat meyakinkan. "Serius deh, ini soal jam tangan yang kemaren aku ambil dari Yohane." mendengar hal itu, Elliot langsung berubah datar. Ia berdehem pelan, lalu kembali pura-pura menyibukkan dirinya pada pekerjaan. "Emangnya kenapa?"
Wajahnya benar-benar berubah serius. "Kalau dijual lagi kira-kira laku berapa ya? secara kan suratnya nggak ada nih, emang tok cuman jam tangan itu doang."
Ucapan yang blak-blakan itu membuat Elliot refleks menghentikan fokusnya. Ia mengerjap sekali, memandang Anala dengan hati-hati. "Kamu serius mau jual jam tangan itu?"
"Ya iyalah, lumayan tau..." senyumnya tersungging tanpa rasa bersalah, matanya sampai menyipit terlihat bahagia. "Bantuin aku jual jam itu, nanti aku kasih kompensasi deh... setengah buat kamu, gimana?" alisnya sampai terangkat satu, bertingkah jadi seorang bos.
Elliot justru menatapnya dengan pandangan datar, matanya berotasi untuk sekedar melepas pemandangan tak tau malu didepannya. "Beneran deh, setengah buat kamu. Bantuin ya?" tangannya meraih sebuah strawberry.
Elliot menatapnya lama, tangannya bersedekap di dada. "Kamu beli jam itu pakai uangku." tatapannya lurus pada Anala, suaranya juga datar. "Bukan uang bulanan, tapi uang dari kartu pribadiku." kini gantian Elliot yang menatap Anala sambil mengangkat satu alisnya.
Ukhuuk...
Dalam sekejap ia tersedak buah berry yang belum lama ini masuk ke mulutnya. Nathael sampai panik dan menyodorkan minuman padanya. "Hati-hati Ma, minum dulu." anak baik yang penuh perhatian. "Iya, maaf sayang. Mama kaget." ia meraih gelas itu dan meminumnya seteguk.
Anala sampai tidak punya muka untuk menatap mata Elliot lagi. Terlalu memalukan saat tahu bahwa ternyata dia belikan hadiah untuk selingkuhan dengan uang suaminya sendiri. Pandangan Anala hanya tertunduk sambil terus mengutuk dirinya dimasa lalu.
"Parah... selingkuh pun tetap nggak modal."
Elliot terus memperhatikan tingkah Anala. Dia bisa lihat bahwa wanita itu sedang malu bukan main, perlahan garis bibirnya terangkat hingga seringai tergambar diwajahnya.
Baru juga ke bongkar satu, masih terlalu dini buat ngerasa malu, Anala...