Bismillah karya baru FB Tupar Nasir
WA 089520229628
Sekuel dari Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten
Kapten Excel belum move on dari mantan istrinya. Dia ingin mencari sosok seperti Elyana. Namun, pertemuan dengan seorang perempuan muda yang menyebabkan anaknya celaka mengubah segalanya. Akankah Kapten Excel Damara akan jatuh cinta kembali pada seorang perempuan?
Jangan lupa ikuti kisahnya, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Tiba Di Kampung
Tiga jam kemudian, bis yang ditumpangi Zinni tiba di terminal. Akan tetapi, dia masih harus menaiki satu kali angdes atau angkutan pedesaan yang akan mengantar dirinya ke kampung halaman.
Terpaksa Zinni harus menunggu angdes tujuan ke kampungnya yang belum tiba. Memang angdes menuju kampungnya jarang, sehari bisa dihitung berapa armada yang beroperasi.
Akhirnya setelah Zinni menunggu dengan sabar, angdes menuju kampungnya, datang. Zinni segera menaikinya, walau demikian, ia masih harus tetap menunggu sampai angdes itu penuh.
Satu per satu penumpang angdes mulai berdatangan dan menaiki angkutan itu. Sampai lima belas menit kemudian, angdes pun penuh. Sang sopir segera menyalakan mesin mobil, lalu melajukan dengan kecepatan sedang angkutan pedesaan itu.
Lamunan Zinni kembali mengantarkan dirinya ke masa dua tahun yang silam. Saat itu masih ada kedua orang tuanya. Mereka hidup bahagia di kampung itu. Namun, kebahagiaan itu mulai terenggut, saat Bu Zihan harus meregang nyawa saat mati lampu.
Saat itu mati lampu, Bu Zihan melangkah meraba-raba tembok, tiba-tiba kakinya kepleset dan jatuh sampai nyawanya tidak tertolong.
"Ya Allah, ibu. Kenapa ibu cepat banget tinggalkan Zinni? Bapak juga. Pak, kenapa setelah ibu pergi, bapak justru menyusul ibu pergi? Tidak tahukan kalian, di sini Zinni sangat kesepian?" batinnya. Tiba-tiba air matanya meleleh membasahi pipi. Buru-buru Zinni menyeka air mata itu, karena ia takut ketahuan orang lain.
Mobil angkutan pedesaan semakin jauh dari terminal. Mulai lima belas menit kemudian, beberapa penumpang mulai berhenti dan turun. Sedangkan Zinni masih harus menunggu 45 menit lagi sampai di kampung halamannya yang hampir setahun lebih sejak kepergian Pak Zainal sang bapak, meninggal, kampung itu ia tinggalkan.
"Ya ampun, kalau aku kembali ke kampung itu, apakah rumah peninggalan bapak ban ibu masih layak aku tempati dan bagus? Dan bagaimana kalau sambungan listriknya sudah diputus pihak PLN?" Zinni tiba-tiba merasa risau ketika ia harus tinggal beberapa hari di rumah peninggalan kedua orang tuanya, yang tentu saja rumah itu sudah diputus sambungan listriknya oleh pihak PLN.
Zinni tidak bisa membayangkan apabila listrik itu mati, sementara dirinya sangat takut dengan gelap gelap sejak tragedi meninggalnya sang ibu.
Akhirnya Zinni sampai juga di kampung halamannya. Ia segera menuruni angkutan pedesaan. Setelah membayar ongkosnya, Zinni bergegas menuju rumah peninggalan kedua orang tuanya yang jaraknya dari jalan besar tadi, sekitar 50 meter.
Jalanan di kampung itu masih terlihat sepi. Mungkin orang-orang kampung masih berada di ladang atau di sawahnya masing-masing. Dan memang di jam 11 siang ke bawah, orang-orang kampung yang kebetulan meladang atau membajak sawah, akan kembali pulang saat jam 12 siang atau suara adzan berkumandang.
Rumah peninggalan kedua orang tua Zinni sudah mulai kelihatan gentingnya. Zinni sudah tidak sabar ingin segera sampai di rumah itu, meskipun hatinya was-was dengan keadaan rumah yang pastinya tidak sebagus dulu ketika ia pertama kali tinggalkan.
"Zinni, kamu Zinni bukan?" Seseorang menegur Zinni. Sementara Zinni yang memang sedang melamun, hanya fokus ke jalan yang ia tapaki.
Sejenak Zinni terkejut, ketika ada sebuah suara menegurnya. Kepala Zinni mendongak dan mengarahkan tatapnya pada suara yang menegurnya tadi.
"Mak Idoh. Ini Mak Idoh bukan? Bagaimana kabarnya Mak?" tanya Zinni mengenali sosok yang tadi menegurnya.
"Syukurlah, ini kamu Zinni. Ayo, ikut emak," ujar perempuan setengah abad itu seraya menarik lengan Zinni, sebelum sebuah mobil jeep mendekat dan melewati jalan muka menuju rumah peninggalan kedua orang tua Zinni.
Perempuan 50 tahun itu berhasil membawa Zinni ke belakang rumah peninggalan orang tua Zinni. Mak Idoh nafasnya tersengal, begitu juga Zinni. Zinni menatap lekat ke arah Mak Idoh, dia merasa heran, kenapa Mak Idoh menariknya ke belakang rumah dengan wajah yang was-was.
"Ada apa sebetulnya, Mak?" heran Zinni sangat ingin tahu.
Mak Idoh meletakkan telunjuknya di bibir, pertanda memberi kode supaya Zinni tidak bicara.
"Kenapa, Mak?" bisik Zinni sangat penasaran.
"Jangan bersuara, mereka yang mengendarai jeep tadi sedang menuju kemari."
"Siapa mereka?" Zinni masih penasaran.
"Kamu diam dulu, dan ikuti emak. Nanti kamu akan tahu sendiri," aba-aba Mak Idoh.
Zinni patuh dan menurut apa yang diarahkan Mak Idoh, tetangga rumah kedua orang tua Zinni, meskipun rumah orang tuanya dengan rumah Mak Idoh berjarak dan renggang.
Deru suara mobil jeep mulai terdengar mendekati rumah peninggalan orang tua Zinni. Zinni terkesiap dan heran siapakah mereka.
Sementara Mak Idoh, tetap memberi kode agar Zinni tetap tidak bersuara dan mengikuti arahannya.
Beberapa saat kemudian, mulai terdengar suara beberapa orang berbicara. Tapi kurang jelas apa yang mereka bicarakan.
Meskipun Zinni penasaran siapakah mereka, tapi, Zinni tidak bisa bertanya disaat keadaan seperti mengkhawatirkan. Begitu kira-kira yang kini sedang Zinni rasakan.
"Ikuti emak, mereka mulai berjalan ke belakang rumah," bisik Mak Idoh. Mak Idoh membawa Zinni ke samping kiri rumah peninggalan orang tua Zinni, lalu Mak Idoh membawa Zinni bersembunyi di balik drum-drum yang isinya tumpukan karung yang sudah usang.
Tadinya Mak Idoh, mau mengajak Zinni menuju rumahnya yang masih berjarak kurang lebih 30 meter dari rumah Zinni, tapi sepertinya tidak akan memungkinkan. Karena beresiko akan ketahuan orang-orang yang turun dari jeep itu.
"Kita harus bersembunyi di sini. Kita akan aman kalau kita tidak melakukan pergerakan. Usahakan kamu tidak batuk, supaya persembunyian kita tidak diketahui mereka," ujar Mak Idoh memberi peringatan. Mereka kini sudah bersembunyi di balik drum-drum yang dipenuhi tumpukan karung dan plastik usang.
Benar saja orang-orang yang turun dari jeep itu, kini menuju belakang rumah orang tua Zinni. Terdengar dari derap langkah kaki dan suara yang mulai terdengar.
"Tajamkan telinga," bisik Mak Idoh.
"Saya takut, Mak. Takut mereka jahat dan mengetahui keberadaan kita," ungkap Zinni, jantungnya berdebar-debar.
"Kamu harus tenang, jangan dulu berkata-kata, kita dengarkan pembicaraan mereka.
"Beberapa bulan lagi, tanah Zainal akan genap dua tahun tidak digarap atau terbengkalai. Kita ada alasan untuk menyitanya, karena tanah ini tidak terurus dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya," tutur salah seorang dari mereka yang entah berapa orang.
"Betul sekali, kita akan merampas aset, karena usianya sebentar lagi akan menyentuh dua tahun, dan tanah ini tidak berfungsi sama sekali," timpal yang lain.
Jantung Zinni berdegup kencang ketika mendengar pembicaraan mereka tentang tanah peninggalan kedua orang tuanya.
"Apa yang mereka bicarakan. Kenapa mereka malah mau merampas tanah ini dengan alasan terbengkalai dan tidak berfungsi jika selama dua tahun tidak diapa-apakan? Aturan dari mana? Lalu kalau mereka melakukan itu, aku harus melakukan apa dan siapa yang bisa aku mintai tolong?" batin Zinni sedih.
"Lalu, bagaimana dengan sertifikatnya? Bukankah sertifikat kepemilikannya berada di tangan anak gadis Pak Zainal?" seru yang lain.
"Tenang saja, masalah gadis itu masalah kecil. Jika dia menolak perampasan, maka aku akan memberikan sebuah syarat. Dia harus mau aku jadikan istri muda. Ha ha ha ...."
Dada Zinni seketika terasa sesak sesaat setelah mendengar pernyataan salah satu pria yang turun dari mobil jeep tadi.
Siapakah orang-orang itu? Dan apakah Zinni akan ketahuan persembunyiannya oleh orang-orang itu. Nantikan episode selanjutnya besok ya. Jangan lupa vote dan dukungannya. Terima kasih. 🥰🥰🥰
kawal si exel sm zinni sampai ke pelaminan