Claire Jenkins, seorang mahasiswi cerdas dari keluarga yang terlilit masalah keuangan, terpaksa menjalani prosedur inseminasi buatan demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran.
Lima tahun kemudian, Claire kembali ke Italia sebagai penerjemah profesional di Istana Presiden. Tanpa disangka, ia bertemu kembali dengan anak yang pernah dilahirkannya Milo, putra dari Presiden Italia, Atlas Foster.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5 🩷
Di ruang arsip yang tenang, dengan rak-rak tinggi yang dipenuhi dokumen penting negara, Claire sedang mencari berkas yang diperlukan bersama Leah Harmon, kepala tim penerjemah yang telah bekerja di Istana Presiden selama tiga tahun.
"Leah, anak tadi..." Claire baru saja mulai berbicara ketika Leah segera menghentikannya.
"Ssst!" Leah mendekat dan berbisik, "Di sini, dilarang keras membicarakan kehidupan pribadi Presiden. Semua yang kau lihat dan dengar di sini tidak boleh diceritakan kepada siapa pun setelah jam kerja. Bukankah kau sudah menandatangani perjanjian kerahasiaan sebelum bekerja?"
Claire menatap Leah dengan wajah yang serius, lalu mengangguk dengan rasa malu, "Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Tidak apa-apa, yang penting kau ingat untuk lain kali," Leah mengingatkan dengan suara yang lembut namun tegas.
Claire mengangguk dan tersenyum, "Baik, aku mengerti."
Melihat ekspresi Claire yang polos, Leah merasa kasihan dan tiba-tiba mencondongkan tubuh untuk berbisik di telinga Claire, "Itu Milo Foster, putra Presiden. Orang-orang di istana biasanya memanggilnya Milo Kecil."
Bagaimanapun, semua orang di Istana mengetahui tentang situasi keluarga Presiden. Hari ini Claire juga sudah bertemu dengan Milo, jadi Leah merasa perlu memberitahunya informasi dasar.
"Putra Presiden?" Claire terkejut, matanya membesar di balik kacamata tebalnya. "Lalu Presiden..."
Sebelum dia bisa menyelesaikan pertanyaannya yang penuh rasa ingin tahu, Claire menyadari bahwa dia hampir melanggar batas lagi dan berhenti bicara.
"Jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun di luar sana, kalau tidak, kariermu sebagai penerjemah akan berakhir sebelum dimulai," Leah mengingatkan sekali lagi sambil memastikan tidak ada orang lain di sekitar mereka.
Claire mengangguk dengan serius, "Terima kasih, Leah. Aku benar-benar mengerti sekarang."
"Baiklah, cepat cari berkas yang kita butuhkan, lalu aku akan menunjukkan lingkungan kerja yang lain kepadamu."
***
Keesokan harinya, Claire kembali menjalani rutinitas orientasi karyawan baru. Leah mengajaknya berkeliling Istana untuk mengenal lingkungan kerja yang megah dan penuh sejarah. Ketika mereka tiba di luar kantor Atlas, Daisy sekretaris pribadi Presiden, meminta Leah menunggu di luar dan mengajak Claire masuk.
Atlas berdiri di depan jendela yang besar, memandangi taman istana yang indah sambil memegang secangkir espresso. Cahaya matahari pagi menerangi sosoknya yang tinggi dan berwibawa. Mendengar suara langkah kaki, dia berbalik dan melirik Claire dengan tatapan yang netral.
"Tuan Presiden, selamat pagi. Saya Claire dan hari ini adalah hari kedua saya bekerja di sini." Claire menundukkan kepala dengan hormat, tidak berani menatap langsung ke arah Atlas.
Atlas memperhatikan penampilan Claire sekilas. Kacamata berbingkai hitam yang besar, rambut coklat panjang yang tergerai lurus tanpa hiasan, kemeja putih yang dikancingkan rapi hingga kerah, dan blazer hitam yang formal. Seluruh penampilannya memberikan kesan yang sangat konservatif dan profesional.
Jika bukan karena rekomendasi langsung dari Menteri Luar Negeri, tak seorang pun akan menyangka bahwa wanita dengan penampilan sederhana ini menguasai empat bahasa dengan sempurna.
Setelah sekali pandang, Atlas mengalihkan perhatiannya kembali ke pemandangan di luar jendela. "Baik, kalian boleh pergi."
"Baik, Tuan" Daisy mengangguk dengan senyum profesional, lalu berkata kepada Claire, "Mari kita lanjutkan tur orientasi."
Claire tersenyum tipis, mengangguk, dan berbalik untuk keluar bersama Daisy.
"Apakah Menteri Keuangan sudah tiba? Jika sudah, suruh dia langsung masuk ke ruang kerja saya," Atlas tiba-tiba berkata sambil tetap menatap ke luar jendela dan menyesap kopinya.
"Baik, Tuan. Saya akan segera menghubunginya."