Penakluk Cinta Sang Kapten

Penakluk Cinta Sang Kapten

Bab 1 Ditagih Uang Kost

TK Dahlia Ceria

     Jam 10 pagi, suasana di TK Dahlia Ceria mulai ramai, anak-anak TK A dan B mulai berhamburan keluar kelas. Pra orang tua yang menjemput sudah mulai berdatangan. Begitu juga dengan Excel.

     Excel baru pertama kali menjemput sang putri di TK itu, setelah kurang lebih sebulan Nada masuk TK. Elyana sang mama, saat ini sedang hamil muda. Terpaksa ia meminta Excel sang mantan suami untuk menjemputnya, sekalian karena Nada meminta tinggal di rumah Excel minggu ini.

     "Zinni, Bundanya Nada belum datang menjemput, ya?" tanya salah satu Guru di TK Dahlia pada Zinni salah satu Guru termuda di TK itu.

     "Sepertinya belum, Bu Falin. Tapi biasanya jam segini bundanya sudah tiba, mungkin sebentar lagi," jawab Zinni.

     "Oh, ya sudah, jagain dia, ya, jangan sampai lengah," peringat Guru yang bernama Falin sambil berlalu.

     "Bu Guru, Nda pengen naik perosotan," pinta Nada seraya meraih tangan Zinni lalu menariknya menuju perosotan.

     Zinni mengikuti kemauan bocah itu, dan mengawasi permainannya.

     "Duh, ke mana bundanya Nada, kenapa masih belum muncul? Aku hubungi saja kali, ya?" putusnya seraya meraih HP dalam saku jasnya.

     "Permisi, maaf, saya mau menjemput putri saya, apakah masih ada di sini?" Seorang pria berbaju loreng menghampiri ke taman permainan lalu menyapa Zinni yang tengah meraih Hp di saku jasnya.

     Zinni sontak menoleh, dengan kerungan kening yang dalam. "Siapa nama putrinya, Pak?" tanya Zinni.

     "Nada Exceliana Damara," jawab pria bernama Excel itu.

     "Oh, Nada, ya? Sebentar. Bapak tidak mengada-ngada, kan? Soalnya yang biasa menjemput Nada adalah mamanya? Kalau memang Anda papanya, tapi kenapa Bundanya Nada tidak konfirmasi ke saya, ya?" Zinni ragu kalau Excel benar-benar papanya Nada.

     Sebentar, saya hubungi dulu Bundanya Nada." Zinni mengangkat tangan supaya Excel sabar dulu.

     "Tidak perlu menghubungi mamanya, orang saya yang sudah dihubungi langsung dan meminta saya untuk menjemput anak saya kok. Kamu ini Guru baru atau apa? Seperti meragukan saya. Memangnya saya penjahat?" sergah Excel kesal.

     "Sebentar, ya, Pak. Untuk memastikan, saya hubungi dulu mamanya Nada," kekeuh Zinni.

     "Papaaa." Teriakan Nada sontak mengagetkan Zinni yang tadinya akan menghubungi Elyana.

     Zinni menatap Nada yang menghampiri pria berbaju loreng dengan panggilan papa itu.

     "Sayang, mama suruh papa jemput kamu. Ayo kita pulang," celoteh Excel sembari mencium pipi gemil sang bocah.

     "Ayo Papa."

     "Ohh, ini benar papanya Nada, ya? Saya minta maaf, ya, Pak, tadi sudah salah duga. Sekali lagi mohon maaf," ujar Zinni merasa tidak enak karena sempat menduga yang tidak-tidak terhadap Excel.

     Excel mendilak kesal ke arah Zinni. "Lain kali jangan dibiasakan berprasangka buruk dulu sama orang, nanti akibatnya malu sendiri," dengus Excel sembari bergegas meninggalkan taman bermain di TK itu.

     Zinni menatap kepergian Nada yang dibawa Excel, dia merasa bersalah atas sikapnya tadi.

     "Ya ampun, gara-gara aku berprasangka buruk, jadinya begini," sesal Zinni seraya memasuki ruangan Guru dan bersiap untuk pulang.

     "Lagian, mamanya Nada tidak memberitahukan dulu kalau Nada mau dijemput papanya. Aku, kan belum tahu yang mana papanya Nada," gumamnya sembari membereskan alat-alat kerja miliknya di meja.

     "Kenapa Zin, pria tadi?" tanya Falin heran.

  "Tidak, saya sedikit salah paham Bu Falin. Tadinya saya pikir pria itu bukan papanya Nada, saya mau menghubungi mamanya Nada karena beliau tidak ada konfirmasi ke saya, kalau yang menjemput hari ini ternyata papanya," jawab Zinni.

     "Oh begitu? Lain kali tanya dulu baik-baik jangan langsung menduga yang tidak-tidak," peringat Falin.

     "Baik, Bu." Zinni mengakhiri aktifitasnya di kelas itu. Kini dia bersiap untuk pulang ke kosannya di wilayah Tagog Seungit.

     Zinni berjalan menuju halte di mana ia biasa mencegat angkot ke kosannya. Niatnya hari ini mau mencari lagi pekerjaan sampingan di luar Guru TK. Tapi, nyatanya begitu sulit. Dari sejak dua hari yang lalu, dia belum menemukan pekerjaan lain di luar Guru.

     Perempuan muda berusia 22 tahun itu menduduki bangku halte seraya menunggu angkot tujuannya lewat.

     "Ya ampun, ke mana aku harus mencari pekerjaan lain? Di mall atau toko baju, kek, untuk tambahan. Kalau tidak dapat tambahan, dari mana aku harus bayar kosan yang sudah nunggak satu bulan? Mana yang punya kontrakan sudah nagih terus." Zinni sangat bingung harus ke mana di mencari tambahan untuk bayar uang kost rumahnya.

      Gaji Zinni sebulan dari ngajar TK, tidak seberapa. Hanya cukup untuk makan sehari-hari, itupun kadang tidak cukup.

     Angkot yang ditunggu Zinni tiba, perempuan muda berhijab gaul (bukan syar'i), berwajah lumayan ayu itu segera mencegatnya. Buru-buru ia naik dan menduduki jok angkot. Angkot segera melaju meninggalkan tempat itu.

     Setengah jam kemudian, Zinni tiba di tempat tujuan. Dia menghentikan angkot, lalu membayar ongkosnya.

     Untuk menuju kost-annya, Zinni masih harus jalan kaki sebanyak 200 meter. Tiba di sana, di depan kost-annya sudah ada seorang perempuan paruh baya duduk di teras depan kost-an.

     "Bu Mila, siang, Bu."

     Wanita paruh baya yang disapa Mila itu mendilak ke arah Zinni, menatapnya kesal seraya mendengus.

     "Kebetulan kamu sudah pulang, saya sengaja menunggu kamu di sini hanya untuk menagih uang kost yang kamu janjikan. Kalau kamu masih belum bisa bayar hari ini juga, maka kamu harus angkat kaki dari sini. Atau kalau kamu masih belum punya uang juga, saya bisa lunaskan uang kost itu, asal kamu mau menikah dengan adik saya," tegas pemilik kost penuh tekanan.

     Zinni tersentak, matanya membelalak. Mana mau dia menikah dengan adiknya Bu Mila yang sama tuanya dengan Bu Mila. Belum lagi pria itu culamitan, perut buncit, uban tua sudah muncul dan doyan main perempuan.

     "Amit-amit," batinnya seraya mengusap dada tanpa sadar.

     "Heh, ngapain kamu ngusap-ngusap dada? Ngatain adik saya, hah?" tuduh Bu Mila sambil melotot.

     "Tidak, Bu."

     "Kalau begitu, cepat bayar uang kost yng sudah nunggak satu bulan itu," desak Bu Mila.

     "Tolong, Bu Mila, kasih saya kesempatan sampai seminggu. Saya janji akan segera melunasi jika saya berhasil jual tanah di kampung. Saya, mohon Bu Mila sabar, " mohon Zinni meminta tempo.

     "Seminggu? Tidak bisa. Saya kasih tempo paling lama dua hari mulai sekarang. Jika selama tempo yang say berikan kamu masih belum bayar juga, maka kamu harus angkat kaki dari kostan ini. Enak saja mau nempati, tapi tidak mau bayar. Dasar perempuan kere," dumel Bu Mila sambari meninggalkan Zinni di sepan kost-annya.

     Untuk sejenak Zinni bisa bernafas lega, tapi tidak untuk lusa dan seterusnya, dia akan benar-benar terusir setelah itu.

Tes ombak ya, apakah banyak yang mampir. Jangan lupa dukungannya ya teman-teman.

Terpopuler

Comments

Irni Yusnita

Irni Yusnita

lanjut Thor Uda saya kasih vote

2025-07-16

2

istiqlal👻👻

istiqlal👻👻

dari elyana terjun ke sini...penasaran sama ceritannya excel....

2025-07-26

1

Farid Atallah

Farid Atallah

hadir.
lanjut dong Thor 😚

2025-07-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!