Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
Musim semi datang tanpa suara. Tanah yang sebelumnya keras mulai melunak. Tunas-tunas kecil bermunculan dari sela tanah, dan aroma rerumputan basah menyelimuti desa setiap pagi.
Hari itu, hujan pertama turun.
Rintik kecil membasahi atap jerami rumah mereka. Qianru sedang duduk di ambang pintu, menghangatkan telapak tangan dengan cangkir teh jahe, sementara Lin Yun berdiri di bawah rintik, memandangi langit seakan hendak menantangnya.
“Kau tidak takut masuk angin?” seru Qianru.
Lin Yun menoleh, menyunggingkan senyum. “Aku suka hujan pertama. Rasanya seperti... membuka halaman baru.”
Qianru tertawa kecil. “Kau selalu menyukai yang tenang dan sunyi.”
Lin Yun duduk di undakan rumah, masih membiarkan bajunya basah. Hujan mulai turun lebih deras, menyelimuti ladang, tanah, dan genteng rumah yang berderak pelan.
“Maukah kau menanam bunga di pekarangan?” tanya Lin Yun, tiba-tiba.
Qianru memandangnya. “Bunga?”
“Untuk pertama kalinya, rumah ini menjadi rumah. Aku pikir... akan lebih hangat kalau ada bunga.”
Qianru tak langsung menjawab. Tapi esok paginya, ketika hujan berhenti dan kabut pagi naik dari tanah, ia pergi ke pasar desa dan membeli bibit bunga krisan, bunga kesukaannya sejak muda dulu—karena bunga itu kuat, tumbuh di musim apa pun, dan tetap mekar meski diterpa badai.
Beberapa minggu kemudian, pekarangan kecil di sisi timur rumah mulai berubah warna. Daun-daun muda tumbuh, beberapa kuncup kecil sudah mengintip dari balik tanah. Qianru menyiramnya setiap pagi, dan kadang Lin Yun akan menggali sedikit tanah untuk memastikan akar-akar kecil itu menjalar sehat.
Tak ada pengakuan, tak ada kata cinta. Tapi setiap kebersamaan mereka terasa seperti benih yang tumbuh perlahan—tidak tergesa, tidak dipaksa.
Suatu malam, saat angin musim semi berhembus lembut, Qianru duduk sendirian di depan rumah. Ia menatap langit, mencari bintang.
“Apa kau merindukan istana?” suara Lin Yun terdengar dari dalam.
Qianru terdiam sesaat. “Tidak.”
“Kau yakin?”
Ia menoleh, menatap Lin Yun yang kini duduk di sampingnya. “Aku merindukan beberapa orang... tapi tidak tempatnya. Di sana, aku merasa selalu harus bertahan. Di sini... aku bisa bernapas.”
Lin Yun mengangguk pelan.
“Dulu,” lanjut Qianru, “aku pernah berpikir cinta hanya bisa lahir di tempat megah, di antara keanggunan dan puisi. Tapi sekarang... aku mulai mengerti bahwa cinta mungkin justru tumbuh di tengah ladang, di antara bau tanah dan keringat.”
Lin Yun menunduk. “Qianru...”
“Belum,” Qianru memotongnya halus, sambil tersenyum. “Biar bunga itu mekar dulu.”
Pada akhir musim semi, bunga krisan pertama mekar di pekarangan. Warnanya putih bersih, berdiri tegak di bawah sinar pagi. Qianru mengelus kelopaknya, senyum tipis menghiasi wajahnya.
Lin Yun datang dari ladang, membawa sekeranjang sayur. Ia melihat bunga itu, lalu memandang Qianru. “Bungamu sudah mekar.”
“Bunga kita,” jawab Qianru. “Kau yang menyiapkan tanahnya.”
Hari itu, mereka makan siang di beranda rumah. Tidak ada pesta. Hanya dua piring nasi hangat, ikan sungai bakar, dan satu bunga krisan kecil yang ditaruh Qianru di mangkuk kayu sebagai hiasan.
Dan untuk pertama kalinya, Qianru menatap Lin Yun lebih lama dari biasanya. Bukan sebagai murid. Bukan sebagai pelindung. Tapi sebagai seseorang yang... bisa menjadi rumah.
Hujan pertama sudah datang. Bunga pertama sudah mekar.
Dan cinta... mungkin sudah mulai tumbuh di antara keduanya.
Bersambung