NovelToon NovelToon
TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:41.6k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Nasib sial tak terhindarkan menimpa Faza Herlambang dan mahasiswinya, Caca Wijaya, saat mereka tengah melakukan penelitian di sebuah desa terasing. Tak disangka, sepeda motor yang menjadi tumpuan mereka mogok di tengah kesunyian.

Mereka pun terpaksa memilih bermalam di sebuah gubuk milik warga yang tampaknya kosong dan terlupakan. Namun, takdir malam itu punya rencana lain. Dengan cemas dan tak berdaya, Faza dan Caca terjebak dalam skenario yang lebih rumit daripada yang pernah mereka bayangkan.

Saat fajar menyingsing, gerombolan warga desa mendadak mengerumuni gubuk tempat mereka berlindung, membawa bara kemarahan yang membara. Faza dan Caca digrebek, dituduh telah melanggar aturan adat yang sakral.

Tanpa memberi ruang untuk penjelasan, warga desa bersama Tetuah adat menuntut imereka untuk menikah sebagai penebusan dosa yang dianggap telah mengotori kehormatan desa. Pertanyaan tergantung di benak keduanya; akankah mereka menerima paksaan ini, sebagai garis kehidupan baru mereka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIGA PULUH EMPAT

Pagu itu cuaca nasih sangat dingin, Faza izin pulang pada Caca karena dia harus ke kampus, menuntaskan tanggung jawabnya sebagai dosen untuk menyampaikan materi pada mahasiswanya.

"Dimakan sarapannya, saya ke kampus dulu, jika ada apa apa, kabari saya," ucap Faza kini hati mereka lebih ringan dari hari hari kemarin. Caca mengangguk, Faza lalu mengelus puncak kepala Caca sebelum pergi meninggalkan rumah sakit.

Caca duduk tepat di sebelah ranjang Felin, menggenggam tangan Felin dengan penuh kasih.

"Ya Allah,saat ini hamba membutuhkan kun fayakun-Mu, tunjukkan mujizat-Mu. Bangunkan dia dari komanya, pulihkan dia sepenuhnya. Aku tak meminta lebih, ya Robb... hanya kesembuhan untuk adikku, Felina Wijaya. Aku memohon, dengan segala kerendahan hati dan cinta yang tak terhingga." Kegelisahan dan harapan bercampur menjadi satu, menciptakan doa yang tulus mengalir dari lubuk hati yang paling dalam.

Namun hingga detik itu pula kondisi Felin masih belum ada perubahan. Tak kuat menahan rasa kantuk, akhirnya tepat pukul empat sore, Caca tertidur, kepala terkulai lemah di sisi tubuh Felin.

Tiba-tiba, sebuah tangan lembut menepuk bahunya. Dengan mata yang masih berkaca-kaca, Caca menengadah, dan yang muncul adalah sosok Saras bersama anggota keluarga lainnya yang menunggu di luar ruangan, karena harus bergantian menjenguknya.

"Maaa...Paa..." panggil Caca lemah pada bibirnya. "Iya, Sayang, tenang, semua akan baik-baik saja..." bisik Sarah dengan suara yang penuh kasih sayang. Ironisnya, bukan Wijaya yang berada di sana untuk memeluknya.

Laki-laki itu hanya fokus pada Felin, putri sulungnya, seolah-olah Caca hanyalah bayang-bayang. Di sudut yang lain, Wijaya mendekat, kelembutan di wajahnya hanya tertuju pada Felin. "Sayang, bangunlah, ini Papa," bisiknya seraya mencium tangan Felin dengan penuh kasih.

Saras yang melihat hal itu, segera mempererat pelukannya, menepuk-nepuk punggung Caca  lembut, mencoba menenangkan. "Jangan sedih, ada Mama, ada Papa Har, dan Zio kakakmu yang menyayangimu..." bisik Saras.

Namun, bagaimana mungkin itu cukup? Seumur hidup, Caca hanya menatap Wijaya memeluk kakaknya, bahkan sekalipun, Caca tak pernah merasakan hangatnya pelukan Wijaya. Seperti yang diberikan Wijaya kepada Felin selama ini. Ada rasa ngilu mencubit uluh hatinya, saat melihat kedekatan Felin dan Wijaya. Caca tersenyum berusaha tak memperlihatkan kesedihannya.

Ditengah situasi itu, tiba-tiba tangan Felin bergerak,dan sedetik kemudian, Felin membuka matanya secara perlahan, cahaya terang dari lampu ruangan membuatnya mengerjap beberapa kali. Dia merasa bingung dan tubuhnya terasa lemah. 

"Paa..." panggil Felin pada Wijaya.

Sontak mereka semua mengucap syukur atas sadarnya Felin.

"Kak Fe..."batin Caca dari tempatnya berdiri, tak memiliki keberanian untuk mendekat, apa lagi memeluk Felin, secara langsung. Caca tahu, Felin tak akan sudi menerima pelukan dari Caca. Entah kenapa kebencian Felin pada Caca begitu mencolok.

Wijaya tersenyum, mengelus pipi Felin.

"Iya Sayang," Wijaya lantas mengecup kening putri sulungnya itu.Tak lama dokter pun datang untuk memeriksa keadaan Felin.

Dengan senyum lebar, dokter Ayu menyampaikan kabar baik.

"Pak Wijaya. Kondisi Felin jauh lebih baik setelah dia terbangun dari koma," ucap dokter Ayu dengan nada yang penuh kelegaan.

Wijaya, yang masih diliputi rasa cemas menanti perkembangan kondisi Felin, akhirnya bisa menghela napas lega. Dia memandang dokter Ayu dengan mata yang berkaca-kaca.

"Terima kasih, Dok. Saya benar-benar tidak tahu harus berkata apa."

Dokter Ayu tersenyum, "Tidak perlu khawatir, Pak. Kami akan terus memantau perkembangannya. Setelah kondisinya stabil, Felin akan kami pindahkan ke kamar rawat inap. Proses pemulihannya akan kami awasi dengan ketat."

Wijaya mengangguk,"terima kasih banyak, Dok. Saya sangat menghargai semua yang telah Anda lakukan untuk Felin."

Dokter Ayu mengangguk, "Ini adalah tugas kami, Pak Wijaya. Yang terpenting sekarang adalah Felin terus menunjukkan perkembangan positif. Kita semua berharap dia akan pulih sepenuhnya secepat mungkin."Jelas Dokter Ayu. Mendengar itu Felin merasa lega.

"Felin meringis memegang kepalanya yang masih terasa sakit, wajahnya tampak sedikit pucat. Namun, hal itu tak menyurutkan rasa penasarannya, matanya tak henti menatap pintu yang kini sedikit terbuka. Bibirnya mulai bergerak, suaranya lirih, "Mas Faza..."

Caca, ikut menoleh ke arah pintu, tubuhnya  membeku mendengar nama itu disebut. Rasa takut tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuhnya, terutama saat Caca melihat sosok Faza berdiri tegak di ambang pintu. "Pak Faza..." hatin Caca  bergetar, dan wajahnya berubah memucat. 

"Apa yang akan terjadi jika Kak Felin mengetahui fakta sebenarnya—bahwa aku adalah istri dari pria yang selama ini ia cintai?" Batinya bergemuruh.

Faza melangkah dengan tenang, mendekat ke sisi Caca, membuat jantungnya berdetak tak karuan. Ia berhenti tepat di samping Caca, namun gerakan Felin begitu cepat, tangannya menyambar pergelangan tangan Faza tanpa ragu.

Caca terkejut melihat sikap impulsif Felin, sementara Faza dengan reflek menarik tangannya, melepaskan diri dari genggaman itu. "Maaf...," suara Faza terdengar tegas. Caca  tahu suaranya membawa penolakan, namun mata Caca tidak mampu lepas dari Felin, yang jelas-jelas tidak ingin mendengarkan.

"Mas... aku tahu kamu masih peduli padaku," ucapnya pelan, matanya penuh harap yang menyayat hati. "Aku bisa lihat itu di matamu. Ucapanmu kemarin... itu pasti hanya gurauan, bukan? Mas Faza, aku tidak akan pernah percaya apa yang kamu katakan waktu itu." 

Dada Caca terasa sesak melihat keinginan yang terpancar di mata Felin, yang kini tak lagi berusaha menyembunyikan perasaannya. Caca bisa memahami sakit hatinya, namun Caca tak tahu harus melakukan apa.

Caca hanya ingin semua ini selesai tanpa menyakiti siapa pun, meski tahu itu mustahil. Suara Wijaya tiba-tiba memecah ketegangan,diantara meteka.

"Ada apa ini?" Pandangannya berganti-ganti antara Faza dan Felin. Ada tanda tanya disetiap tatapannya. Felin tidak menyadari perubahan suasana yang terjadi, ia justru tersenyum penuh kebahagiaan.

"Pa, dia Mas Faza yang aku ingin kenalkan ke Papa." Kata-kata Felin menghantam indra pendengaran Wijaya. Sementara perasaan campur aduk menguasai hati Caca. Tidak ada tempat aman untuk melarikan diri dari kenyataan saat ini. Caca terpaku dan berharap  Felin tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,karena kondisinya yang tidak memungkinkan saat ini.

"Mas, katakan sesuatu. Jangan diam saja. Lihatlah, sekarang semua sudah berkumpul, ada Papa, ada Dia," tunjuk Felin pada Caca. Seakan enggan menyebut nama Caca.

"Ayo Mas, katakan pada mereka bahwa kamu akan melamarku!" Lanju Felin, Caca mencoba untuk tetap tenang meski hatinya penuh gejolak. Raut wajah Caca berusaha ia buat tenang, seolah-olah antara diriku dan Faza tidak terjadi apa-apa.

Faza menatap Felin serius, tidak seperti biasanya. "Fe, ini bukan waktu yang tepat. Tenangkan dirimu dulu. Tunggu keadaanmu membaik. Kita akan bahas lagi, tapi tidak sekarang. Kumohon, mengertilah. Saat ini aku lebih mengkhawatirkan keadaanmu ketimbang yang lainya," katanya dengan nada tegas, tapi penuh kelembutan.

Felin terdiam mendengar ucapannya. Mengapa selalu ada 'nanti'? Mengapa dia tak pernah bisa langsung memberi kepastian? geram Felin, kembali menahan kecewa.

Tapi saat semua terdiam, Wijaya tiba-tiba angkat bicara, mencoba mencari jawaban dari ketegangan yang belum juga reda.

"Jadi… maksudmu, Nak Faza ini…?" Wajah Wijaya tampak menegang tatapannya tajam. Felin menoleh, mencoba membaca makna dari pertanyaan itu, tetapi sebelum Felin sempat meresapi, Felin justru melontarkan pertanyaan tanpa pikir panjang.

"Jadi Papa… sudah mengenal Mas Faza?" tanya Felin sambil mencoba menahan rasa penasaran. Tidak ada kecurigaan di hatinya samasekali saat itu. Felin ingin tetap percaya, ingin meyakini bahwa semua baik-baik saja. 

Hubungannya dengan Faza sempurna, tidak ada celah untuk diragukan. Namun, entah kenapa ada sesuatu di udara yang membuat dadanya terasa sesak, firasat yang berusaha ia bungkam dalam-dalam. Namun, saat Tante Saras tiba-tiba masuk keruanga Felin, udara yang sebelumnya tegang semakin mengeras seperti menghimpitku tanpa ampun. 

Ucapannya, yang disampaikan dengan senyum lebar penuh kebahagiaan, seperti petir yang menyambar di siang bolong.

"Tentu kami kenal, Fe. Nak Faza ini adik iparmu, suami Caca," katanya tanpa beban, seolah kata-katanya membawa berkah bagi semua yang mendengarnya.

Felin membeku. Dunia seketika berhenti berputar. Rasanya seperti gravitasi menghilang dari tubuhnya, membuatnya terlempar ke kehampaan. Matanya beralih kepada Caca, yang terlihat lebih gugup daripada seharusnya. 

Felin tidak bisa membaca ekspresinya, ada sesuatu yang tertutup rapat dalam gerak-geriknya. Lalu Faza, dia hanya menggenggam tangan Caca erat, seakan isyarat itu adalah jawaban yang tidak pernah ingin Felin dengar,apa lagi untuk dipercaya.

Hatinya seakan tercabik, semua harapan tentang hidup yang sempurna bersama Faza  lenyap seketika. "Jadi, ini? Ini kenyataannya?" pikir Felin, mencoba merangkai segala hal yang baru saja terungkap. Napasnya terasa berat, kepingan hati yang hancur mulai menusuk jiwanya perlahan.

Felin tidak tahu harus berkata apa, apalagi berpikir lebih jauh dari ini. Hanya satu hal yang Felin tahu pasti, hidupnya baru saja terhempas ke dasar jurang.

1
melda melta
keren Thor... lanjuuuuut
Fitra Sari
lanjut Thor up nya semakin bagus ..jangan lama2
Herman Lim
akhir BS kumpul lagi setidak Caca BS ngomong dari hati ke hati donk
Tasari Tasari
😭😭😭😭lanjut up tor jangan lama2 💞💞
Asma Nurfadilah
lanjut kak
partini
oke
partini
apakah dugaan ku benar ,so kita lihat episode selanjutnya
Tasari Tasari
lanjut tor ,up jangan lama2 semangat💪🏼
Fitra Sari
lanjuuuuuutttt thorr
Ria Agustina
lanjut tor
Tasari Tasari
tor kok up nya lama😩
Zizi Pedi: iya kk, lagi sibuk di dunia nyata. ngerjain tugas PPG,jadi radak keteteran.
total 1 replies
Fitra Sari
ko jarang up sih thorr ...pdhal nungguin truss
Herman Lim
lanjut Thor penasaran yg pasti Faza dah terima semua kekurangan dari istri nya
Fitra Sari
lanjuttt donkk thorrr up yg bnyak .dari kemarin ga up2 🙏🙏🙏🙏
Tasari Tasari
lanjut tor 👍🏼
Fitra Sari
lanjuttt donkk thorrrr
Herman Lim
moga Caca ke rmh org tua faza dan semoga kebusukan felin terbuka
Fitra Sari
kenapa hari ini ga up KK ...nungguin lhoo
sunshine wings
Semangat author 💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Felin bukan jodohmu Faza.. Kenapa harus bertahan sampe tujuh tahun??? Atas alasan belum siap??? Nonsence!!! Kalo udah jodoh Allah akan berikan jalan untuk mempermudahkan iya kan..
Atas apapun alasan itu!!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!