NovelToon NovelToon
Kabut Cinta, Gerbang Istana

Kabut Cinta, Gerbang Istana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Murni
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: souzouzuki

Jadi dayang? Ya.
Mencari cinta? Tidak.
Masuk istana hanyalah cara Yu Zhen menyelamatkan harga diri keluarga—yang terlalu miskin untuk dihormati, dan terlalu jujur untuk didengar.

Tapi istana tidak memberi ruang bagi ketulusan.

Hingga ia bertemu Pangeran Keempat—sosok yang tenang, adil, dan berdiri di sisi yang jarang dibela.

Rasa itu tumbuh samar seperti kabut, mengaburkan tekad yang semula teguh.
Dan ketika Yu Zhen bicara lebih dulu soal hatinya…
Gerbang istana tak lagi sunyi.
Sang pangeran tidak pernah membiarkannya pergi sejak saat itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harus Jadi Teman Nyonya

Langit pagi sudah mulai menghangat.

Cahaya mentari jatuh miring ke halaman batu Kediaman Dalam, memantul di dinding putih dengan garis bayangan yang tajam.

Langkah Jing Rui masih mantap, tapi... tidak secepat biasanya.

Ia baru keluar dari Kediaman Xuan.

Dan baru saja mengucapkan kalimat yang tak pernah ia rencanakan akan keluar dari mulutnya.

Tolong jaga dia... untukku.

Lian He berjalan setengah langkah di belakangnya, menyesuaikan langkah sang Pangeran.

Setelah keheningan beberapa puluh langkah, Jing Rui akhirnya bicara.

“Apa menurutmu... aku bisa melihatnya saat aku kembali nanti?”

Suara itu datar. Tapi Lian He—yang mengenalnya sejak kecil—tahu:

kalimat itu muncul dari tempat yang paling dalam.

Ia menoleh sedikit, mulutnya terangkat setengah nakal.

“Bukannya... Yang Mulia sendiri berkata, Ibu Anda tidak menyukainya karena Anda menyukainya?”

Jing Rui menahan napas, menoleh sedikit. Tak menjawab langsung.

Tapi sebelum ia sempat membuka mulut, Lian He sudah menambahkan:

“Tapi anehnya... hari ini—menurut laporan bayangan kami—

Ibunda justru membela gadis itu. Terang-terangan.

Bahkan... mengancam Selir Ji’an.”

Langkah Jing Rui terhenti.

Ia menoleh. Alisnya terangkat, nada suaranya agak bingung:

"Ibunda... membela Zhen?”

Lian He mengangguk. “Dengan cara yang bahkan membuat Selir Ji’an mundur.”

Jing Rui menghela napas, tapi tak tahu harus bicara apa.

Lian He meliriknya dari sudut mata.

"Apa ini... tanda restu?”

Jing Rui tak menjawab.

Ia menunduk sejenak, lalu menatap lurus ke jalan yang membentang keluar dari istana.

Tidak mungkin... Ibu tidak tahu apa-apa soal perasaanku.

Dan kalau dia tahu dan mempercayai rumor... kenapa membelanya?

Kecuali... dia tidak lagi menolak?

Ia menahan senyum. Tapi ujung bibirnya sedikit terangkat juga.

Ia terus berjalan dengan langkah ringan.

Tak sadar bahwa semua yang ia pikirkan... sepenuhnya keliru.

Langkah Jing Rui makin ringan. Entah kenapa, dadanya yang sejak tadi sesak… sedikit lega.

Ia tahu itu tidak masuk akal. Tapi di balik semua kemungkinan keliru—

Kalau Ibunda tidak sepenuhnya menolak... bukankah itu berarti setengah menerima?

Senyumnya menggantung sebentar. Bahkan sempat tertawa dalam hati.

Zhen... mungkin nanti aku bisa—

Dan saat itulah, wajahnya berubah.

Seketika, karena ingatannya yang acak.

Darah.

Tadi... di telapak tangannya.

Luka. Terbuka. Dalam.

Dan dia tetap diam. Tidak juga mengaduh.

Senyumnya langsung lenyap.

“Lian He.”

Lian He menoleh cepat, sedikit kaget dengan nada itu.

“Ya, Tuan?”

“Panggil Tabib Kekaisaran. Suruh langsung ke Kediaman Ibu.

Periksa luka Dayang Yu Zhen.”

Lian He sempat menahan napas. Lalu menyipitkan mata.

"...Tabib kekaisaran? Yang utama? Untuk dayang?”

"Cepat.”

Lian He berjalan setengah langkah mundur, masih belum bergerak.

"Tuan, kalau boleh jujur—rumor yang ada sekarang sudah cukup panas.

Kalau Anda kirim tabib pribadi ke dayang yang katanya disukai Pangeran...

dia masih bisa hidup gak kalau ada yang cemburu?”

Jing Rui menoleh pelan. Tatapannya datar, tenang.

“Bilang saja... disuruh Ibuku."

Lian He terdiam, lalu perlahan tersenyum.

“Kalau begitu, saya tidak tahu apa-apa.”

Ia menunduk, membalikkan badan, dan mulai melangkah cepat menuju ruang dalam.

Tapi dalam hatinya, Lian He mendesah pelan, separuh geli, separuh lelah:

Yang Mulia seperti ini cuma kalau sama aku.

Begitu di luar, kembali jadi Pangeran Dingin dari Kediaman Barat. Tenang. Tegas. Tak tersentuh.

Cuma kami berdua yang tahu—dia datang ke Kediaman Selir Xuan pagi-pagi begini bukan cuma buat pamit...

tapi karena tadi pagi sempat panik pikir seseorang akan dipukul 100 kali.

Dan sekarang... nyuruh Tabib Kekaisaran ke sana? Untuk luka sayatan pecahan vas aja di tangan dayang?

Aduh... habis sudah, hati pangeran kita terciduk.

 ---

Pagi di Kediaman Xuan mulai sibuk kembali.

Tapi tidak biasanya ada orang berpakaian tabib dengan sulaman emas kecil datang untuk seorang dayang kecil.

Tabib Kekaisaran.

Yang biasanya hanya dipanggil untuk menangani selir tinggi, bangsawan, atau... anggota keluarga kerajaan.

Liao-shi sempat membungkuk dalam, menyambut dengan sopan.

"Maaf, tabib... bukankah luka Dayang Yu Zhen sudah ditangani oleh tabib dalam tadi?”

Tabib Kekaisaran hanya mengangguk ringan.

“Saya diutus oleh Ibu Pangeran Keempat... Tapi ini perintah mendesak.

Saya diminta memeriksa luka di telapak tangannya—dan memastikan ia tidak melakukan kegiatan berat selama seminggu.” katanya persis kata perkata, sesuai dengan perintah Lian He, dan tentunya sedikit uang di kantong yang sudah dikantonginya.

Semua pelayan terdiam. Liao-shi pun ikut melirik ke arah ruang dalam.

Di dalam kamar kecil dengan pencahayaan lembut,

Zhen masih duduk tenang, telapak tangannya dibalut ulang berlapis oleh tabib internal—tabib langganan dayang istana.

Tapi belum selesai, pintu diketuk.

“Dayang Yu Zhen,” suara pelan. “Tabib Kekaisaran datang.”

Zhen menegang.

Tabib… Kekaisaran? Untukku?

Liao-shi masuk pelan, sedikit bingung.

“Kata mereka... ini titipan dari pihak Kediaman Xuan.”

Zhen menoleh kaget.

Dari... Selir Xuan?

Padahal tabib ini saja sudah... baik sekali. Lagi pula juga belum selesai mengobati?

A-ada apa ya ini? Apakah Selir Xuan berubah pikiran karena Pangeran Keempat berpesan untuk menjagaku?

Rasa panas langsung menjalari pipinya, lagi lagi kesalahpahaman.

Di lorong luar, Ling Xi mematung.

Wajahnya memucat pelan saat melihat lambang kecil di lengan kiri jubah sang tabib.

Tabib Kekaisaran...? Diutus untuk dayang...?

Ia menatap tajam ke arah kamar itu, lalu menoleh ke arah sekelompok pelayan yang saling bisik-bisik.

"Kenapa... Kenapa bisa begini?” desisnya dalam hati.

Aku bekerja di sini sepuluh tahun. Bahkan saat aku jatuh dari tangga di ruang atas dan kaki lebam seminggu, aku cuma dikasih daun dingin.

Matanya menyipit, nada pikirannya berubah:

Jangan-jangan... ini memang bukan sekadar perhatian.

Jangan-jangan... Nyonyaku benar-benar mempersiapkan dia untuk jadi...

Ia menelan ludah.

Calon bangsawan?

Istri Pangeran?

Jadi... dia sengaja ditempatkan di sini. Diberi tabib kekaisaran. Dilindungi.

Tangannya mengepal di balik lengan bajunya.

Kalau begitu… aku… aku sudah menyinggung calon selir Pangeran.

Apa aku masih bisa hidup?!

Ling Xi berdiri di luar kamar dengan wajah pucat dan pikiran kacau.

Langsung bekerja di ruang utama di hari pertama kerja.

Dibelain terang-terangan di depan Selir Ji’an.

Bahkan diancam tak boleh disentuh.

Lalu sekarang... Tabib Kekaisaran?

Ia menelan ludah.

Bodoh. Bodoh. Bodoh.

Kenapa harus kusenggol tadi? Kenapa aku yang senggol dia buat jatuhin guci itu?!

Matanya menyapu lorong sekitar.

Tak ada jalan mundur.

Kalau gadis itu benar-benar akan naik, bahkan sekadar menjadi pelayan pribadi yang disayang... semua yang tadi ia lakukan bisa jadi masalah besar.

Kalau aku mau hidup... harus jilat dan jadi teman dia sekarang. Atau tidak sama sekali nanti.

Ia menarik napas panjang. Menegakkan punggung. Lalu—klik.

Wajah jutek dan tatapan sombongnya lenyap.

Digantikan senyum... yang terlalu manis untuk ukuran Ling Xi.

Ia mengetuk dua kali, lalu masuk pelan.

"Permisi... apakah tabib memerlukan bantuan?”

1
Rachmahsetiawardani
Belum berani kasih ulasan
Masih trauma dengan kesalahan diri
Sudah pencet bintang 5 untuk seorang author
Begitu muncul hanya 3.
Dan akhirnya kena block.
Berasa berdosa sama sang author
Rachmahsetiawardani
Di tunggu nextnya thor
Vote terimakasih untukmu
Rachmahsetiawardani
Selalu ada keberuntungan bagi jiwa jiwa yg baik..
Sekalipun cara yg di tempuh salah.
Rachmahsetiawardani
Semoga ada titik terang
Rachmahsetiawardani
Ketika nafsu di jadikan tuhan.
Orang tak bersalahpun menjadi korban
Rachmahsetiawardani
Selalu ada kerakusan akan kekuasaan
Hingga menjatuhkan menjadi keharusan
Rachmahsetiawardani
Jadi inget Papua..
Riwayat sebuah propinsi kaya yg rakyatnya menderita
Rachmahsetiawardani
Antara ada dan tiada..
Kesenjangan yg di sengaja
Rachmahsetiawardani
Kog ikut nyesek baca part ini
Rachmahsetiawardani
Kaisar yg bijaksana
Rachmahsetiawardani
Intrik dari pemuja cinta
yang memaksakan kehendak lewat cara tetcela.
Rachmahsetiawardani
Harusnya pangeran lebih bisa menjaga rasa dengan kontrol diri yg lebih baik.
Demi keamanan dan kenyamanan Yu zhen
Rachmahsetiawardani
Ketika perhatian yg di berikan selir tak sesuai realita..
Semoga Yu Zhen tetap baik baik
Rachmahsetiawardani
Yu Zhen...
Tolong jangan bermain dengan perasaan dulu..
Sebelum semua baik baik saja
Rachmahsetiawardani
Suka dengan sosok ibunda pangeran ke empat.
Kalem tapi tegas
Rachmahsetiawardani
Selalu ada si antagonis yg tak ingin di saingi.
Rachmahsetiawardani
Semangat Yu Zhen..
Tetaplah tumbuh dengan karaktermu
Arix Zhufa
Terima kasih banyak untuk up nya thor..
cerita bagus begini kenapa sedikit sekali peminatnya
Arix Zhufa
cerita nya bagus kok, semagat up nya thor
Rachmahsetiawardani
Betapa kerennya Yu Zhen..
Semoga rasa yg ada,tak berbuah petaka kedepannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!