Karena insiden salah masuk kamar, Elmira Maharani, seorang aktris terkenal terpaksa membuat pernikahan settingan dengan seorang pria cacat yang merupakan fansnya sendiri.
Tak disangka pria yang menikahinya ternyata memiliki dendam dari masa lalu.
Siapa sebenarnya pria lumpuh yang telah menikahinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendadak Menikah Dengan Uztadz - Asri Faris
Permisi Gengs, sebelum lanjut, iklan dulu ya. Hihihihi. Baca juga karya teman aku yaaa... ini dia 👇👇👇👇👇
Mendadak Nikah Dengan Ustadz
Berawal dari sebuah skandal yang diciptakan sahabatnya, Shalinaz Rily Ausky terjebak pertemuan tak sengaja dengan pria dewasa, Akara Emir hasan,yang tak lain adalah cucu dari kyai besar di kotanya.
Pertemuan yang unik, membawa takdir mereka pada majlis pernikahan. Tanpa dinyana, Shali yang ternyata adalah cinta dalam doanya Azmi Dilaver, adik dari Ustadz Akara. Mereka hidup berdampingan dengan muara cinta segitiga.
Siapakah jodoh sejati mereka?
"Jangan menatapku seperti itu, kamu meresahkan!" Shalinaz Ausky.
"Apanya yang salah, aku ini suamimu." Akara Emir Hasan.
"Benar tidaknya kamu adalah tulang rusukku satu yang perlu kamu tahu, kamu adalah orang yang selalu aku lantunkan dalam setiap sujudku." Azmi Dilaver
————————
Sepasang hazel menyorot penuh selidik dari balik pohon besar yang bertugas menghalangi tubuhnya, terus mengintai dengan tubuh gemetar. Ia tak pernah menyangka dirinya bahkan menjadi korban berkedok sahabat. Perempuan itu membatin penuh dendam hingga ia terdampar di tengah gelap.
"Ya Tuhan … aku takut, mommy tolong!" jerit gadis itu dalam hati. Tangannya memeluk diri sendiri dengan rasa takut dan bersalah.
Gadis itu terus melatunkan kalimat-kalimat harapan di tengah rasa putus asa yang mulai mendera. Entah sudah berlari berpuluh kilo meter untuk menghindari manusia lucnut itu. Tak apa, asal ia selamat dari lubang nista, bahkan lebih baik mati dengan mempertahankan kehormatannya dari pada harus terjatuh pada bajing@n sialan itu.
Derap langkah kaki yang mendekat, semakin membuat tubuh rampingnya bergetar. Mungkinkah malam ini dirinya akan tamat riwayatnya, atau menyerah dengan kehidupan penuh trauma. Suara umpatan bernada sumbang itu samar terdengar oleh rungunya. Gadis berwajah ayu itu bersiap mengambil ancang-ancang maraton bagai jawara handal.
Krek!!
Sneakers putih kesayangannya yang menjadi teman setia hari ini lancang menyapa ranting di bawah pijakannya. Sontak, mengalihkan perhatian dua orang bertopeng yang sedari tadi berusaha menemukan raganya.
"Sial!" umpat gadis itu setengah berlari meninggalkan lokasi persembunyian yang begitu sunyi. Ia pun merutuki kebodohan langkahnya yang menyusuri jalan sepi.
"Astagfirullah … buntu!" Napasnya tersengal seakan mau lepas dari raganya. Kilat geledek yang mengudara bagai suara yang menertawakan dirinya, lengkap sudah bertambah angin berhembus dan rintik hujan, semakin mewarnai nestapa yang siap menyapa.
"Mommy …." lirih Shali menyebut ibunya dengan terus berlari hingga jauh entah ke mana.
Gadis itu menyusuri jalan di tengah malam yang terjal, ditambah hujan. Saat sudah di tepi jalan, binar asa itu kembali menyala, berharap menemukan siapapun orang yang akan menolongnya. Setidaknya untuk petualangan malam ini. Hingga dari kejauhan, nampak sorot mobil yang menyala. Tanpa ragu, Shali langsung menghadang di depannya. Hatinya sedikit lega, setidaknya ada harapan untuk esok.
Suara ban yang berdecit karena rem mendadak, membuat mobil itu berhenti seketika. Gadis itu mengetuk pintu kaca mobil dan meminta tumpangan. Seseorang di balik kemudi, sedikit menurunkan kaca mobilnya dan mengangguk tanpa kata. Shali mengatupkan dua tangannya di dad@ ucapan terima kasih, lalu segera masuk di seat bagian samping kemudi.
"Terima kasih," ucapnya setelah mobil kembali membelah jalanan yang sepi. Seseorang di balik kemudi itu hanya mengangguk, lalu menyodorkan air mineral dalam kemasan. Terlihat masih utuh, gadis itu menerimanya dengan menggumamkan terima kasih, karena haus berlari begitu jauh, ia pun segera membasahi kerongkongannya.
Merasa ada yang janggal, Shali pun meminta berhenti setelah mobil sampai di jalanan yang agak ramai. Dirinya juga merasakan pening yang tiba-tiba melanda.
"Mas, tolong bisa berhenti di alfa depan?" pintanya ketika netranya menyorot ada mini market di sebrang jalan dari jarak pandang dua puluh meter.
Pria itu hanya mengangguk, namun begitu sampai depan mini market itu hanya melewati saja. Perasaan Shali bertambah tak enak, hawa panas mulai menyerang tubuhnya. Ia pun mulai tak bisa melihat dengan jelas objek di depannya. Padahal sebelumnya ia tengah mengamati jalan berharap menemukan petunjuk saat ini dirinya di mana.
"Mas, kita berhenti di mana ya?" tanyanya setengah memincing. Masih dengan kewarasan yang hampir lenyap. Tubuhnya mendadak tidak stabil. Bahkan saat pria itu menuntunnya ke sebuah lobi hotel, Shali menurut saja.
"Kita mau menginap di sini?" tanyanya setengah waspada. "Kenapa hanya memesan satu kamar? Maaf, aku harus pulang, terima kasih untuk tumpangannya."
Pria bermasker itu mencekal tangannya dan menyeret tangan gadis itu untuk terus mengikutinya. Sampai di lift, kebetulan ada satu orang di sana yang sudah lebih dulu menggunakan lift tersebut. Shali yang sudah semakin pusing, hanya tidak tahu harus melakukan apa saat tubuh pria itu mendekapnya.
Mereka berhenti di lantai yang sama. Lift terbuka, Shali merasa dirinya dalam bahaya, dalam pengaruh gejolak tubuhnya ia berusaha berontak dan sebisa mungkin melarikan diri dari orang di balik masker tersebut.
"Masuk!" titahnya tegas.
"Kamu sebenarnya siapa sih, tolong lepasin aku!" rontanya setelah perempuan itu sampai di kamar hotel.
Pria itu membuka maskernya, dan betapa terkejutnya perempuan itu melihat seseorang di baliknya.
"Kamu, di balik semua ini? Hah!" tanyanya setengah memaki. "Minuman apa yang sudah kau berikan untukku, lucnut!"
"Tenanglah sayang, susah payah aku menolongmu dari kejaran orang itu, bagaimana kalau kau berakhir dengannya, bukankah lebih baik denganku, setelah ini aku juga akan pastikan bertanggung jawab terhadapmu."
"Pria gila, aku tidak mungkin mengikuti kemauanmu!"
"Kenapa? Takut diputusin Azmi? Kamu terlalu polos, ya sama-sama pasangan polos, aku muak melihat itu, kalau Azmi mempunyai hatimu, setidaknya aku mempunyai ragamu," ucapnya dengan seringai menjijikkan di wajahnya.
"Jangan, menyentuhku!" Shali meronta sekuat tenaga yang ia bisa. Tak peduli dirinya akan berakhir seperti apa nantinya, perempuan itu harus berjuang menjaga mahkota dalam dirinya.
Bersambung
Novel by : Asri Faris