Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33 Banyak Moment
Setelah acara sumpah dokter berjalan dengan lancar. Zahra bersama suami dan juga kedua mertuanya mengambil tempat untuk sesi foto bersama.
"Zahra selamat ya. Akhirnya kamu menyelesaikan pendidikan ini dengan baik, kamu sekarang sudah menjadi Dokter tetap, tanggung jawab yang kamu miliki semakin banyak, kamu harus mengingat satu hal bahwa Dokter adalah pekerjaan yang sangat mulia dan jangan pernah cepat untuk bosan belajar, teruslah berjuang agar dapat membantu orang-orang sakit," ucap Sastra memberi semangat kepada menantunya.
"Terima kasih. Pa. Zahra benar-benar merasa senang didampingi Mama dan Papa. Zahra nanti akan terus belajar. Papa juga awalnya hanya seorang Dokter umum, kemudian menjadi Dokter spesialis, Dokter senior dan sekarang sudah menjadi pimpinan rumah sakit. Zahra pasti akan terus belajar agar berguna bagi orang-orang banyak," ucap Zahra.
"Amin, kamu harus terus berjuang, Papa yakin suatu saat nanti kamu akan menjadi Dokter yang hebat," ucap Sastra membuat Zahra menganggukan kepala.
"Mama juga mengucapkan selamat kepada kamu, pencapaian ini pasti tidak lepas karena usaha kamu. Kamu sangat hebat di tengah kehamilan kamu minta menyelesaikan pendidikan ini dengan baik," sahut Mila tidak lupa mengucapkan selamat pada menantunya.
"Terima kasih. Ma," ucap Zahra.
"Naldy, apa kamu tidak mengucapkan selamat kepada istri kamu?" tanya Sastra.
Naldy menghela nafas, " selamat!" ucapnya dengan sangat singkat dan bahkan tidak mengeluarkan tangannya.
"Hmmmm," jika diucapkan dengan seperti itu, maka Zahra hanya menjawab dengan deheman saja.
"Ya sudah sekarang sebaiknya kita langsung saja menuju sesi foto," sahut Sastra membuat mereka menganggukkan kepala.
"Zahra!" langkah itu terhenti ketika mendengar suara seseorang memanggil, membuat mereka melihat karena suara tersebut dan ternyata Wildan dengan membawa buket bunga dan berjalan menghampiri putrinya.
"Papa," sahut Zahra cukup kaget menghadiri sang ayah.
"Maaf. Papa telat," ucap Wildan kemudian langsung memeluk putrinya itu.
"Selamat, akhirnya cita-cita kamu tercapai dengan baik. Papa bangga dengan kamu," ucap Wildan dengan mata berkaca-kaca.
Zahra tersenyum mendengarnya, walau kehadiran sang ayah begitu sangat lama dan bahkan tidak mengikuti acara sumpah dokternya. Tetapi Zahra sangat senang dengan ayahnya yang saat ini hadir.
Wildan melepas pelukan itu dan memberikan bunga yang dia bawa untuk putrinya.
"Kamu hebat!" ucap Wildan tetap Memberi pujian bangga kepada putrinya.
Zahra tersenyum menganggukkan kepala. Dari tatapan mata Wildan memang terlihat jelas bahwa dia bangga dengan keberhasilan putrinya. Wildan juga mencium lembut kening putrinya itu.
"Mas Sastra, Mbak, Mila, saya benar-benar berterima kasih sudah mendampingi Zahra untuk menyelesaikan acara ini. Saya meminta maaf karena terlambat, seharusnya sebagai seorang ayah dari Zahra saya hadir terlebih dahulu," ucap Wildan merasa tidak enak kepada kedua besannya itu.
"Tidak apa-apa. Mas, yang terpenting Mas hadir dalam acara ini dan sudah membuat Zahra senang," sahut Sastra.
"Lalu di mana Syakira dan juga Tasya? Apa mereka tidak sudi menghadiri acara kelulusan Zahra?" tanya Mila secara blak-blakan
"Shuttt!" tegur Sastra.
"Zahra sudah mengetahui bahwa acara ini bentrokan dengan launching produk baru Shakira," jawab Wildan.
"Itu pasti hanya alasan saja, jelas-jelas acara ini jauh lebih penting dari apapun dan seharusnya acara launching itu bisa ditunda," ucap Mila.
"Ma, acara launching Mama Shakira jauh direncanakan sebelum pemberitahuan Zahra akan sumpah Dokter," sahut Zahra lebih baik mengatakan hal yang sebenarnya daripada terjadi keributan.
"Sudahlah, sebaiknya sekarang kita langsung saja untuk foto-foto. Moment seperti ini harus diabadikan," sahut Sastra membuat mereka selalu mengangguk.
Zahra juga tidak lupa mengabadikan foto berdua dengan sang ayah, terlihat keceriaan di wajah cantik Zahra dengan memakai topi wisudanya dan juga memegang buket bunga dan sang ayah memegang ijazahnya.
Zahra juga berfoto bersama kedua mertuanya dan bahkan berfoto ramai-ramai. Banyak sekali momen foto-foto yang mereka lakukan bersama.
"Zahra, Naldy, kalian berdua belum ada foto bersama. Ayo cepat foto dulu!" ucap Mila.
"Untuk apa. Ma, bukankah tadi kerja kita sudah foto-foto terus," sahut Naldy tampak begitu kesal.
"Kamu bisa tidak jangan protes. Ini adalah moment yang sangat penting!" tegas Mila.
"Sudah Naldy, kamu sebaiknya menurut saja. Apa kamu tidak malu harus ribut mempermasalahkan hal ini di depan mertua kamu!" tegas Sastra mengingatkan putranya itu membuat Naldy menghela nafas.
Naldy akhirnya menghampiri Zahra, dengan wajah terpaksa pria tampan berfoto di sebelah istrinya. Zahra tidak peduli suaminya terpaksa atau tidak yang terpenting dia mengeluarkan senyum indahnya.
"Bahunya dirapatkan lagi!" titah fotografer melihat pasangan suami istri itu terlalu canggung seperti orang bermusuhan.
Mereka berdua mengikuti arahan fotografer agar mendapatkan foto yang sempurna.
"Hmmmm, saya dengar-denger Nona Zahra sedang mengandung?" tanya fotografer.
"Benar! Menantu saya memang sedang hamil," jawab Mila.
"Bagaimana jika tuan Naldy berlutut di samping Nona Zahra dengan mencium perut Nona Zahra," ucap fotografer.
"Apa itu perlu?" tanya Naldy.
"Wau, itu ide yang sangat menarik, foto yang sangat unik dan kapan lagi bisa berfoto dengan posisi seperti itu," sahut Mila setuju.
"Ma!"
"Sudah, kamu lakukan saja!" sahut Mila.
Naldy menghela nafas, mau tidak mau harus menuruti fotografer dan apalagi disetujui Mila. Dengan terpaksa Naldy mengikuti semua arahan dari fotografer tersebut dan sementara Zahra sejak tadi terlihat begitu santai.
Sudah banyak foto-foto yang dilewati Zahra bersama dengan suaminya, foto-foto itu bahkan terlihat romantis.
"Bukankah itu Dokter Naldy!" ada tiga orang wanita yang juga mengikuti sumpah Dokter bersamaan dengan Zahra dan bahkan dari rumah sakit yang sama tidak sengaja melihat kebersamaan Zahra dan juga Dokter penguji mereka.
"Benar!"
"Lalu kenapa berfoto begitu dekat dengan Zahra, dan bukankah setahuku bahwa Dokter Naldy sudah memiliki calon istri," wanita tersebut kebingungan.
"Mungkin Zahra itu bagian dari keluarga mereka atau mungkin sepupunya. Karena saat acara sumpah Dokter aku juga melihat keluarga Dokter Naldy berada di sana dan bahkan duduk di barisan paling depan," ucap Naldy.
Zahra menyadari bahwa ada yang memperhatikan sejak tadi dan melihat cara tersebut ternyata rekan-rekannya yang mengikuti coach di rumah sakit bersamanya.
"Mereka pasti bertanya-tanya tentang keberadaan Dokter Naldy berada di sekitarku," batin Zahra.
Orang-orang tersebut langsung meninggalkan tempat itu ketika melihat Zahra memperhatikan mereka.
"Apa kita akan berfoto sampai sore hari?" tanya Naldy dengan wajahnya sudah mulai muak.
"Iya-iya. Ini sudah selesai, kamu jangan marah-marah terus," sahut Mila.
"Bagaimana jika kita sekarang makan bersama. Saya merasa momen ini terlalu singkat, saya juga datang terlambat dan tidak menghadiri acara sumpah Dokter putri saya. Jadi ada sebaiknya kita makan bersama," sahut Wildan.
"Memang Mas Wildan tidak keberatan untuk makan bersama?" tanya Mila.
"Untuk apa harus keberatan. Anggap saja ini sebagai penabur kesalahan saya," jawab Wildan.
"Baiklah kalau begitu, perut memang keroncongan dan ada sebaiknya diisi terlebih dahulu," sahut Sastra.
"Kamu sendiri bagaimana Naldy. Apa kamu tidak keberatan untuk ikut makan bersama?" tanya Wildan.
"Baiklah tidak apa-apa," sahut Naldy menganggukkan kepala yang setuju.
"Kalau begitu sekarang kita langsung saja untuk makan bersama," sahut Mila.
Akhirnya mereka semua meninggalkan kampus tersebut dan dilanjutkan dengan acara makan bersama.
Bersambung ......