Aurora menjalani hukuman selama 5 tahun di balik jeruji besi. Bahkan setelah keluar dari penjara, Devandra Casarius tetap menyiksa Aurora , tanpa ampun. Apakah Devandra Casarius akan berhenti belas dendam ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Mecca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKU HANYA SEORANG NAPI
Aurora meneteskan air mata tidak menyangka bahwa orang yang sudah di anggap sebagai pengganti ibunya tega menghinanya dengan begitu rendah.
Aurora diam sebentar lalu memberanikan diri untuk bertanya
"Bu,,,, apakah William ada disana?" Tanya Aurora dengan pelan tak bersemangat hatinya bergemuruh dan khawatir pandangannya seolah gelap.
Rani mengumpat pelan sambil berdecak
"Ck ck kamu wanita tak di untung, harusnya kamu berkaca di cermin yang besar lalu berfikir apakah pantas wanita napi bersanding dengan seorang manager?" Tanya Rani dengan sinis lalu menaruh ponselnya di dekat kepalanya .
Aurora belum sempat menjawab pertanyaan Rani, namun Rani menimpali lagi
"Kalau kamu berfikir dengan waras bahwa kamu masih pantas, berarti kamu wanita yang gak punya harga diri, masa depanmu sudah hancur sementara masa depan anakku masih panjang dan cerah," ejek Rani yang semakin tersulut emosi seakan akan sangat membenci Aurora yang dari dulu selalu menempel dan kecintaan pada William.
"Ayolah,,, aku tau kamu wanita yang baik, dulu sering bantu William, tapi sekarang keadaanya sangat berbeda Ra,,, kamu napi dan anakku laki laki hebat," Cibir Rani kembali.
Aurora memegang ponsel dengan gemetar, dia bingung harus meresponnya seperti apa, gak mungkin dia harus jujur tentang kejadian yang sebenarnya karena dialah yang menawarkan diri untuk menggantikan William.
"Tapi bu, aku,,," belum sempat Aurora melanjutkan ucapannya Rani sudah memotong pembicaraannya
"Sudah punya anak maksudmu," potong Rani dengan tegas.
"Aku bisa merawatnya, dan jangan jadikan anak napi itu sebagai alat untuk menempel dan mencengkeram anakku agar dia selalu ada di sampingmu, apa kamu paham," cibir Rani dengan mata yang tajam penuh emosi.
"Gak bu gak,,,, aku akan merawat Alvero disini sampai aku keluar," Pinta Rani sambil mengusap air matanya.
Rani tertawa terbahak bahak mendengar jawaban Aurora.
"Apa posisimu sekarang sudah pantas disebut Ibu,,,,Aurora Mecca, kamu seorang napi mana bisa merawatnya sampai kamu keluar, apa kamu fikir tempat tinggal mu sekarang akan mengizinkan untuk anak dibawah umur tinggal dengan orang orang penjahat," Tanya Rani sambil terus melecehkan dan menghina Aurora dengan ucapan pedas dan tajam sampai membuat hati Aurora terasa teriris iris.
Aurora menelan ludah dan mulai berfikir keras dengan ucapan Rani.
Tanpa mereka tahu Ratmi mendengarkan pembicaraan Aurora dan Rani di balik pintu, Ratmi merasa kasihan dengan Aurora namun dia tidak bisa berbuat apa apa.
Ratmi menarik nafas panjang kemudian pergi.
"Aku akan mengambil Alvero," ucap Rani kembali lalu menutup telponnya.
"Jangan bu, jangan," Ucap Aurora mondar mandir merasa ketakutan jika apa yang dikatakan Rani benar benar terjadi.
Hamdan yang sejak dari tadi duduk di samping Rani pun menepuk nepuk nepuk pundak Rani dengan lembut. Hamdan faham apa yang dilakukan Rani adalah demi kebaikan William.
"Jangan terlalu keras bu, bagaimanapun juga dia pernah membantu kita," tutur Hamdan sedikit memberi pengertian agar berbicara lembut terhadap Aurora.
Rani tampak membuang muka dan bibirnya mengerucut kurang setuju dengan ucapan Hamdan.
"Bapak jangan sampai kasih tau William, kalau Aurora tadi menelpon ku, kalau sampai Bapak kasih tau,,,, Bapak akan tau akibatnya," ancam Rani sambil membulatkan matanya kearah Hamdan.
Hamdan mengangguk, awalnya dia akan memberitahu William namun mendengar ancaman Rani, Hamdan mengurungkan niatnya takut jika kejadian kemarin terulang lagi yang akan membuatnya menyesal seumur hidup.
Aurora merasa lemas dan matanya kosong seakan tak percaya dengan apa yang telah dia dengar tadi.
Tangan Aurora mengepal.
'Aku tak percaya dengan apa yang aku dengar tadi, ini hanya mimpi kan?' ucapnya dalam hati sambil mencubit pipinya dengan keras.
Aurora merasa kesakitan, itu artinya ini semua bukan mimpi.
Aurora bersimpuh tak mampu untuk berdiri sampai akhirnya Ratmi datang dan memeluknya.
"Bu,,, aku gak mau mereka mengambil Alvero bu,,, aku ingin mengasuhnya disini sampai aku bebas," ucap Aurora dengan suara parau diselingi dengan tangisannya sambil memeluk Ratmi.
Ratmi menarik nafas panjang dan mengusap rambut Aurora sambil terus memeluk Aurora.
"Kita kembali ke sel yuk,, Alvero butuh kamu," ucap Ratmi mengingatkan Aurora yang kalut.
Aurora mengangguk lalu pergi keluar dengan Ratmi yang menggenggam erat tangan Aurora mencoba menguatkan.
Sesampainya di sel, Aurora memeluk Alvero yang tadi di gendong oleh Sinta.
"Ibu gak mau jauh dari kamu nak," ucap Aurora bergetar sambil menangis membuat Sinta kaget lalu memandang Ratmi.
Ratmi faham akan tatapan Sinta yang memandang tajam kearahnya, kemudian Ratmi menggelengkan kepala dan menyuruhnya diam untuk tidak bertanya.
Sementara William kerja dengan fikiran yang tidak tenang, dia sebenarnya bingung dengan permintaan ibunya.
'Aku butuh kopi ni' Gumam William dalam hati dan ingin menyuruh Lestari untuk membuatkan kopi namun terhenti karena mendengar ponselnya berdering.
"Clarisa,,,, ada apa dia menelpon ku" ucap William lirih kemudian berdehem.
"Iya,,,, William disini ada apa Clarisa" tanya William mencoba bersikap biasa namun sebenarnya dia sangat senang dan antusias.
"Santai gak,,, keluar sebentar yukkk," ajak Clarisa dengan suara lemah lembut yang tak mampu William tolak.
"Oke ,,,, kebetulan aku mau keluar ngopi sambil cari angin segar," jawab William sambil merapikan dokumen di atas meja.
"Kebetulan aku sudah di depan kantor, kamu langsung kesini ya," perintah Clarisa.
William nampak sudah tergila gila bahkan suara Clarisa pun sangat candu baginya, bahkan William berjingkrak jingkrak layaknya anak kecil yang mendapatkan mainan drai ibunya.
Saat William keluar kantor, William mencoba mencari cari mobil Clarisa, melihat hal tersebut Clarisa membuka kaca mobilnya lalu tangannya melambai ke arah William dan memanggilnya.
"Will aku disini," ucap Clarisa agak keras.
Sementara William yang merasa ada yang memanggilnya, berbalik mencari asal suara dan tersenyum sumringah mendapati Clarisa tersenyum manis kearahnya.
deg deg deg
Jantung William nampak berdegup kencang saat William duduk disamping Clarisa.
William mencoba bersikap seolah olah biasa saja kemudian mencoba mencairkan suasana
"Kita mau kemana," Tanya William sambil melihat kearah Clarisa yang nampak menawan dengan pakaian yang ketat sampai membuat gunung kembar Clarisa nampak menonjol keluar.
William menelan ludah kemudian mengalihkan pandangannya.
"Ke Apartemenku aja yuk," ajak Clarisa dengan pandangannya tetap ke arah jalan fokus menyetir.
William mengernyitkan dahi memandang Clarisa heran.
Melihat ekspresi William, Clarisa tertawa terbahak bahak kemudian menggoda William.
"Apa kamu takut aku menggoda mu? atau kamu takut ketahuan oleh pacarmu?" Goda Clarisa dengan centil sambil tersenyum genit.
"Gak kok," jawab William menggelengkan kepala merasa malu.
"Aku cuma mau minta tolong sama kamu agar aku lebih dekat dengan Devandra," Jawab Clarisa dengan sungguh sungguh dan berhenti mengendari mobilnya.
"Apa kamu mau membantuku," Pinta Clarisa sambil merapatkan kedua tangannya di depan dada membuat tanda memohon kearah William.
Deg...
Senyum William memudar.