Kehidupan sempurna. Paras cantik, harta melimpah, suami yang berkuasa. Nayla merasa hidupnya begitu sempurna, sampai ketika Stefan suaminya membawa seorang gadis muda pulang ke rumahnya. Kecewa dan merasa terkhianati membuat Nayla memutuskan untuk menuntut cerai suaminya ...
Dan di saat terpuruknya, ia menerima lagi pinangan dari seorang pria muda bernama Hayden yang menjanjikan kebahagiaan baru padanya ...
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Mari bersama-sama simak ceritanya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan
Malam itu Nayla hampir tak bisa memejamkan matanya. Ia terus merasa gelisah dalam tidurnya. Namun, berkat kata-kata dan keberadaan Hayden yang terus mendukungnya sedikit meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh Stefan.
Kebaikan Stefan yang dulu pernah ia berikan padanya, perlahan tersingkirkan oleh orang yang baru. Dan yang tersisa di ingatan Nayla tentang Stefan hanyalah rasa sakit dan pengkhianatan.
Keesokan paginya, saat matahari sudah cukup tinggi di langit, Nayla baru terbangun. Ia melihat jam di nakas yang sudah menunjukkan waktu hampir tengah hari. Sudah sangat terlambat baginya untuk pergi bekerja. Sehingga, ia memutuskan untuk mengambil libur hari itu.
Nayla bangun dari atas tempat tidur dan berjalan ke arah balkon. Dia menyibak tirai tebal di kamarnya. Dan seketika cahaya terang dari sang mentari menerobos masuk ke dalam kamar dan membuatnya silau.
Nayla mengerjapkan matanya beberapa kali. Barulah setelah matanya sudah terbiasa dengan cahaya yang ada, ia membuka pintu kaca yang mengarah ke balkon. Seketika angin dari luar menerpa wajahnya.
"Haahhhhh ... Sudah sangat lama aku tak bersantai seperti ini. Jauh dari siapapun yang membuatku terusik." Gumam Nayla menatap gumpalan putih di langit biru yang bergerak perlahan terbawa angin.
Sampai ketika ketukan pintu membuatnya terperanjat. Ia segera berjalan ke arah pintu dan melihat dari intercom kalau itu adalah Hayden.
"Ada apa tuan?" Tanya Nayla dari intercom tanpa membuka pintu.
"Ah, anda akhirnya bangun. Apa tidur ada nyenyak?" Tanya Hayden sambil menatap kamera di intercom. Dia tak bisa melihat Nayla di dibalik pintu kamarnya.
"Yah, cukup untuk memulihkan tenaga." Jawab Nayla sambil terus mengamati Hayden.
"Syukurlah kalau begitu ... Ehm, walaupun terlambat untuk sarapan. Bagaimana kalau kita makan bersama My Lady? Anda bisa bersiap-siap dulu. Setelah itu, saya akan membawakan makanannya ke kamar anda. Dan untuk keperluan anda sudah disiapkan oleh pelayan saya di dalam lemari. Semoga itu sesuai selera anda." Ucap Hayden kikuk dan malu-malu.
"Baiklah, terima kasih banyak. Anda bisa kembali lagi setengah jam dari sekarang." Kata Nayla sebelum bergegas bersiap.
Nayla segera menuju ke lemari yang dimaksudkan Hayden sebelumnya. Ternyata benar di sana ada beberapa potong dress yang tergantung rapi. Dan hebatnya semua dress itu seperti sudah disesuaikan dengan ukurannya. Nayla tersenyum kecil melihat itu.
Nayla memilih dress sederhana bewarna hijau. Dan setelah bersiap, waktu setengah jam berlalu dengan cepat. Dan kali ini suara bel yang berbunyi. Di sana ia melihat Hayden dengan sebuah troli makanan di depan kamarnya. Kali ini Nayla langsung membukakan pintunya.
"Wah, anda sangat cantik mengenakan dress itu, My Lady ..." Sapa Hayden saat pertama melihat tampilan Nayla. Bisa Hayden lihat ekspresi wajah Nayla jauh lebih baik dari malam sebelumnya.
"Terima kasih tuan. Silahkan masuk." Ucap Nayla setelah membukakan pintu lebih lebar.
Setelah itu Hayden segera masuk sambil mendorong troli berisikan makanan. Dan dengan telaten, ia menata makanan itu di atas meja di dalam kamar dekat dengan jendela. Nayla terus mengamati itu di kejauhan.
"Sudah siap, My Lady. Mari kita makan." Ajak Hayden dengan senyum cerahnya.
Keduanya pun segera menyantap makanan mereka. Sesekali mereka mengobrol ringan. Sampai, akhirnya Nayla menanyakan hal yang membuatnya penasaran.
"Tuan Hayden, tadi anda sempat mengetuk pintu kamar saya. Padahal belnya berfungsi. Apa ada alasan tertentu?" Tanya Nayla sambil menatap lurus ke mata Hayden.
"Ah, hehe ... Tidak ada alasan tertentu. Hanya saja kalau saya menekan bel itu akan sangat berisik dan menganggu tidur anda. Jadi, saya memilih mengetuk pintu dengan pelan yang hanya bisa anda dengar kalau anda bangun. Dan setelah memastikan anda bangun barulah saya menggunakan bel." Jawab Hayden dengan salah tingkah. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Mendengar itu, Nayla sempat terdiam dan tak menyangka dengan alasan itu.
"Terima kasih." Ucap Nayla dengan senyum lembut.
Perhatian kecil itu ntah kenapa menghangatkan hatinya. Ntah, karena memang hatinya yang sedang terluka jadi mudah tersentuh dengan perhatian dari orang lain. Atau memang ada sesuatu yang lain.
...
Di kediaman Saverio sedang terjadi kegemparan sesaat setelah Nayla memutuskan untuk pergi dari rumah malam itu. Pelayan-pelayan setianya begitu mengkhawatirkan Nayla. Terlebih Nayla yang keluar dengan menyetir sendiri tanpa membawa apapun bersamanya.
Malam itu, beberapa pengawal juga sudah dikerahkan untuk mencari Nayla tapi belum juga menemukan hasil. Stefan juga sudah diberitahu akan masalah itu, namun Stefan seakan cuek dan lebih memilih merawat Roselyn yang sakit.
Stefan masih menggampangkan kepergian Nayla. Ia yakin istrinya itu cepat atau lambat akan kembali, karena rasa bertanggung jawabnya yang tinggi. Jadi, Stefan diam saja.
Keadaan Roselyn sendiri juga sudah jauh lebih membaik. Ia juga sudah mendengar keributan itu. Diam-diam ia merasa senang karena Stefan lebih memilihnya daripada mencari istrinya.
Selain itu, Roselyn juga merasa lega karena Stefan tak menuntutnya untuk menjelaskan alasan kenapa ia jadi sakit setelah dari acara makan malam itu. Roselyn membiarkan Stefan salah paham kalau Nayla lah penyebab terpuruknya kondisinya.
Walaupun begitu, Roselyn tak bisa melupakan seseorang yang tak sengaja ia lihat di acara makan malam itu. Seseorang yang ingin ia lupakan dalam hidupnya. Seseorang dari masa lalu kelamnya. Satu dari banyaknya pria yang pernah membisikkan kata-kata manis padanya, sebelum berbalik meninggalkannya.
Roselyn ingin melepaskan belenggu itu dan memulai awal yang baru dengan Stefan. Pria yang sudah memberikannya cinta dan banyak hal yang sebelumnya belum pernah ia dapatkan.
Namun, hal itu tidak akan terwujud sampai sebelum Stefan tak sepenuhnya mengakui posisinya di depan publik. Ia tak ingin terus bersembunyi di dalam bayangan. Ia ingin mendapatkan posisi terbaik dimana banyak orang akan menghormatinya.
Roselyn memeluk boneka taddy bear besar yang diberikan Stefan padanya. Ia mulai menyusun sebuah rencana licik di otaknya agar bisa menyingkirkan Nayla dan merebut posisinya.
...
Sementara itu, Nayla benar memutuskan untuk pulang di sore harinya. Ia mengendarai mobilnya sampai di rumah. Baru saja ia turun, ia langsung di serbu oleh pelayan-pelayannya. Ana, Lisa dan Risa sudah menangis karena mencemaskan Nayla. Bisa Nayla lihat mata mereka tampak lelah. Sepertinya, kemarin mereka tak bisa istirahat dengan benar.
"Nyonya! Anda kemana saja dari tadi malam. Kami sangat khawatir. Hiks ..." Seru Ana diangguki oleh yang Lisa dan Risa.
"Maafkan aku, karena membuat kalian cemas. Pikiranku kemarin begitu kalut." Ucap Nayla lirih.
"Kami mengerti nyonya ... Tapi, apakah sekarang anda sudah merasa lebih baik?" Tanya Lisa yang mengamati kondisi majikannya itu.
"Iya, aku sudah jauh lebih baik ... Dan dengarkan aku. Aku pulang kali ini hanya untuk mengambil beberapa barangku saja. Aku sudah tak bisa lagi tinggal di rumah ini. Semenjak wanita simpanan itu melangkahkan kaki masuk ke kediaman utama, maka disitulah aku akan pergi." Ujar Nayla tegas kepada pelayannya.
"Kalau begitu bawa saya juga nyonya. Saya sudah melayani anda dari dulu. Saya akan ikut anda kemanapun anda pergi." Ucap Ana yakin.
"Saya juga." Seru Lisa dan Risa serentak. Mereka juga tak mau harus tetap tinggal dan melayani pelac*r itu.
"Apa kalian serius?" Tanya Nayla memastikan.
"Kami serius, nyonya." Jawab mereka yakin. Akhirnya, Nayla menyetujuinya.
Kemudian, mereka segera bersiap. Dan saat mereka akan keluar dari rumah, di situlah Stefan melihatnya.
"Mau kemana kamu?" Seru Stefan melihat Nayla dan pelayan-pelayannya akan pergi dengan koper-koper ditangan mereka.
Nayla menoleh dan menatap ke arah Stefan. Tatapan dingin tanpa ada emosi sama sekali.
"Ayo kita bercerai." Ucap Nayla tiba-tiba dengan suara rendah mencekam. Stefan yang mendengar itu hanya bisa menatap Nayla tak percaya. Dia mematung di tempatnya.
.
.
.
Bersambung ...