Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.
Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.
Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?
🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Malam itu tiba, Aku melihat mobil mas Ridwan memasuki garasi. Jantungku berdebar-debar. Dua gelas minuman hangat sudah aku sediakan di meja. Langkahku maju mundur, untuk memberikannya pada Mas Ridwan.
BAB 32 ( Tidak Pernah Menang )
Aku keluar dari kamar, menyambut kedatangan Mas Ridwan yang tampak kelelahan.
“Ada apa?” tanya Mas Ridwan menatapku.
Aku mengambil tas laptop dari tangannya. Kemudian, aku mengikuti langkah Mas Ridwan ke kamar Chika. Melihat Chika sudah tidur pulas, Mas Ridwan pergi ke kamar.
Aku masih ragu-ragu ingin memberikan ramuan itu kepadanya atau tidak, aku berdiri membelakangi meja. Mas Ridwan mengambil handuk dan pergi mandi. Aku menatap dua gelas itu, kemudian meneguk air di gelas bagianku.
Mas Ridwan keluar sambil tersenyum, menyipitkan mata seakan mencurigai gerak-gerikku. Dia melepaskan handuknya, hanya tertinggal celana dalam saja, aku langsung mengalihkan pandanganku.
“Apa?” Dia menaikkan dagunya. Aku menggeleng dan tersenyum ragu-ragu.
“Apa ini?” Mas Ridwan mengambil gelas itu, melihatnya dekat. Aku lalu segera merebutnya. Niatku memberikan ramuan ini aku urungkan.
“Udah jangan diminum, ini dari Ibuku sebenarnya,” ucapku lirih. Mas Ridwan tertawa kecil, kemudian mengambil gelas itu dan meneguknya hingga habis.
“Kamu pikir aku nggak kuat?” Mas Ridwan mendorong tubuhku ke dinding. Aku tersenyum malu-malu, kemudian mencoba melarikan diri.
“Apaan sih, nggak jelas!” gerutuku, lalu berlari ke arah tempat tidur dan menutup tubuhku dengan selimut. Mas Ridwan terkekeh, kemudian menarik selimutku.
Rasa cemas mulai menghampiri, karena bukan dia pria yang pertama kali menemaniku tidur. Aku merasa menyesal. Wajahku berubah murung, ketika dia mendekat. Aku takut, tak sesuai dengan keinginan Mas Ridwan nantinya.
“Apalagi? Malah mikir!” ucap Mas Ridwan, menepuk pipi kananku berulang kali.
“Mau mulai yang seperti apa? Aku ngikut aja!” imbuh Mas Ridwan. Aku mengernyit, tidak mengerti maksudnya.
Hah..
Aku menghela nafas, menarik selimutku lagi. Mengurungkan niat malam ini untuk unboxing.
“Udah minum jamu, tinggal gas malah diem doang,” ujarnya. Aku diam dan berbaring membelakanginya.
“Jadi nggak sih? Kalau nggak, aku mau tidur,” ucap Mas Ridwan, dia tampak bersemangat. Namun, aku malah di bayangi wajah Reino saat ini. Mungkin karena Reino Pria pertama yang tahu seluk beluk tubuhku.
“Yaelah, yaudah kalau belum siap. Aku tidur duluan!” Mas Ridwan, menarik selimut dan memejamkan matanya.
Aku berbalik dan menatapnya. Menyentuh setiap inci wajahnya. Kemudian, mencium bibirnya dengan lembut. Mas Ridwan membuka matanya. Menarik tubuhku agar lebih dekat dengannya.
“Kamu juga bukan yang pertama untukku, apa bedanya kita,” ucapannya seakan menebak pemikiranku saat ini. Aku tersenyum tipis, sembunyi di dadanya.
“Udah kelamaan, kita gas!” Mas Ridwan langsung blak-blakan an dan menjalankan kewajibannya sebagai suami. Aku hanya bisa menikmati setiap apa yang dia lakukan padaku.
Mungkin malam ini bukan malam pertama bagi aku dan Mas Ridwan. Namun kenyataannya, posisinya lebih terhormat daripada aku. Air mata bahagia ini tumpah di dadanya. Aku berdoa di dalam hatiku, semoga ini menjadi awal yang baik untuk pernikahan kami.
Ahhh..
Mimpi buruk itu masih datang saat aku mulai terlelap tidur. Namun, ketika aku menyadari tangannya yang melingkar di perutku. Ada sedikit ketenangan, membuatku merasa ‘jika dia akan selalu ada untukku’.
Esok harinya, rutinitas keluarga kami berubah. Aku mulai belajar bangun pagi membuat sarapan untuk Mas Ridwan dan Chika. Menyiapkan jadwal sekolah Chika dan bekal untuk Chika. Kemudian, aku mulai bangkit dan bersemangat mulai bekerja lagi di siang hari.
Saat ini aku berada tepat di depan pintu cafe milik Mas Ridwan. Aku mengepalkan tanganku, mengusir rasa gugup karena adiknya Mas Ridwan juga ikut berkontribusi dalam pengembangan cafe. Jadi, aku tidak boleh semena-mena atau bekerja seenaknya.
“Pagi,” ucapku lirih, menyapa adik perempuan Mas Ridwan yang kedua. Bernama Prita. Dia sedang berdiskusi dengan karyawan untuk menu yang akan disajikan hari ini. Prita tersenyum pahit kepadaku, kemudian memperkenalkan aku pada semua karyawan di cafe ini. Ada 7 karyawan yang harus aku hafalkan namanya.
Prita menyuruhku untuk berdiri paling depan, yaitu bagian kasir. Dia mengajariku tentang cara pembayaran dan mengecek menu yang tersedia maupun kosong di cafe ini. “Kerja yang benar! Bukan karena kamu istri kakakku bisa seenaknya!” tegasnya. Aku menelan ludah, seakan melihat Mas Ridwan bagian dua. Karena saat di Pabrik dulu Mas Ridwan juga selalu menggertakku seperti ini. Aku mengangguk keras di depan Prita.
Prita masuk ke dapur mempersiapkan menu. Tiga orang karyawan lainnya lalu lalang membersihkan cafe karena jam buka satu jam lagi. Mataku berkeliaran menatap sekeliling cafe, yang terlihat membosankan. Sepertinya Prita terlalu kuno dalam penataan dekorasi.
“Astaga, dia benar kolot seperti kakaknya,” gumamku.
“Apa maksudmu?!” Aku terkejut tiba-tiba Prita berdiri di dibelakangku. Mulutku segera aku tutup rapat-rapat dan berpura-pura menatap layar tablet. Prita mengernyit, kemudian kembali masuk ke dapur.
Layaknya seperti karyawan baru, aku pun kelabakan saat hari pertama. Prita tidak segan memarahiku terang-terangan karena terlalu lelet. Seharian aku habis dilahap dengan makiannya.
Cafe tutup sampai jam 11 malam. Namun, karena Mas Ridwan datang menjemputku jam 9, aku pun pulang. Prita mengomeli aku, karena Mas Ridwan menjemputku terlalu awal. Mas Ridwan sampai kewalahan menerima amarah adik perempuannya. Disitu aku tahu, ternyata Mas Ridwan selalu kalah dengan adik perempuannya.
“Kenapa tidak membelaku tadi?” Aku menatap Mas Ridwan dengan kesal.
“Aku selalu kalah dengan dia, daripada dia mengomel lama-lama lebih baik kita iya aja,” jawab Mas Ridwan, tersenyum.
“Astaga, suami macam apa? Istrinya dimarahi malah angguk-angguk aja!” gerutuku.
“Sudah jangan kamu pikirkan, dia memang seperti itu. Tapi aslinya baik dan perhatian,” sanggah Mas Ridwan, membela adiknya.
“Apa dulu istrimu dimaki dia juga?”
“Desy? Mana mungkin berani memarahi. Istriku dulu lebih galak dari dia,” jelas Mas Ridwan. “Karena itu, kamu harus lebih galak dari Prita,” imbuh Mas Ridwan.
“Bagaimana mau galak, baru ngomong satu kata dia udah mengomel seribu kata!” gerutuku.
“Kamu sih cengeng, yang kuat dong!” Mas Ridwan tersenyum kecil seakan mengejekku.
“Alah, kamu memang kuat!” balas sindirku.
“Kuatlah, setiap malam ayo aku layani!” ucap Mas Ridwan ke arah lain. Aku cemberut dan membuang muka. Mas Ridwan malah tertawa terkekeh melihat kemarahanku.
“Tiga hari lagi sidang keputusan akan dilakukan, kamu siapkan?” tanya Mas Ridwan. Aku masih diam, rasanya dadaku masih berat melihat secara langsung Reino akan mendapatkan hukuman di penjara untuk waktu yang lama. Bagaimanapun juga, meskipun dia telah melukai hatiku. Kenapa aku begitu sulit membencinya? Aku tidak bisa membenci orang yang mencintaiku, dia pernah setulus itu dulu.
mana main!!!!
tarik atuh!
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Kau yang lebih terluka.
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
btw bikin Reno mati atuh Thor
Thor...bawa reoni kesini!!
gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
ihh pengen cubit ginjal nya
thor cerita mu tak bisa d tebak.
kerenn bangeettt 👍👍👍