Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Axel mondar-mandir di depan kamar Elsa. Sesekali ia memandangi pintu dengan tangan yang terangkat, hendak mengetuk. Namun, ia terlihat ragu untuk melakukannya.
Ia tahu, Elsa membutuhkan ruang, tapi diamnya gadis itu di dalam kamar justru membuat hatinya tidak tenang.
"Setidaknya, aku harus tahu keadaannya," gumam Axel. Tangannya kembali terangkat, hendak mengetuk pintu. Namun, sebelum jarinya sempat menyentuh permukaan pintu, ponselnya tiba-tiba berbunyi, tanda sebuah notifikasi pesan masuk.
Axel menarik ponsel dari saku, dan membuka pesan tersebut.
"Christian Wang. Pengusaha kaya dari keluarga Wang. Kebetulan, perusahaan kita sudah lama menjalin kerja sama dengan mereka. Dan ... ada isu skandal dari Tuan Wang beberapa bulan lalu. Tapi, mereka berhasil membungkam media. Sehingga, berita itu menghilang begitu saja."
Axel membaca pesan itu dalam diam. Sudut bibirnya perlahan terangkat membentuk senyum miring penuh arti.
Ia mengetuk ikon telepon, melakukan panggilan.
"Aku ingin, kau membuat perusahaan mereka sibuk. Jika perlu, buat mereka kacau. Aku tidak ingin Glenzy terlalu ikut campur dengan urusan Elsa dan terus menekannya, dengan mengungkit hubungan Elsa dan bajingan itu."
Tanpa menunggu jawaban, Axel langsung menekan tombol merah dan memutuskan sambungan telepon.
Ia menggenggam ponselnya erat, matanya kembali menatap pintu kamar Elsa yang perlahan mulai terbuka.
"El!" gumam Axel. Begitu melihat sosok Elsa berdiri di ambang pintu, ia langsung menarik gadis itu ke dalam pelukannya. "Akhirnya kau membuka pintu, El," lirihnya merasa lega.
Elsa terkejut dengan sikap Axel yang tiba-tiba. "A-ada apa?" tanyanya bingung.
Axel mengurai pelukannya perlahan, menatap wajah pucat gadis itu dan tersenyum tipis.
"Seharian kau mengurung diri di kamar. Tentu saja aku khawatir. Kau itu tanggung jawabku selama Roy tidak ada. Ingat?"
Elsa menunduk, merasa bersalah. "Maaf, Kak," lirihnya.
"Sudahlah, tidak apa-apa," balas Axel lembut, menepuk pelan kepala Elsa. Ia lalu meraih tangan gadis itu, menariknya perlahan. "Ayo ikut aku. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan."
Elsa hanya diam, tidak membantah, meski masih terlihat bingung. Dan, saat mereka sampai di halaman rumah nya yang tidak terlalu luas, ia mulai menatap Axel curiga .
"Kak, kenapa kita ke sini?" tanya Elsa.
Axel berdecak kesal, lalu menyentil dahi Elsa.
"Auw ... Sakit, Kak," keluh Elsa, mengusap dahinya dengan wajah cemberut.
"Salah sendiri, pikiranmu ke mana-mana," goda Axel sambil menyeringai. "Aku mengajak mu ke sini bukan untuk melakukan hal yang aneh-aneh. Tapi, Aku mempunyai kejutan untukmu."
Axel berjalan ke sudut halaman, mengambil beberapa batang kembang api yang sudah ia siapkan, lalu mulai menyalakannya satu per satu.
Suara letupan lembut terdengar, disusul cahaya warna-warni yang menghiasi langit malam.
Elsa memandang takjub, matanya membulat menatap percikan cahaya yang membentuk tarian di udara.
"Wah ... indah sekali," gumamnya, tanpa sadar, senyum kecil muncul di bibirnya.
Axel menoleh ke arahnya. "Kau suka?"
Elsa mengangguk cepat. "Iya, aku sangat suka. Terima kasih, Kak," serunya, sambil memandang Axel dengan mata berbinar.
Axel membalas pandangannya dengan senyum lembut. Ia hanya ingin menikmati momen itu dan membuat Elsa tersenyum lagi.
...****************...
Keduanya duduk di teras samping rumah, ditemani kesunyian malam yang hanya diisi suara serangga dan desiran angin. Langit gelap bertabur bintang menjadi saksi bisu percakapan yang perlahan membuka luka hati Elsa.
"Pertama kali aku mempunyai kekasih, dan itu adalah Irfan," ucap Elsa lirih, menatap langit tanpa berkedip. "Awalnya aku merasa sangat beruntung, karena Irfan begitu peduli padaku. Aku seolah menemukan penyemangat dalam hidupku. Tapi, lama kelamaan … aku merasa dia tidak terlalu baik untukku. Dia … seperti memanfaatkan ku."
Axel tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang, lalu menggenggam tangan Elsa. "Maaf, semua ini gara-gara aku. Andai aku tidak memintamu untuk mengujinya, maka ..."
"Tidak!" potong Elsa cepat, sambil menoleh menatap Axel. "Semua ini bukan salahmu, Kak. Justru, aku berterima kasih, karena kau mengingatkanku. Sekarang, aku semakin yakin jika Irfan tidak cukup baik untuk dipertahankan. Dan ... Aku tidak mau lagi berhubungan dengan orang kaya."
DEG!
Axel membeku. Jantungnya berdegup tidak beraturan. Tangannya yang bebas mengepal di atas pahanya dengan mata yang tajam menatap wajah Elsa.
"A-apa maksudmu?" tanya Axel terbata.
Elsa menghela napas. "Ya ... aku tidak mau lagi berhubungan dengan orang kaya. Rasanya sungguh menakutkan saat ada masalah. Mereka mempunyai kekuasaan, mempunyai koneksi, dan bisa menekan siapa saja yang mereka inginkan. Seperti yang sekarang terjadi padaku."
Axel menunduk dalam. "Tapi, tidak semua orang kaya seperti Irfan, El."
"Aku tahu," sahut Elsa cepat. "Tapi, aku benar-benar takut, Kak. Jika bukan karena Kak Roy dan kau, mungkin aku sudah kehilangan banyak hal sekarang. Kehilangan kepercayaan diri, dan kehilangan keberanian."
Keduanya terdiam. Angin malam kembali menerpa lembut wajah mereka. Bintang-bintang berkelip di atas, tapi hati Axel terasa gelap.
"Sudah malam. Aku tidur dulu, Kak. Selamat malam," ucap Elsa, seraya bangkit dari duduknya dan melangkah pergi.
"Selamat malam, El," balas Axel pelan, menatap punggung Elsa yang perlahan menjauh dan menghilang di balik pintu.
Ia masih terdiam di tempatnya. Tatapannya kosong menembus pekatnya malam. Lalu, gumaman lirih meluncur dari bibirnya.
"Tidak ingin berhubungan dengan orang kaya? Lalu … bagaimana denganku, El?" lirihnya.
Sedetik kemudian, rahangnya mengeras. Jemarinya merogoh ponsel dari saku celana, lalu menekan kontak yang tidak asing.
"Martin, Aku berubah pikiran," ucapnya setelah telepon tersebut tersambung.
"Hah? Maksudmu?" tanya Martin.
"Tidak perlu buat kekacauan untuk membuat mereka sibuk. Tapi ... Langsung hancurkan saja."
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....