Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.25
Tak terasa malam pun tiba, Kara duduk di depan jendela, memandangi langit malam sambil memikirkan Evelin.
Apakah perempuan itu baik-baik saja atau tidak? Kara ingin menghubungi, tapi dia yakin Evelin pasti akan memarahinya.
Kara mendesah dan terkejut saat pintu kamarnya diketuk.
"Astaga, membuatku kaget saja," kesal Kara, menyadari bahwa sekarang jam makan malam.
"Kara," panggil Embun.
"Iya, sebentar," jawab Kara, membuka kunci pintu.
"Ayo makan, semua orang sudah menunggu, dan ada yang ingin bertemu denganmu," kata Embun.
"Siapa?" tanya Kara.
"Sudah ikut saja dulu, nanti kamu akan tahu," balas Embun.
Saat tiba di ruang makan, Kara tertegun melihat pasangan paruh baya yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Tante Julia, Om Raihan," gumam Kara, tersenyum samar.
"Ayo kita makan dulu," ajak Bunda Kasih.
Kara duduk di sisi Embun, menatap hidangan sederhana yang terasa nikmat baginya.
Ayam goreng, tumis sosis dan wortel, bakwan, sambal, dan lalapan untuk orang dewasa.
Kara kembali kesal karena tidak bisa makan sambal.
"Sabar Nada, sabar. Nanti kamu bisa makan sepuasnya, semoga saja perut Kara kuat kalau aku makan pedas." Nada terkekeh dalam hati, dia makan sangat lahap malam ini sampai dia minta tambah.
*****
Setelah makan malam, Kara berada di ruang tamu panti bersama Bunda Kasih, Julia, Raihan, Embun, dan Samudra.
Kara merasa seperti sedang diinterogasi, tapi dia tetap santai ketika mereka bertanya tentang Nada.
"Nak, apa benar dalam tubuhmu ada Nada?" tanya Julia, memecah keheningan.
Kara menatap Julia yang hampir menangis, terkesan oleh sensitivitas tantenya.
"Huh, jika aku menjelaskan pun, mungkin kalian tidak akan percaya," kata Kara, bersandar karena perutnya kenyang.
"Kami akan percaya, Kara. Kami akan membantu Nada menghukum orang yang telah membuatnya pergi," sahut Samudra.
Kara tampak berpikir, apakah harus memberitahu mereka atau tidak.
Tapi jika tidak diberitahu, dia takut ada sesuatu hal yang buruk terjadi padanya.
"Baiklah, jika kalian memaksa, aku akan memberitahu satu hal pada kalian," kata Kara, menatap wajah mereka satu per satu.
Mereka semua menunggu dengan tegang, penuh harapan dan rasa ingin tahu.
Kara mengambil napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk mengungkapkan sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya.
"Kalian percaya dengan reinkarnasi? Atau orang yang hidup kembali, tapi di tubuh yang berbeda?" tanya Kara, menatap wajah mereka yang membisu dan saling melirik.
"Mungkin kedengarannya mustahil, mungkin itu hanya ada di orang-orang yang agamanya percaya adanya hal seperti itu. Tapi, itu ada dan terjadi pada aku (Nada) dan Kara," jelas Nada.
Semua terkejut, tapi tidak ada yang menyela karena mereka tahu Nada tidak suka ucapannya dipotong.
"Saat itu, jiwaku tidak bisa pergi untuk menghadap Tuhan. Aku terjebak di rumah susun itu sendirian, sesekali aku keluar dan kembali lagi karena alam gaib sangat menakutkan dan aku sangat takut," cerita Nada dengan mata yang menerawang jauh.
"Tiba-tiba, cahaya putih menyilaukan menarik jiwaku dengan kuat, melemparkan jiwaku dari ketinggian. Saat aku membuka mata, aku sudah berada di salah satu ruangan rumah sakit," lanjut Nada, mengingat momen saat jiwanya terjebak.
Nada mengusap sudut matanya, mengenang Kara.
"Kara, aku terbangun di tubuhnya yang lemah dan rapuh. Dia menjadi korban pelecehan oleh kekasih ibunya. Kara juga anak broken home," cerita Nada dengan emosi yang kuat.
Nada sangat ingin membalas rasa sakit yang dialami Kara oleh Alfa, tapi ini bukan saatnya.
"Jadi, kamu Nada atau Kara?" tanya Julia dengan lirih.
"Aku Nada, Tante Julia," balas Nada dengan mata berkaca-kaca.
Nada kemudian menyanyikan lagu yang sering Julia putar saat merajut sweater untuk anak-anaknya.
Tangis Julia pecah, dia memeluk Nada erat.
"Nada, sayang, Tante kangen sama kamu," isak Julia, Nada membalas pelukan Julia.
Embun dan Bunda Kasih juga ikut menangis, mereka merasa bahagia bisa dekat dengan Nada meskipun dalam tubuh yang berbeda.
Sementara Raihan dan Samudra tersenyum haru, Bunda Tari dan Mbak Aida tidak jauh dari tempat mereka juga terharu.
Mereka bahagia karena Nada sudah kembali, walau di tubuh anak kecil.
Setidaknya, mereka bisa menghabiskan waktu bersama Nada lebih banyak.
****
Berbeda dengan panti asuhan yang penuh haru, di kantor Lucas, tepatnya di ruangannya.
Lelaki itu belum pulang karena harus memeriksa ulang berkas-berkas milik kliennya.
Dia menegang saat melihat surat yang menyebutkan Kara Nada Laurencia menerima semua harta milik Rowman, termasuk perusahaan dan seluruh aset bergerak dan tak bergerak.
"Tidak mungkin ini..." gumam Lucas.
"Ini pasti salah, saat itu aku menulis nama Hana, bukan Kara," ujar Lucas sambil memeriksa berkas-berkas.
Tanda tangan dirinya sebagai pengacara, Rowman, dan Hendra sebagai saksi ada di sana, serta cap tiga jari milik Hana.
Lucas merasa bodoh karena mengusulkan Hana menggunakan cap tiga jari dengan alasan Hana belum bisa menandatangani berkas.
"Bodoh, bodoh," Lucas mengumpat pada dirinya sendiri.
Dia lalu mengingat kejadian di rumah Rowman saat dia pergi ke kamar mandi sebentar, sedangkan Rowman dia sedang berada diruang kerja pribadinya.
Saat Lucas kembali, Hana sudah menutup map berkas dan menunjukkan jari yang biru karena tinta.
"Om, sudah aku cap tiga jari. Lihat," kata Hana.
Lucas tersenyum dan mengusap puncak kepala Hana.
"Ya sudah, terima kasih Hana. Sekarang kamu boleh main," balas Lucas.
Lucas menggelengkan kepala, mengingat betapa teledornya dia dengan berkas sepenting itu.
Rowman sendiri tidak bertanya lagi setelah Lucas memberitahu bahwa semuanya sudah beres.
"Apa yang harus aku katakan pada Rowman? Dia pasti marah," gumam Lucas, berjalan bolak-balik di ruangan dengan gelisah, tak bisa tenang.
Lucas memutuskan untuk pulang karena hari sudah malam dan dia melewatkan makan malam bersama putri tercintanya.
"Aku akan pikirkan besok, lebih baik aku pulang saja dulu," gumam Lucas.
Sementara itu, di panti asuhan, setelah puas menangis bersama, mereka membahas rencana untuk mencari bukti.
Nada memberikan sertifikat rumah dan perusahaan pada Raihan.
"Kamu tenang saja, Nada. Semuanya aman di tangan Om." Ujar Raihan, dijawab anggukan setuju oleh Julia.
"Tante akan bantu kamu pokoknya, lalu setelah itu akan cari bukti kejahatan Alfa," sambung Julia.
"Tidak usah, Tan. Alfa akan jadi urusanku nanti," balas Nada tersenyum.
"Baiklah, jadi semua sudah jelas ya! Kamu Nada, akan tetap disini. Biarkan aku dan timku yang bergerak," kata Samudra, menatap Nada dengan senyum geli.
"Kak Sam, jangan liatin aku kayak gitu ihh..." rengek Nada, lalu dia bermanja pada Bunda Kasih.
"Lebih baik kita istirahat, sudah malam," kata Bunda Kasih, menyela perdebatan Samudra dan Nada.
Semua orang pun berpamit menuju kamar masing-masing.
Nada menatap Bunda Kasih dan tersenyum, memeluk kembali ibu kesayangannya.
"Aku rindu Bunda," bisik Nada, membuat Bunda Kasih tersenyum.
"Bunda juga," balas Bunda Kasih.
Bersambung ..
Maaf typo