DARI IPHONE, MENDADAK JADI NOKIA JADUL? OMAIGAD, ADA APA DENGAN JAMAN INI?
Mario, Brian, dan Cavin. Tiga remaja milenial pemuja teknologi, Game Online, Gadget, sekaligus penyembah sekte Google tiba-tiba masuk ke sebuah portal.
Yang membawa mereka akhirnya kembali ke tahun 2001, tahun dimana bahkan mereka pun belum lahir. Mereka yang sudah SMA tiba-tiba menjadi anak SMP ditahun tersebut.
Mereka terpaksa hidup dengan teknologi yang masih terbatas. Menggunakan Handphone dan perangkat yang belum mengusung Android serta IOS seperti sekarang ini.
Namun disanalah sebuah rahasia akhirnya terungkap. Ditahun tersebut, mereka mengetahui banyak hal tentang mengapa Mario seperti dibenci oleh kakaknya.
Mengapa orang tua Brian bercerai dan mengapa ibu Cavin tidak pernah memberitahu siapa ayah kandungnya. Di tahun tersebut pun, mereka terlibat cinta segitiga pada seorang gadis bernama Ratna.
Kisah ini penuh dengan nostalgia masa-masa akhir era 90 an.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Davin
"Anjay, dia mirip banget sama lo." ujar Mario seraya memperhatikan Davin, yang tengah sibuk membongkar barang-barangnya di dalam kamar.
Pintu kamar tersebut terbuka. Mario, Brian, dan juga Cavin mengintip dari balik pintu sambil berbisik-bisik.
"Gue bilang juga apa, gue aja heran." ujar Cavin.
"Segitu miripnya dia sama gue." lanjutnya lagi.
"Eh tapi di dunia ini, katanya ada 7 orang yang mirip sama kita." ujar Brian.
"Serius lo, siapa yang bilang?" tanya Mario tak percaya.
"Pokoknya ada deh yang bilang begitu."
"Jangan ngadi-ngadi lu, Bri."
"Serius Mario, gue pernah denger ada omongan gitu. Emang lo nggak pernah denger?"
"Kagak."
"Kudet lu ah, katanya anak internet ngets."
"Ya, mana gue tau. Emang gue pencipta alam semesta, maha tau."
"Kakak lu kayak pemeran sub Zero, ya."
Mario menyadari sesuatu.
"Iya mirip Jota." celetuk Brian. Cavin pun baru menyadari kemiripan kakaknya dengan aktor terkenal tersebut.
"Kalian ngapain disitu?"
Tiba-tiba ayah lintas jaman Cavin muncul dan menegur mereka. Seketika Davin pun sadar jika sang adik tengah memperhatikan dirinya dari balik pintu, bersama dengan dua orang teman yang Davin sendiri tidak kenal.
"Anu, pi. Itu..." Cavin gelagapan, ayah lintas jamannya pun tersenyum.
"Kamu masih penasaran sama kakak kamu sendiri?" tanya nya kemudian.
"Nggak koq, biasa aja."
Cavin gengsi mengakui, jika dirinya masih sangat penasaran dengan sosok Davin.
"Dia memang kakak kamu koq, rentang usia kalian lumayan jauh. Davin itu sudah 27 tahun usianya. Waktu kamu lahir, dia udah SMA."
"Ada apa, pi." Davin muncul dari dalam kamarnya, Mario dan Brian saling sikut.
"Kamu udah ngobrol sama adek kamu?" tanya Ayahnya pada Davin, Davin hanya tersenyum.
"Dari tadi dia nggak ngomong apa-apa." Davin memperhatikan sang adik.
Sementara Cavin hanya menunduk dengan mata yang melirik ke kanan dan kiri, ke arah Mario dan juga Brian. Tak lama kemudian, mereka sudah ada di ruang permainan, Davin berusaha mengajak Cavin berbicara sambil bermain PlayStation generasi 2. Sementara Mario dan Brian memainkan permainan yang lain.
Seperti diketahui orang tua Cavin memiliki ruangan khusus, dengan segala macam permainan untuk anaknya.
"Kamu kemana aja selama ini?"
Cavin mulai bertanya pada Davin, namun matanya tetap tertuju ke layar dan fokus pada permainan.
"Kuliah di Australia." jawab Davin sambil menoleh dan menatap wajah Cavin.
"Biaya dari mana?. Kan kamu nggak pernah kontak sama mami dan juga papi."
"Kerja lah."
"Oh, kenapa benci sama Cav?"
Kali ini Davin tertawa, bahkan dia hampir tersedak asap rokok yang tengah dihisapnya.
"Benci aja, kenapa mesti ada gitu."
"Kamu takut warisan papi dibagi dua?"
Davin makin tertawa.
"Bukan masalah itu, aku nggak mau kasih sayang papi dan mami terbagi. Tapi ya udalah, mau diapain lagi. Waktu itu aku masih muda dan egois, masih jadi anak manja."
Cavin menunduk, ia merasa semua orang menolaknya. Tidak dijaman ini maupun dimasa depan. Ia sering dipukuli om dan tantenya, semasa ia dan ibunya masih menumpang dirumah orang tua dari ibunya.
Saat itu mereka sedang tak punya uang sama sekali, ibu Cavin belum mendapat pekerjaan. Sementara nenek dan kakeknya sendiri, hidup dibiayai oleh suami dari tantenya. Mungkin saat itu mereka merasa sangat terbebani karena sudah menanggung orang tua, ada lagi Cavin dan juga ibunya.
Cavin seringkali di marahi saat ia dan anak tantenya bertengkar. Meskipun itu hanyalah pertengkaran dua anak kecil yang berebut mainan. Ia kerap di labeli dengan kata-kata "Anak nakal, Anak sial" karena dianggap selalu membawa masalah.
Ia sudah mendapat penolakan berkali-kali. Hingga di dimensi ini pun, ia pun tetap dihantui penolakan. Ditolak oleh kakak kandungnya sendiri.
"Cav?"
Davin memperhatikan Cavin yang terus menunduk sejak tadi.
"Cav, please...!"
Davin mulai melihat bulir bening mengalir di kedua sudut mata adiknya itu. Perlahan ia pun terisak, ketika akhirnya Davin memeluknya sambil meminta maaf.
"I'm sorry, Cav. I'm sorry."
Mario dan Brian menoleh ke arah Cavin. Keduanya terdiam dan terpaku ditempat masing-masing, sementara Cavin terus menumpahkan tangisnya.
Permintaan maaf dari Davin terdengar begitu tulus, namun hati Cavin tetap saja merasa sakit. Ia tak menyangka jika harus menghadapi penolakan pula, di jaman yang bahkan ia tidak tau benar atau hanya mimpi ini.
Mario dan Brian membiarkan Cavin meluapkan emosi serta kesedihannya yang menumpuk selama ini. Mereka berdua memilih pulang ke rumah masing-masing, tanpa pamit terlebih dahulu.
Mereka tahu apa yang dialami Cavin selama ini. Bahkan diantara anak-anak yang lain, hanya mereka berdua lah yang terbilang sangat peduli dan mau berteman dengan Cavin.
Mario seringkali berbohong pada kedua kakaknya, hanya untuk mendapatkan uang. Ia bisa berpura-pura bermasalah dengan orang dan orang tersebut meminta ganti rugi atas perbuatan Mario.
Uang itu kemudian ia pakai untuk membiayai sekolah Cavin yang kadang tersendat. Karena satu-satunya anak yang berasal dari keluarga tidak mampu di sekolah mereka hanyalah Cavin. Ia masuk ke sekolah itu jalur prestasi.
Pihak sekolah memang memberikan beasiswa, namun tidak full. Cavin sangat bersikeras ingin masuk ke sekolah tersebut, karena sakit hati sering dikatakan bodoh. Oleh tante, om dan juga sepupunya.
Ia juga sering dibilang tak akan mampu masuk ke sekolah yang bagus, karena ia dan ibunya miskin. Untuk itulah Cavin belajar dengan giat, sementara ibunya bekerja apa saja untuk memenuhi kebutuhan Cavin.
Bukan tentang tidak menerima keadaan, tetapi lelah dengan penghinaan. Yang ada di benak Cavin hanyalah bagaimana caranya maju dan membuktikan, bahwa omongan jahat tentang dirinya tidaklah benar.
Malam itu Cavin tertidur dengan lelap, usai lelah menangis dan menumpahkan semua beban dihatinya.
Ia tidur dengan ditemani oleh Davin yang kini duduk disisi ranjang, sambil tak henti memperhatikannya. Agaknya Davin memang menyesali perbuatannya dahulu, yang pernah menolak adiknya sendiri.
Sementara Brian dan Mario pulang dengan perasaan gamang. Mereka duduk terdiam di kamar masing-masing, sambil mengingat kejadian tadi.
Cavin dengan luka bathinnya yang selalu ditolak, mendapat penolakan yang sama di jaman ini. Awalnya hidup Cavin tampak sempurna, sebelum akhirnya kejadian ini muncul dan melukai hatinya.
Lalu bagaimana dengan Mario dan Brian nanti, apakah akan ada penolakan juga?. Atau hal yang lebih buruk?.
Mengingat selama ini Mario dan Brian pun membawa luka bathin masing-masing. Mario hampir sama dengan Cavin, bedanya ia ditolak oleh kakaknya sendiri dimasa depan.
Ia sering diabaikan dan dianggap sebagai anak yang menyusahkan. Bahkan teriakan dan bentakan dari Michael, menjadi makanan wajib baginya hampir tiap hari. Entah apa yang akan terjadi di jaman ini, apakah akan ada kejadian yang sama atau tidak.
Sedangkan luka bathin Brian adalah selalu minder, lantaran sering dibully dan dikatai tak punya ibu. Ia selalu iri pada anak-anak yang masih memiliki ibu. Sedang ayahnya sendiri tak pernah mau tahu dengan kesedihan yang dialami anaknya itu.
Brian dipaksa menjadi anak yang tegar dan kuat dimana pun berada. Bahkan ayahnya tak mengizinkan Brian menangis sekalipun.
Ia tak boleh menanyakan ibunya sama sekali. Brian yakin ayahnya lah yang membuat sang ibu pergi dari rumah. Karena tak tahan dengan sikap ayahnya yang kurang perhatian serta terkesan tak peduli.
please kak Devy..diupdate semua novelnya.
keren² semua soalnya