Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Pada akhirnya Nadia membebaskan Aditya dari tuduhan warga, bukan berati ia telah memaafkan dan mau kembali tinggal bersama Aditya. Dia hanya mengakui di depan warga jika benar dia merupakan istri dari seorang pria yang akan ditangkap karena tuduhan penculikan itu.
Sore hari saat Nadia baru sampai di kosnya, pintu kos terdengar diketuk. Nadia melihat dari balik jendela.
Ternyata seseorang yang tidak ingin dia temui lebih dulu beberapa waktu.
Pintu diketuk terus menerus, salahnya karena dia tidak menyimpan sepatunya di dalam kos dan lampu kamar kosnya yang menyala terang sehingga siapapun dapat mengetahui jika penghuninya sedang ada di dalam.
Ditambah suara dering ponselnya yang berbunyi keras karena kini seseorang di depan pintu itu tengah meneleponnya.
Mau tidak mau, Nadia membuka pintu kamarnya.
"Aku tahu kamu di dalam, Nadia." Senyumnya cerah menduga jika orang itu akhirnya keluar juga.
"Ada apa?" tanya Nadia dari balik pintu, dia hanya menyembulkan sedikit kepalanya keluar.
"Sedang apa?" tanya orang itu, bukan lain adalah Aditya yang kini melongok ke dalam sepetak ruangan.
"Mau makan," jawab Nadia seadanya, tanpa Nadia menjawab pun siapapun sudah bisa mengira dia akan makan karena ada boks makanan yang terbuka di atas meja portable kecil.
"Boleh mampir?"
Hanya ada satu ranjang yang tidak begitu besar, kaskus kecil di dalam sepetak kamar itu. Jika dibandingkan dengan apartemen milik Aditya, kamar itu hanya sebesar ruang televisi, bahkan kamar di apartemen 3 kali lebih besar daripada kamar kos Nadia.
Tidak ada sofa, hanya karpet tipis sebagai alas duduk mereka. Mereka duduk berhadapan sambil bersila.
Aditya melihat apa saja yang Nadia lakukan, kesana kemari sampai dia duduk di depannya.
Nasi kotak dengan menu sayur capcai, kerupuk udang, sepotong daging ayam bakar, dan lalapan.
Nadia memberikan piring dan gelas kepada Aditya, niatnya mau membagi makanan menjadi dua.
"Makan kamu cuma begini, Nad?"
Nadia menatap makanannya, tidak ada yang salah baginya. Ini makanan yang layak dimakan.
"Kenapa? Aa gak suka?"
Bukan begitu maksud Aditya, tetapi ini terlalu sederhana baginya. Nasi boks seperti makanan dalam seminar. Aditya yakini jika itu jatah makanan siang dari kantornya.
"Kita bisa makan diluar kalau kamu mau, ayo?" ajak Aditya.
Nadia menggeleng.
"Gapapa kalau Aa gak mau makan ini. Tinggal beli di luar atau pesan antar, aku mau makan ini saja."
"Bukan begitu, tapi apakah kamu cukup kalau ini dibagi dua?"
"Biasanya juga sisa, aku makan lagi buat besok pagi," jawab Nadia.
"Apa?!"
.
.
"Aku dimana, Nad?"
"Di bawah, kalau gak lebih baik Aa pulang aja."
Aditya tidur di bawah, pada alas karpet itu tanpa bantal dan selimut yang tebal. Nadia hanya memberikan selembar kain yang tipis yang dia punya. Kasur itu hanya muat satu orang dengan satu bantal, tentu tidak ada pilihan lain untuk Aditya selain tidur di bawah.
Pagi hari, Nadia merasakan kamar itu lebih hangat daripada biasanya. Selain hangat, ia juga merasa berat di bagian kaki dan perutnya.
Tubuhnya tertahan ketika akan meraih ponsel yang berbunyi sebab alarm telah menyala dan entah benda itu ada dimana.
"Astaghfirullah!" katanya yang terkejut melihat siapa yang sedang berada di belakang tubuhnya sambil memeluknya erat.
"A, awas! Apa-apaan sih? Aku bilang, kamu tidur di bawah, kenapa naik?!"
"Aw, aw! Iya, iya. Tadi malam ada kecoa dari kamar mandi, Nad. Geli, merambat di kaki," jawab Aditya yang menangkis pukulan Nadia.
Nadia melihat ke bawah, dia terlupa pintu kamar mandi dibiarkan terbuka sejak semalam.
"Dimana kecoanya?"
"Gak tahu, di bawah masuk ke sinj. Ih," kata Aditya begidik geli memeragakan bagiamana makhluk itu menyusup ke balik celananya.
"Dia datang dari sana, tuh!" tunjuk Aditya ke arah pintu kamar mandi.
"Biasa itu, A. Kayak gak pernah lihat kecoa aja, sudah sana. Aku mau mandi!"
Nadia masuk ke dalam kamar mandi, bak seorang puteri kahyangan yang tengah mandi di telaga, Nadia mandi cukup lama dengan tenang dan hanya suara cipratan air yang terdengar gemercik halus.
Lalu, dia keluar dengan keadaan sudah rapi dan wangi dengan pakaian dan jilbabnya.
Aditya masih duduk di tepian ranjang, menatapi perempuan yang sudah segar di waktu yang bahkan masih subuh itu.
"Kenapa? Aa gak mau mandi, solat?"
"Dingin. Gak ada handuk," jawab Aditya.
"Aku punya dua."
Sebelum masuk ke dalam kamar mandi itu, Aditya melihat ke sekeliling ke dalam kamar mandi yang terlihat bersih dan tercium wangi sabun bekas mandi Nadia.
Ia masih trauma dengan mahkluk yang suka tiba-tiba muncul dan terbang ke wajah, ia trauma kejadian semalam.
Memang kamar mandi itu terlihat bersih, tetapi barangkali makhluk itu bersembunyi di balik bak atau di bawah sikat kloset.
"Nad, ini aman kan gak ada kecoa?"
"Aman, tadi gak ada," jawab Nadia sambil memakai mukenanya.
Aditya percaya pada perkataan istrinya. Suara keran mulai menyala deras mengisi bak mandi dan suara guyuran air yang menabrak lantai terdengar teratur sehingga Nadia dapat menjalankan ibadah solat dengan tenang.
Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama ketika tiba-tiba kehebohan terdengar dari balik pintu kamar mandi yang tertutup.
"Nadia, ada kecoa, Nad!"
Tuk tuk tuk. Terdengar suara gayung yang dipukulkan ke bak atau dinding.
"Ada satu. Gede banget, Nad. Ihhh!"
Tok tok tok.
"Akh! Dia mendekat! Nadia, tolongin, Nad. Dia mau terbang!"
"Heh, ada 2 ternyata! Eh, 3! Nadia, kamu dimana? Tolong!"
Nadia sudah sampai rukun takhiyat akhir, sayang jika dibatalkan. Sementara, dia biarkan orang itu berteriak meski sebenarnya Nadia iingin sekali tertawa mendengar teriakan yang heboh memanggil namanya.
"Nad, ada banyak, Nad! Akhrrr! Mereka pada terbang!"
Tok! Tok!
Gubrak!
Assalamualaiakum warahmatullah
Begitu salam, Nadia langsung melihat ke belakang. Hendak memeriksa orang yang sejak tadi heboh perang makhluk penghuni tetap kamar mandi.
Nadia mengetuk pintu sekali, suara di dalam sana tiba-tiba senyap.
"A?"
"A Adit?"
Tidak ada jawaban dari dalam.
Dengan terpaksa, Nadia mendorong keras pintu yang tidak terlalu kuat itu. Hanya sekali hentakan tenaga dengan sikunya, ia bisa membobol kuncinya.
"Ya Allah, A!"
Seseorang telah terduduk di sisi bak, sambil memegangi gayung hijau dengan mata terpejam dan tanpa busana.
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran