NovelToon NovelToon
Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: chery red

Dilahirkan dalam keluarga kaya, Alea Lily Armstrong tumbuh dalam penolakan. Dianggap pembawa sial, ia dikucilkan dan dibenci. Luka hati mengubahnya menjadi wanita dingin. Pertemuannya dengan Alexander, ketua mafia terluka, membawanya ke dunia gelap.
Lea menjadi "Ratu Mafia Tersembunyi," menyembunyikan identitasnya. Dendam membara, menuntut pembalasan atas luka lama. Di tengah intrik mafia, Lea mencari keadilan. Akankah ia temukan kebahagiaan, ataukah dendam menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chery red, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Taring Sang Ratu dan Neraka Tiara Dimulai

Beberapa minggu telah berlalu sejak insiden penculikan yang nyaris merenggut nyawa Alea dan Axel. Luka fisik Alea telah pulih sepenuhnya, menyisakan bekas samar yang menjadi pengingat bisu akan malam mengerikan itu. Axel pun kembali bugar, namun insiden itu meninggalkan jejak berupa tingkat protektif dan posesif yang meningkat drastis.

Selama periode pemulihan itu, Alea tidak berdiam diri. Dengan otaknya yang jenius, ia berhasil menyelesaikan tes lompat kelas dan ujian kelulusan dengan nilai yang sempurna, jauh melampaui standar. Hasilnya, ia kini resmi menjadi siswi SMA, dan tentu saja, pilihan sekolahnya jatuh pada SMA Elit Nusantara, sekolah yang sama dengan Axel dan gengnya. Ini adalah bagian dari rencananya, sebuah langkah strategis untuk mendekati dan menghancurkan Richard Amstrong dari berbagai sisi.

Hari pertama Alea di SMA Elit Nusantara disambut dengan sorot mata penasaran, bisikan kagum, dan tatapan penuh iri. Namanya sudah dikenal luas sebagai gadis yang selalu bersama Axel, sang pangeran sekolah, dan kini ia juga datang dengan reputasi sebagai siswi jenius yang berhasil melompati beberapa jenjang pendidikan.

Di koridor sekolah yang ramai, Axel tak henti-hentinya menempel pada Alea. Tangannya melingkar posesif di pinggang Alea, sesekali merangkul bahu gadis itu, atau bahkan mengusap lembut rambutnya. Setiap ada siswa lain yang melirik Alea terlalu lama, Axel akan menatap tajam, membuat mereka segera mengalihkan pandangan.

"Axel, aku bisa jalan sendiri," bisik Alea, sedikit geli dengan tingkahnya.

"Tidak bisa, Boo. Nanti kalau ada yang menyenggol mu bagaimana? Atau kalau ada yang berani melirik mu dengan tatapan tidak sopan, aku harus langsung tahu," jawab Axel, suaranya rendah dan serius, namun ada nada manja yang tak bisa ia sembunyikan.

Dion, Jeremy, Thomas, Arya, Putra, Michael, dan Jordan, yang berjalan di belakang mereka, hanya bisa menggelengkan kepala.

"Bucinnya makin parah, Bro," celetuk Jeremy, terkekeh.

"Kayaknya Axel harus dikasih label 'Awas, Posesif Akut'," tambah Putra, tertawa.

Axel menoleh ke belakang, menatap teman-temannya dengan tatapan mengancam. "Diam kalian! Ini namanya sayang! Kalian mana tahu rasanya hampir kehilangan orang yang paling kalian cintai!"

"Iya, iya, Tuan Bucin," sahut Dion, mengangkat kedua tangannya menyerah. "Tapi jangan sampai Alea sesak napas karena kau tempeli terus kaya kutil."

Alea hanya tersenyum tipis. Ia tahu ini adalah bentuk kasih sayang Axel, dan meskipun kadang berlebihan, ia merasa aman. Di balik semua itu, Alea juga tahu bahwa permainannya yang sebenarnya baru akan dimulai di tempat ini.

Belum genap satu hari Alea berada di sekolah, saat jam istirahat tiba, saat itulah pertemuan yang tak terhindarkan terjadi. Di kantin yang ramai, Tiara, David, dan Devan, bersama dengan Dita dan Sari, sudah duduk di meja mereka, tatapan mereka langsung tertuju pada Alea yang berjalan masuk bersama Axel dan gengnya.

Tiara, dengan seringai meremehkan di wajahnya, bangkit dari duduknya. "Wah, wah, lihat siapa yang datang! Si anak pungut yang ternyata masih hidup. Kupikir sudah jadi santapan ikan di laut," ucapnya keras, sengaja agar semua orang di kantin mendengar. David dan Devan terkekeh, sementara Dita dan Sari hanya tersenyum sinis.

Mendengar itu, Axel langsung menghentikan langkahnya, tubuhnya menegang. Ia hendak membalas, namun Alea menahan lengannya. Alea menatap Tiara dengan tatapan datar, tanpa emosi, seolah Tiara hanyalah debu yang tak berarti.

"Oh, kau masih hidup rupanya, Tiara," balas Alea, suaranya tenang, namun menusuk. "Sayang sekali, aku tidak bisa mengatakan hal yang sama untuk reputasimu, sepupuku yang malang. Kudengar, saham perusahaan ayahmu... ah, maaf, maksudku, perusahaan Ayah Richard, sedang anjlok, ya? Apa rasanya hidup di bawah bayang-bayang kebangkrutan, sementara semua kekayaanmu itu sebenarnya bukan milikmu?"

Wajah Tiara langsung memucat. Matanya melebar tak percaya. Informasi itu adalah rahasia yang ia coba tutupi mati-matian, dan sentilan tentang statusnya sebagai "anak angkat" serta kepemilikan harta itu adalah pukulan telak. David dan Devan pun terdiam, terkejut. Dita dan Sari saling pandang dengan cemas.

"Apa maksudmu?! Jangan bicara sembarangan! Kau itu cuma anak jalang yang tidak tahu diri! Dari mana kau dengar omong kosong itu, hah?!" Tiara berteriak, nadanya naik, mencoba menutupi kegugupannya dengan agresi.

Alea hanya tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke matanya. "Omong kosong? Aku hanya mengulang apa yang kudengar dari bisikan angin. Atau mungkin, itu adalah gema dari tangisan Ayah Richard yang kehilangan sebagian besar hartanya? Ah, maaf, aku lupa, kau kan anak yang tidak tahu apa-apa selain menghamburkan uang orang tua, yang bahkan bukan orang tua kandungmu. Pantas saja kau tidak tahu betapa sulitnya menjaga harta, karena kau tidak pernah memilikinya."

Satu kantin terdiam. Bisikan-bisikan mulai terdengar. Alea melanjutkan, langkahnya anggun, mendekati meja Tiara. Axel dan gengnya berdiri di belakangnya, siap siaga, namun membiarkan Alea beraksi.

"Dulu kau mungkin bisa bersembunyi di balik kekayaan ayahmu, Tiara," lanjut Alea, suaranya dingin menusuk, setiap kata yang terucap bagai silet yang mengiris. "Tapi sekarang? Kau hanya sampah yang menunggu untuk dibuang. Dan omong-omong, kudengar kau, David, dan Devan tidak lagi satu suara. Ternyata kalian hanya sekumpulan parasit yang berpura-pura setia demi status dan uang."

"Tutup mulut busukmu, Alea!" Tiara balas membentak, matanya berkilat marah. "Kau pikir kau siapa berani bicara seperti itu padaku?! Kau itu hanya sampah yang pantasnya hidup di selokan! Tidak punya keluarga, tidak punya siapa-siapa! Cuma sampah masyarakat!"

Alea mengangkat satu alisnya, ekspresinya tetap tenang, seolah mendengar dongeng pengantar tidur. "Oh, aku sampah? Lalu bagaimana denganmu, Tiara? Dulu kau bilang aku tidak punya siapa-siapa, tapi lihat sekarang. Aku berdiri di sini, dikelilingi orang-orang yang peduli padaku," Alea melirik ke arah Axel dan gengnya yang menatapnya dengan bangga. "Sementara kau? Kau duduk di sana, dengan dua parasit yang hanya menempel karena keuntungan," Alea menunjuk David dan Devan dengan dagunya, "dan dua ekor tikus yang siap lari kapan saja." Matanya beralih ke Dita dan Sari yang terlihat sangat tidak nyaman.

"Setidaknya aku punya keluarga! Aku punya ayah yang kaya! Aku tidak seperti kau, anak pungut yang dibuang!" Tiara tak menyerah, mencoba menyerang titik kelemahan Alea.

Namun, Alea hanya tertawa kecil, tawa yang terdengar dingin dan tanpa emosi. "Keluarga? Kau yakin Richard Amstrong itu ayahku, darahnya sama dengan ku? Kau hanyalah anak angkat yang bahkan tidak bisa ia akui dari dulu dan tak bisa menyandang gelar anak sah yang dicintai sepenuh hati. Seberapa banyak uang yang ia berikan padamu, itu tidak akan mengubah fakta bahwa kau hanyalah bayangan, pengganti sementara sampai aku kembali." Alea mendekatkan wajahnya, suaranya berbisik namun menusuk. "Dan ngomong-ngomong, aku tahu semua tentang 'bisikan' ayahmu untuk menyingkirkanku. Jadi, siapa yang sebenarnya sampah di sini, Tiara? Yang dibuang, atau yang berusaha membuang?"

Wajah Tiara langsung memucat pasi, bibirnya gemetar. Ini adalah informasi yang sangat rahasia, dan Alea tahu itu.

"Kau... kau jalang! Beraninya kau bicara seperti itu?!" Tiara maju selangkah, tangannya mengepal.

"Jalang?" Alea mengangkat satu alisnya, tatapan meremehkan. "Setidaknya aku tidak perlu menjual diri atau reputasiku untuk mendapatkan apa yang kuinginkan. Tidak sepertimu, yang hanya bisa mengandalkan warisan yang sebentar lagi akan lenyap."

"Alea!" Axel maju selangkah, khawatir Alea akan terlalu jauh.

Namun, Alea hanya meliriknya sekilas, memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja. Ia kembali menatap Tiara. "Dan untukmu, kakak-kakak kembarku tersayang, David dan Devan," Alea mengalihkan pandangannya ke si kembar, suaranya lebih lembut, namun ironisnya lebih menusuk. "Kalian berdua ini memang pantas disebut pengecut dan penjilat. Beraninya cuma di belakang Tiara. Dulu membuang ku begitu saja, seolah aku tak ada. Sekarang, kalian hanya bisa menjilat, berharap kalian masih bisa menyiksa dan menyakitiku seperti dulu, dan mengandalkan fitnah yang kalian karang untuk membuat Tuan Richard yang terhormat itu menyiksaku dan menghukum ku. Lucu sekali melihat kalian, para putra kebanggaan ayah, yang bahkan tak tahu bagaimana menghadapi adik kecil kalian ini yang dengan sengaja telah kalian buang."

Wajah David dan Devan semakin merah padam, lebih dari sekadar malu. Ada gurat penyesalan dan keterkejutan yang nyata melihat Alea, adik yang mereka buang, kini berdiri di hadapan mereka dengan keberanian dan aura yang jauh berbeda. Mereka tidak bisa berkata-kata.

Tiara, yang sudah sangat marah dan dipermalukan habis-habisan, mengangkat tangannya hendak menampar Alea. Namun, sebelum tangannya menyentuh pipi Alea, Axel dengan sigap menangkap pergelangan tangan Tiara dengan cengkeraman kuat.

"Jangan berani-berani menyentuh Alea sehelai rambut pun," desis Axel, suaranya rendah dan penuh ancaman. Matanya menyala marah, membuat Tiara ketakutan.

"Axel! Lepaskan aku!" Tiara meronta.

"Axel, sudah," Alea menyentuh lengan Axel, memberinya isyarat. Axel melonggarkan cengkeramannya, namun tidak melepaskan sepenuhnya.

Alea mendekatkan wajahnya ke telinga Tiara, berbisik dingin, suaranya hanya bisa didengar oleh Tiara. "Ini baru permulaan, Tiara. Kau dan keluargamu akan membayar mahal untuk setiap tetes air mata yang ku tumpahkan. Nerakamu baru saja dimulai. Dan aku, akan menjadi iblis yang mengantarmu ke sana."

Alea kemudian menarik diri, tatapan matanya kembali datar, seolah Tiara tidak lebih dari sekadar bayangan. Ia menoleh ke Axel. "Yang, aku lapar. Ayo kita cari tempat duduk."

Axel mengangguk, melepaskan pergelangan tangan Tiara dengan kasar, lalu merangkul pinggang Alea posesif dan membawanya pergi, meninggalkan Tiara yang terdiam mematung dengan wajah pucat pasi dan mata berkaca-kaca. David, Devan, Dita, dan Sari hanya bisa menatap Tiara dengan canggung.

Axel dan Alea duduk di meja paling ujung kantin, diikuti oleh geng mereka. Bisikan-bisikan di kantin masih terdengar, semua mata tertuju pada mereka.

"Gila, Alea! Kau keren sekali!" seru Jeremy, matanya berbinar kagum. "Tiara langsung bungkam seribu bahasa!"

"Aku tidak menyangka Alea bisa sekejam itu," kata Thomas, sedikit terkejut namun juga kagum.

"Tiara memang pantas mendapatkannya," sahut Putra, menyeringai. "Sudah lama aku ingin melihat dia dipermalukan seperti itu."

Dion menatap Alea dengan tatapan serius. "Alea, kau tahu dari mana soal saham perusahaan Ayah Richard?"

Alea hanya mengangkat bahu, tersenyum misterius. "Angin berbisik."

Axel menatap Alea dengan tatapan bangga. "Itu baru Boo-ku! Jangan macam-macam dengan dia, kalau tidak mau hancur!"

Michael terkekeh. "Axel, kau itu selalu saja begitu. Tapi Alea memang luar biasa. Dia tidak hanya cantik, tapi juga cerdas dan berani."

Jordan hanya mengamati Alea dengan seksama. Ada sesuatu yang berbeda dari Alea. Aura dingin yang terpancar dari gadis itu saat berhadapan dengan Tiara, membuatnya teringat pada seseorang yang sangat ia kenal.

"Alea, setelah ini, aku akan lebih sering mengawasi mu," kata Axel, mendekatkan wajahnya ke Alea. "Aku tidak mau ada yang berani menyentuhmu lagi."

"Kau sudah melakukannya dengan sangat baik, Yang," bisik Alea, menyentuh pipi Axel. "Aku merasa aman bersamamu."

Axel tersenyum lebar, merasa puas dengan pujian Alea. Ia kemudian menyuapi Alea makanan yang baru saja ia ambilkan, mengabaikan tatapan geli teman-temannya.

"Lihat tuh, sudah jadi pengasuh pribadi," celetuk Putra.

"Bucinnya sudah level dewa," timpal Jeremy.

Alea hanya terkekeh, menikmati perhatian Axel. Ia tahu, di balik semua drama dan kebucinan ini, ia memiliki dukungan penuh dari orang-orang yang mencintainya. Dan itu adalah modal terbesarnya untuk menghadapi Richard Amstrong dan semua musuh yang berani menghalangi jalannya. Permainan baru saja dimulai, dan Alea siap menjadi pemain utama yang akan membalikkan semua keadaan.

1
Naruto Uzumaki family
Lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!