Ini adalah perjalanan cinta kedua putri kembar Ezar dan Zara.
Arsila Marwah Ezara, si tomboy itu akhirnya berhasil bekerja di sebuah perusahan raksasa yang bermarkas di London, Inggris, HG Corp.
Hari pertama nya bekerja adalah hari tersial sepanjang sejarah hidupnya, namun hari yang menurutnya sial itu, ternyata hari di mana Allah mempertemukan nya dengan takdir cintanya.
Aluna Safa Ezara , si gadis kalem nan menawan akhirnya berhasil menyelesaikan sekolah kedokteran dan sekarang mengabdikan diri untuk masyarakat seperti kedua orang tuanya dan keluarga besar Brawijaya yang memang 90% berprofesi sebagai seorang dokter.
Bagaimana kisah Safa sampai akhirnya berhasil menemukan cinta sejatinya?
Karya kali ini masih berputar di kehidupan kedokteran, walau tidak banyak, karena pada dasarnya, keluarga Brawijaya memang bergelut dengan profesi mulia itu.
Untuk reader yang mulai bosan dengan dunia medis, boleh di skip.🥰🥰
love you all
farala
💗💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 : Insiden secangkir kopi
London, Inggris.
" Uhuk..uhuk.."
Rowan terbatuk begitu memasuki ruangan Arga yang berselimut awan putih akibat dari asap rokok. Puntung puntung cerutu itu kini memenuhi asbak di atas meja. Entah, sudah berapa bungkus yang dia habiskan hari ini.
Semenjak mengetahui kabar jika Safa akan menikah, Arga kembali ke kehidupan lamanya,, merokok dan menyibukkan dirinya di belakang meja .
Kejadian serupa pernah terjadi sekitar tiga tahun lalu, ketika salah satu hotel mewah nya di Belgia, hampir gulung tikar akibat korupsi besar-besaran yang di lakukan GM beserta jajarannya.
Sekarang walau dengan kondisi sama di mana Arga sedang frustasi , tapi stres yang di hadapinya berada di kasus yang berbeda.
Patah hati....itu lebih tepat menggambarkan kisah nya kali ini.
Rowan yang sudah lama bekerja dengan Arga, bisa menilai jika sang bos dinginnya itu benar benar telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Anehnya, ini pengalaman pertama, pengalaman di mana dia mengenal seorang wanita, wanita yang di lihatnya baru sekali, berbincang pun hanya beberapa kata. Tapi, wanita itu mampu membuat gunung besar dan keras itu luluh lantah tak bersisa, hancur berkeping keping dan akan sulit untuk di satukan kembali.
Mungkinkah ini yang di namakan cinta sejati?
Rowan menghela nafas. Tidak banyak yang bisa dia lakukan.
Beberapa hari lalu, opa Alden memanggil Rowan ke mansion Hatcher.
" Kau pasti tau apa yang membuat Arga bertingkah aneh, bisa kau jelaskan padaku, Rowan?" Tanya opa Alden penuh selidik.
" Saya tidak mengerti maksud anda, tuan besar."
Opa Alden yang sedang duduk, menatap Rowan tak berkedip dengan kedua tangan dia lipat di depan dada.
" Ckckck.....kau memang paket komplit dengan si kutub gila kerja itu." Kesal opa Alden.
Di samakan dengan Arga, ekspresi yang di tampakkan Rowan sungguh mendukung tuduhan itu.
" Aku akan membayar jauh lebih banyak ketimbang yang di berikan Arga padamu, jadi cepat katakan!!"
" Tidak perlu, tuan besar. Tuan muda sudah memberikan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan saya dan ibu saya."
Opa Alden mendengus keras. Dia marah dan kesal.
" Aku salah, seharusnya aku tidak mencoba bernegosiasi dengan mu."
Rowan masih tidak bergeming.
" Jadi, tidak ada informasi yang bisa aku dapatkan hari ini, Rowan?"
" Maaf tuan besar."
Helaan nafas pria uzur itu mengisyaratkan keputusasaan nya.
" Baiklah, kau boleh pergi."
Meski di suruh pergi, Rowan masih tetap berdiri di tempatnya.
" Tuan besar."
" Mmm...kau berubah pikiran?"
" Tiga tahun lalu, tuan muda pernah berada di posisi yang sulit, dan sekarang , kesulitan itu kembali menghampirinya."
" Apa ada masalah di hotel itu lagi?" Opa Alden nampak khawatir.
" Ini bukan tentang hotel, tuan besar. Saya rasa, kesulitan tuan muda kali ini, jauh lebih berat dari pada tiga tahun lalu."
" Jangan membuat teka teki dengan ku, Rowan !! Sebenarnya apa yang terjadi ?! "
" Saya yakin, tanpa saya beri tau pun, tuan besar pasti sudah paham. Dan untuk sekarang, tidak ada yang bisa tuan besar lakukan untuk tuan muda. Saya permisi, tuan besar."
Rowan menutup pintu.
Opa Alden memijit kepalanya.
" Apa ini masalah hati? Akh...aku benar benar bingung dengan nya. Siapa suruh dia introvert, aku bahkan tidak tau apa yang dia lakukan selama ini. Dasar bocah kulkas." Geramnya kelimpungan.
Arga berdiri dan mengambil jasnya.
" Ayo ..." Ajaknya pada Rowan.
Rowan ikut ikut saja tanpa tau bosnya mau ke mana.
Arga masuk ke dalam mobil setelah Rowan membuka pintu .
" Bandara."
" Baik tuan."
Mobil melaju kencang meninggalkan kantor parlemen menuju bandara sesuai permintaan Arga.
Tiba di bandara, seorang bodyguard menyambutnya dan membawa Arga ke pintu khusus di mana jet pribadi nya sudah menunggu.
Arga memperbaiki posisi duduknya setelah menyapa sang pilot.
" Ke mana tujuan kita hari ini, tuan muda?"
" Singapura."
" Baik tuan, mohon pasang sabung pengaman anda."
Duduk di samping Arga yang sedang menutup mata, Rowan sesekali menatap wajah bosnya yang nampak tirus tidak terurus.
Sehebat itukah pengaruh seorang wanita hingga mampu menghancurkan batu karang yang kokoh itu? Sehebat itukah cinta seorang pria dingin dan kaku hingga kesehatannya sendiri sudah tidak lagi dia pedulikan?
Rowan menggeleng kan kepala.
" Kau kenapa, Rowan ?"
Rowan terkejut, apa mungkin Arga bisa membaca isi kepalanya?
" Tidak ada, tuan."
" Apa kau melihat ku seperti orang yang tidak waras?"
" Maafkan saya, tuan." Rowan menunduk.
Perlahan, Arga membuka netranya.
" Kau tenang saja, aku bisa menjaga diriku sendiri."
Rowan menatap Arga.
" Tuan.."
" Mmmm.."
" Sebaiknya, lupakan saja. Kehidupan tuan masih panjang."
Arga tersenyum getir.
" Aku sudah mencoba melupakannya, Rowan. Kau sudah lihat seberapa keras usahaku. Tapi nampaknya..." Arga menggeleng." Usaha ku tidak berhasil ."
Helaan nafas Arga terdengar putus asa.
" Lalu, apa yang akan tuan lakukan di Singapura? Apakah tuan mencoba untuk bertemu dengan nya?"
" Entahlah, tiba tiba saja aku merindukannya. Itu masih di bolehkan , kan? Jika aku di beri kesempatan untuk melihatnya, ku harap aku melihatnya saat dia sedang tersenyum. Setidaknya, aku bisa mengingat dan menyimpan senyuman itu di memori ku."
Kalimat itu seperti kalimat penghiburan, tapi sebenarnya itu lebih ke kalimat perpisahan.
Jujur, Rowan terbawa suasana, kesedihan Arga bisa menembus relung hatinya.
" Aku tidak pernah melihat mu seputus asa ini, tuan muda. Semangat lah. Aku tau ini sulit untuk mu dan untukku juga." Batin Rowan.
*
*
Indonesia
Marwah baru saja tiba di kantor HG setelah mengantar mama Arini ke rumah sakit.
Masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan, semoga bosnya yang arogan itu tidak menunjukkan taringnya.
Marwah duduk di kursi nya, Kursi yang tepat berada di depan pintu ruangan Barra.
Pintu itu tidak tertutup rapat, ada celah sedikit di sana.
Percakapan antara bos dan asisten pribadinya itu menarik perhatian Marwah.
" Nona Priscilla baru saja mengubungi saya, tuan."
" Oo...apa yang dia katakan?" Barra nampak acuh, sibuk dengan beberapa berkas di atas meja yang menunggu persetujuan nya.
" Nona Priscilla mengamuk di telpon, katanya anda sulit di hubungi."
Tidak ada respon.
" Tuan..."
" Mmmm...tidak usah di pedulikan."
" Bukan itu."
Barra menghentikan pekerjaannya, mendongakkan kepala dan menatap Liam.
" Lalu?"
Liam menghela nafas sesaat sebelum melanjutkan.
" Nona Priscilla meminta sejumlah uang , tuan."
" Berapa?"
Barra kembali melanjutkan memeriksa beberapa file .
" Lima ratus juta, tuan."
Dengan santai dan terlihat acuh, Barra berucap . " Katakan padanya, aku tidak akan pernah memberinya uang walau itu satu dolar sekalipun."
Liam tersenyum penuh arti.
" Baik , tuan. Tentu akan saya sampaikan dengan sangat jelas."
Liam keluar sembari tersenyum lebar, melihat Marwah duduk di tempat nya, Liam tidak lupa untuk menyapa.
" Sejak kapan kamu datang?"
" Baru saja." Ucapnya mencoba terlihat santai dan menyibukkan diri setelah berhasil menguping pembicaraan pribadi Liam dan Barra.
" Ooo..aku keluar sebentar."
" Ok."
Bersamaan dengan menghilangnya Liam dari balik dinding, Barra tiba tiba saja muncul dan mengagetkan Marwah.
" Buatkan aku kopi." Ucapnya lalu kembali masuk dan melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk.
Sesuai permintaan, Marwah membuatkan kopi dan membawanya masuk ke dalam ruangan Barra.
" Ini pak." Marwah meletakkan kopi di atas meja.
" Terima kasih."
Saat meraih cangkir itu, tidak sengaja, Barra menyentuh tangan Marwah. Karena terkejut, Barra melepas cangkir dan membuat cangkir itu jatuh dan pecah.
Panas dari kopi yang baru saja di seduh itu mengenai tangan Marwah .
Marwah meringis, meraih tisu dan membersihkan sisa kopi di tangannya.
Barra tak kalah panik. Dia menarik tangan Marwah membawanya ke wastafel dan menyiram tangan yang sudah memerah itu dengan air mengalir.
" Kau tidak apa apa? Aku minta maaf."
...****************...
padahal sudah di tawari 😌
egois kamu hannnn
Jan gitu dongggg
cewek di dekati ambil hatinya dulu
(grudak gruduk kaya giniiiiii😏)
sama2 bukan orang sembarangan
yg 1 sudah dapat dukungan dr keluarga besar dan Abi Ezar
yg satu pergerakan masih ketinggalan siapa diantara kalian yg akan jadi jodoh safa😃💪🏻💪🏻💪🏻
astagfirullah knpa jadi mendoakan yg engga2 /Facepalm/
mohon 2x up thor
aahh Thor critamu bikin ku Ter love2..
ku tunggu critanya Marwah Thor dh Ter bara2 n Ter marwah2 aq in thor/Drool//Kiss/