Zee dan Zia adalah saudara kembar tak identik yang bersekolah di tempat berbeda. Zia, sang adik, bersekolah di asrama milik keluarganya, namun identitasnya sebagai pemilik asrama dirahasiakan. Sementara Zee, si kakak, bersekolah di sekolah internasional yang juga dikelola keluarganya.
Suatu hari, Zee menerima kabar bahwa Zia meninggal dunia setelah jatuh dari rooftop. Kabar itu menghancurkan dunianya. Namun, kematian Zia menyimpan misteri yang perlahan terungkap...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelukan yang Tak sengaja
Zee perlahan membuka matanya. Pandangannya masih samar saat ia menyadari dirinya tengah berada dalam pelukan Rey, yang tampak sedang asyik memainkan ponselnya. Seketika matanya membelalak.
Dengan cepat, Zee melepaskan diri dari pelukan itu dan berusaha menetralkan ekspresinya.
"Nyaman?" tanya Rey, menatapnya sambil mengangkat sebelah alis dan menyunggingkan senyum mengejek.
Zee hanya diam, matanya menelusuri sekeliling. Kelas sudah kosong. Ia melirik jam di dinding—pukul dua siang. Artinya, ia sudah tertidur cukup lama... di pelukan Rey. Bahkan melewatkan pelajaran.
"Lo udah peluk gue berjam-jam, dan itu nggak gratis," ucap Rey santai sambil bangkit dari duduknya, meninggalkan Zee yang masih terpaku.
Zee menggerutu dalam hati.
"Ah, brengsek… Bisa-bisanya gue tidur di pelukan manusia kulkas itu," omelnya kesal, lalu meraih tas dan berjalan keluar kelas.
Sepanjang perjalanan, Zee terus menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia tertidur dan bahkan memeluk Rey seperti itu?
"Zee!"
Seseorang memanggil dari belakang. Zee menghentikan langkah dan menoleh. Viola tengah mendekat dengan senyum menggoda yang sudah tak asing baginya.
Zee langsung menatap malas. Ia tahu betul arah senyum itu.
"Enak, ya? Tidur di pelukan Rey," goda Viola sambil nyengir.
Zee menatapnya tajam. "Gue nggak sadar," ucapnya singkat, kembali melangkah.
"Kamu tidur pulas banget. Rey sampai empuk-empukin pundak lo," lanjut Viola tak kalah jahil.
"Serius?" tanya Zee dengan alis terangkat.
Viola mengangguk mantap. "Iya. Dia bahkan bantu benerin posisi tidur lo."
Zee terdiam. Ucapan Viola membuat pikirannya melayang.
"Rey perhatian banget sama lo, Zee," tambah Viola, masih dengan nada menggoda.
Zee belum menjawab. Ia merasa aneh mendengar semua itu.
"Kayaknya... Rey suka sama lo, deh," cetus Viola tiba-tiba.
"Ngaco," sahut Zee datar.
"Tapi logis, Zee. Rey itu cuek banget, apalagi ke cewek. Tapi ke lo? Dia kayak nggak peduli omongan orang. Perlakuannya tadi juga beda banget. Bahkan sahabat-sahabatnya aja kayak nggak percaya ngelihat sikap dia ke lo."
Zee kembali diam. Ia tak membantah, tapi tak juga membenarkan. Ia hanya menunduk, membiarkan kata-kata Viola terngiang di benaknya.
••••
“Guys, gue udah mutusin mau ajak Zee gabung ke Scarlet Nova,” ucap Lili tiba-tiba.
Klara yang sedang membaca buku langsung menghentikan bacaannya, sedangkan Olivia yang dari tadi asyik bermain ponsel ikut menoleh dengan tatapan serius.
“Lo serius?” tanya Olivia sambil mendekat ke arah Lili.
Lili mengangguk mantap. “Zee punya aura yang beda. Nanti kalau kita bantu korban bullying, kehadiran dia bisa jadi kekuatan. Tatapan tajamnya aja udah cukup bikin orang ciut,” jelasnya dengan nada serius.
Klara dan Olivia saling bertukar pandang.
“Lo baru liat Zee satu hari. Bukan gue nggak percaya sama keputusan lo, tapi bukannya ini terlalu cepat?” ucap Olivia sedikit ragu.
“Gue paham maksud kalian,” sahut Lili tenang. “Tapi gue ngerasa Zee emang beda. Sampai sekarang dia cuma deket sama Viola—itu pun karena mereka tetangga kamar. Bela dirinya juga udah terbukti. Kalian tahu kan gimana Rey? Dia nggak pernah suka duduk bareng siapa pun, apalagi cewek.”
“Eh, tapi ke Zee? Dia nggak nolak. Bahkan katanya Zee sampai ketiduran di pundaknya. Respon Rey? Bukan marah, malah dibenerin posisi tidurnya biar nyaman,” lanjut Lili.
Ia lalu mengambil ponselnya dan meletakkannya di atas meja taman, memperlihatkan foto Zee dan Rey kepada dua sahabatnya.
“Rey jadi lembut…” ucap Olivia pelan, setengah tak percaya.
“Gue baru pertama kali lihat Rey kayak gini…” timpal Klara dengan nada heran.
“Menurut kalian gimana?” tanya Lili, meminta pendapat mereka.
“Gue sih setuju aja. Dari awal gue juga udah pernah usul Zee buat masuk ke geng kita,” sahut Olivia, disambut anggukan Lili.
Mereka berdua lalu menatap Klara, menunggu jawabannya.
“Gue juga setuju,” jawab Klara akhirnya, membuat ketiganya tersenyum bersama.
“Tapi… apa Zee mau gabung sama kita?” tanya Olivia, mengalihkan senyuman mereka. “Dia aja baru deket sama Viola. Apa dia tertarik masuk geng?”
Pertanyaan itu membuat mereka semua kembali diam, memikirkan kemungkinan.