"Kakak, aku akan kembali untuk mu! Tunggu aku sampai dewasa nanti ya! Aku hanya akan menikah dengan mu, janji! " Kata gadis kecil yang baru berusia 5 tahun dengan tas bergambar moana berwarna hijau.
"Pergilah! Jangan pernah kembali! Kau merepotkan!" Sarkas seorang anak laki-laki yang usianya baru saja menginjak 10 tahun.
Meski sudah mendapatkan segitu banyak perkataan yang kasar sekalipun, anak berusia 5 tahun itu sama sekali tidak merasa sakit hati.
Bagaimana jika anak yang berusia 5 tahun itu tumbuh menjadi anak yang sangat cantik dan manis. Namun sayangnya perangainya selalu membuat kepala orang tuanya pusing.
Dan saat dirinya sedang mengalami banyak masalah, anak laki-laki yang memintanya pergi itu datang kehadapannya dengan bentukan yang sangat berbeda.
***********
"Enyahlah dari kamar ku!"
"Apa yang ingin kau sembunyikan di balik handuk itu? Aku sudah pernah melihatnya sewaktu kecil, sepertinya masih sama kecilnya! "
"Valencia beatrice william!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tr_w, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Di kamar yang begitu sunyi, niat ingin memikirkan bagaimana hal yang indah yang akan datang malah menyebar mengingat hal yang begitu menyakitkan. Air mata itu kini begitu deras, saat sakit itu merayap memenuhi relung hati. Tangisnya sangat kencang hingga dia luapkan semuanya mengingat pria yang sedang dia tangisi tidak ada di dalam apartemen.
Brak!
“Cia kamu kenapa?” Tanya seorang pria yang datang dengan wajah khawatirnya, lihat bahkan sepatu yang dia kenakan hanya sebelah dan satunya lagi sedang dia pegang. Melihat itu bukannya kaget, dirinya malah tertawa dengan air mata. Kini Axel yang melihat itu merinding, dengan segera dia berjalan mendekat pada gadis yang sedang tiduran dan menempelkan telapak tangannya yang besar ke dahi gadis itu.
“Kamu tidak gila kan? Kenapa menangis dengan tawa?” Ucapnya dengan terus memeriksa suhu tubuh Valencia dengan suhu tubuhnya.
“Aku tidak apa, hanya saja aku sedang menonton drama dan terbawa suasana.” Jawabnya dengan mengelak, ia juga pasti tidak akan menanyakan hal yang lebih lanjut bukan? Ya untuk apa juga pria itu bertanya, siapa dirinya yang begitu percaya diri akan di interogasi begitu.
Axel terdiam, ia menatap wajah cantik gadis di depannya ini yang sedang duduk dengan terus mengusap air mata yang terus tumpah. Dengan tanpa diduga, pria ketus dan menyebalkan itu kini memeluknya dengan sangat lembut. Sehingga kelembutan itu mampu kembali mengoyak hatinya. Kenapa harus sekarang?
Tanpa bertanya atau bahkan berusaha untuk mengetahui apa yang sedang di pikirkan oleh Valencia, pria itu memeluknya erat dengan diam yang entah apa yang ada di kepalanya. Valencia memeluk Axel tanpa meminta izin lebih dulu lalu meremas kemeja abu yang sedang pria itu gunakan, ia seakan meluapkan semua amarahnya.
.
.
.
Hotel
Seorang gadis dengan gaun mininya tengah duduk di balkon sembari menikmati pemandangan langit yang cerah. Kulitnya yang putih semakin bersinar saat terkena matahari yang sedikit mengenai area depan balkon. Tangannya yang kecil tengah menggenggam cangkir yang ia sesap sesekali.
“Kamu sedang syuting iklan di sana? Tidak cocok sekali.” Ucap seorang pria yang baru saja datang dari kamar mandi dengan kimono mandi. Pria itu mengambil ponselnya dan memotret meski sudah mengejeknya lebih dulu.
“Lihat! Dirimu tidak cocok sekali dengan cangkir susu ini.” Ejeknya lagi, karena memang terlihat gadis itu seperti tengah meminus kopi tapi nyatanya cangkir putih itu berisi susu.
“Tidak bisakah mulutmu mengutarakan hal yang romantis tuan Gabriel?” Tanya Naomi dengan melirik sinis, memang tidak ada kata yang baik yang bisa di keluarkan dari bibir pria itu jika sedang bersamanya.
“Tentu saja bisa, namun aku tidak ingin mengatakannya.” Sahutnya dengan wajah menyebalkan dan tentu saja dia bersungguh-sungguh dalam mengatakannya.
“Kita sudah berteman lebih dari 19 tahun namun sepertinya kamu tidak pernah berubah sama sekali.” Protes gadis itu sembari menoleh menatap pria tersebut, pria yang dengan santainya duduk hanya menggunakan kimono di sebelahnya. Ini adalah pemandangan yang sudah biasa dia lihat setiap pagi.
“Dan sepertinya kamu salah paham akan hal itu, kita bersahabat lama hanya karena perjodohan ini. Andai saja tidak dijodohkan, mana mungkin aku akan berteman dengan anak kecil seperti dirimu.” Naomi mengalihkan pandangannya menatap lurus lalu menghela nafasnya yang berat.
“Ya benar, jika tidak di jodohkan maka aku pasti sudah menggandeng seorang pria yang ku cinta.” Sindiran itu kini membuat Gabriel menoleh dan mengelus kepala gadis itu dengan sayang, namun rasa sayang pada adiknya. Dia sangat menginginkan seorang adik namun apalah daya dirinya adalah anak tunggal.
“Nanti saat aku tiada, kamu bisa mencari orang yang kamu cinta. Jangan biarkan perjodohan yang kedua kalinya terjadi padamu.” Naomi menoleh dengan mata tajamnya, lalu dia beralih mendekat duduk di sofa sebelah dengan pria yang menatapnya dengan sendu tersebut.
“Ucapan apa itu? Kamu akan sembuh dan itu adalah kenyataannya. Aku tidak masalah kalau harus serumah dengan pria menyebalkan sepertimu. Atau perlukah kita membuat bayi yang mungil dulu untuk mengikatku dalam pernikahan ini?” Dengan keberanian penuh dia membuka kancing atas dresnya. Gabriel tertawa, ini adalah sifat yang jarang diketahui oleh orang banyak kecuali dirinya.
Sikap yang ternyata juga terkadang berani dan tidak pandang bulu. Tangan pria itu meraih lengan Naomi dan membuatnya bersandar di dalam dekapannya, mereka sudah sangat lama bersahabat dan semua hal yang ada di antara mereka tidak pernah lebih dari itu.
“Berhentilah melempar dirimu seperti itu, kamu tidak menarik dimataku.” Gabriel mengelus kepala pucuk kepala gadis yang sedang terdiam dengan pikirannya. “Jangan biarkan dirimu di sentuh tanpa seizin darimu. Jangan melempar dirimu kepada sembarang pria mengerti?” Peringatnya lagi, karena memang selama ini gadis itu masih ada di dalam pantauannya.
“Yaaa karena yang menarik di depanmu hanya seorang keturunan William bukan?” Ketusnya dengan wajah masam, jika dikatakan iri tidak juga. Hanya saja kenapa sahabatnya ini harus mencintai orang yang mencintai pria lain? Inilah mengapa Gabriel tidak bisa mengutarakan perasaannya, jika Valencia memang tidak memiliki orang yang dia suka mungkin perjodohan mereka sudah di batalkan. Meski nanti resikonya itu hubungan kedua belah pihak akan renggang.
Keheningan melanda hingga sebuah bel pintu kamar hotel berbunyi, keduanya saling memandang lalu bangun dari tempat bersandar mereka. Gabriel berjalan ke arah ranjang dan Naomi menuju pintu untuk membukankan orang yang sudah mereka tunggu.
“Silahkan dokter, kami sudah menunggu.” Dokter keluarga mereka masuk dan mulai duduk di kursi yang sudah di sediakan. Ini adalah pertemuan rahasia agar orang tua dari Gabriel tidak khawatir, mereka hanya tahu tentang kondisi jantungnya yang memang sudah membaik namun tidak tahu bahwa pria itu sering berobat agar semakin membaik. Gabriel memiliki penyakit jantung bawaan lahir, yang mana dirinya sudah melakukan banyak sekali transplantasi jantung namun sulit mendapatkan yang cocok jadi dirinya kini hanya bisa bergantung dengan obat-obatan.
“Ada apa?” Tanya Gabriel pada Naomi yang menatap layar ponselnya begitu lama.
“Cia mengajakku keluar untuk membeli beberapa pakaian, aku bingung harus ikut atau tidak.”
“Pergilah, aku tidak masalah hanya dengan dokter Rendra. Lagi pula kami sudah seperti teman, bukan begitu dokter?” Dokter Rendra itu tersenyum dan mengangguk, dia kembali memasang banyak sekali alat pada dada pria itu. Naomi yang melihat itu meneteskan air matanya seketika, entah mengapa setiap pria itu di tempeli benda asing tersebut mata selalu saja berair.
“Sudalah Naomi, pergilah. Jika kamu di sini maka kamu akan terus menangis hingga malam nanti.” Usir Gabriel yang sebenarnya juga sedih melihat air mata sahabatnya yang selalu menangisinya.
“Baiklah, aku akan pergi sebentar. Aku titip calon suamiku ya dokter.”
“Baik nyonya.” Ucap dokter itu dengan memulai cara kerja alat tersebut.
“Jangan lupa jaga Cia ku ya.” Titip pria itu sembari terkekeh, terlebih melihat Naomi yang mengerucutkan bibirnya tanda protes.
Blam!
Pintu tertutup dengan sangat keras hingga membuat tawa pria itu terus saja terdengar namun kini beriringan dengan air mata.
“Usiaku sampai kapan dokter? Akhir-akhir ini sakitnya mulai membuat kakiku mati rasa.” Tanyanya setelah kepergian gadis itu, ini bukan rahasia lagi tapi gadis itu selalu saja meminta dokter untuk tidak memberikan informasi apa pun tentang kematian.
“Paling lama 6 bulan Tuan muda.” Dokter itu pun tidak sanggup berbicara apa pun lagi, karena ini sudah ke sekian kalinya dirinya ditanya begitu oleh Gabriel di saat mereka hanya berdua saja.
“Ohh masih lama, oh iya. Apa dokter punya pacar?"