Menjadi sekertaris seorang Bos yang tengah patah hati membuat hidup Arumi yang semula lurus dan mulus menjadi berkelok-kelok. Hidup dan perasaannya dibuat seperti sedang menaiki sebuah roller coaster.
Sang Boss yang menjadikan Arumi tak hanya sebagai sekertarisnya, tapi juga menjadikan Arumi sebagai teman curhatnya. Lambat laun Arumi menjadi kenal dengan bagaimana kepribadian sang Boss dari curhatan Boss-nya itu kepada dirinya. Kekaguman dan benih-benih cinta pun tumbuh di hati Arumi.
Terlebih Boss yang tiap kali membuat keonaran selalu melibatkan Arumi untuk membantunya. Arumi yang sudah terpikat akan pesona sang Boss pun selalu berusaha mengimbangi perasaan sang Boss. Hingga sang Boss terbiasa bergantung pada diri Arumi.
Akankah sang Boss menyadari perasaan Arumi padanya?
Simak cerita ini selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saputri90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhirnya membawa mu pulang
"Bagaimana Dok? Apa saya sudah bisa membawa istri saya pulang?" Tanya Barra lagi pada Dokter Hana.
"Apa ini tidak terlalu larut malam Tuan Barra? Lagi pula istri Anda sedang beristirahat. Kalau bisa tunggulah sampai esok pagi." Jawab Dokter Hana yang malah balik bertanya pada Barra.
"Tidak apa Dokter, saya ingin istri saya pulang malam ini juga, jika diizinkan." Balas Barra yang masih menginginkan Arumi tetap pulang dini hari ini juga.
"Baiklah, jika Tuan Barra terus memaksa. Tapi obat yang saya resep kan tolong di minum secara teratur dan istri Anda ini masih harus banyak melakukan Bad rest ya, Tuan Barra." Jawab Dokter Hana dengan terpaksa, karena Barra terus saja memaksanya mengizinkan pasiennya untuk pulang.
Setelah sambungan teleponnya dengan Dokter Hana berakhir, Barra berteriak sekuat tenaga, memanggil supirnya yang bernama Toto.
"Toto!! Pekik Barra lebih dari sepuluh kali.
Toto yang sedang asyik menonton siaran langsung sepak bola, tidak mendengar suara panggilan dari Barra. Segera Barra hampiri Toto yang berada di teras paviliun belakang rumahnya.
"Bagus, terus saja kalian makan gaji buta dan enak-enakan berleha-leha di sini! Sampai tak mendengar suara saya yang hampir habis memanggil nama kalian! Apalagi kamu Toto" Pekik Barra sambil berkacak pinggang.
Keempat karyawan laki-laki di kediamannya ini langsung saja sigap berdiri, saat mendengar suara Barra yang begitu menggelegar di depan mereka. Mereka berdiri dengan perasaan tak enak hati dan takut pada Tuan mudanya ini.
"Maaf Tuan." Ucap keempatnya dengan kompak.
"Kali ini saya maafkan, tapi jika besok masih melakukan hal yang sama, ucapkan selamat tinggal pada pekerjaan kalian." Jawab Barra dengan sedikit memberikan ancaman.
"Baik Tuan." lagi keempatnya bicara dengan kompak.
"Toto segeralah bersiap, antar saya kerumah sakit Sejahtera sekarang juga!" Perintah Barra yang kemudian pergi meninggalkan teras paviliun belakang kediamannya.
Di rumah sakit, Bi Ijah yang sudah dihubungi Sebelumnya oleh Barra, kini sudah siap untuk di jemput. Dia memastikan berkali-kali tidak ada barang yang tertinggal. Tak butuh waktu lama. Pak Toto yang lebih dahulu ke ruangan rawat Armi segera membantu Bi Ijah membawa barang-barang ke mobil.
Sementara itu Barra yang tidak langsung ke ruangan Arumi karena ia harus mengurus sendiri kepulangan Arumi di bagian administrasi rumah sakit. Setelah selesai menyelesaikan urusan kepulangan Arumi di bagian informasi. Barra ke ruang perawat, ia meminta seorang perawat untuk membantunya melepaskan jarum infus yang masi menempel di tubuh Arumi.
"Terima kasih Suster," ucap Barra ramah, saat perawat melepaskan jarum infus yang menempel di tangan sang istri.
"Sama-sama Tuan, tapi Tuan benar-benar tidak ingin menggunakan kursi roda atau brankar rumah sakit?" Tanya Suster perawat pada Barra untuk kesekian kalinya.
Karena Sejak awal Barra menolak membawa Arumi dengan brankar ataupun kursi Roda, terlebih dia tak mau membangunkan Arumi yang terlihat pulas dalam tidurnya itu. Hal ini dia lakukan agar tidak mengundang suara berisik yang akan membuat Kevin mendengar dan menangkap basah dirinya membawa pulang Arumi.
"Tidak, Sus. Saya akan menggendong istri saya saja." Jawab Barra yang membuat Suster perawat yang membantunya melepas jarum infus di tangan Arumi terlihat mengagumi keromantisan Barra.
Tanpa mau membuang waktunya, Barra langsung saja mengangkat tubuh Arumi yang tertidur begitu pulas, karena efek obat yang ia minum. Barra menggendong tubuh Arumi ala bridal Style.
"Mmmm.... " lenguh Arumi saat tubuhnya diangkat oleh Barra.
Hanya karena mendengar suara lenguhan Arumi saat ia mengangkat tubuhnya , junior Barra tiba-tiba saja menegang.
"Si4l!! Dia bangun diwaktu yang tidak tepat." Rutuk Barra di dalam hati.
Untuk sedikit meredam hasratnya yang tiba-tiba saja muncul. Barra mengecup bibir Arumi yang malah membuat Arumi memeluk leher Barra.
"Aku merindukan sentuhanmu," racau Arumi dalam tidurnya.
Di dalam alam bawah sadarnya, Arumi memang sedang memimpikan Barra yang kembali menyentuhnya seperti saat mereka melakukannya untuk pertama kalinya.
Barra tersenyum mendengar Arumi meracau merindukan sentuhannya. "Aku juga sangat rindu untuk menyentuh mu kembali. " Ucap Barra yang segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang rawat itu. Ia sudah tak sabar membawa Arumi pulang ke apartemen mereka. Untuk tidur bersama Arumi dan bahkan untuk kembali menyentuh Arumi.
Suster yang melihat mereka berdua tak habis-habisnya mengagumi mereka, ia anggap hubungan keduanya begitu manis, saling mencintai satu sama lain. Padahal kenyataannya tidak demikian.
Di apartemen, Barra tak menidurkan Arumi di kamar Arumi, melainkan menidurkan Arumi di kamar pribadinya, dimana tak ada seorang pun bisa masuk terkecuali Arumi dan dirinya.
"Mmmm.." Arumi menggeliat saat Barra meletakkan tubuhnya di atas ranjang. Ia mencari posisi yang nyaman dalam tidurnya.
Barra yang sudah lelah dan mulai mengantuk segera membuka pakaiannya hingga menyisakan satu pakaian dalamnya saja. Kemudian ia naik ke ranjang menyelimuti Arumi dan dirinya. Barra kembali memejamkan matanya dengan memeluk tubuh Arumi.
"Malam ini aku tak akan menyentuh mu, karena aku cukup lelah, besok pagi aku akan menyentuh mu, sesuai keinginan mu yang merindukan sentuhan ku," bisik Barra di telinga Arumi sebelum ia memejamkan matanya.
Pagi harinya di rumah sakit, Alex datang dengan sebuket bunga mawar putih di tangannya. Ia berjalan dengan bersemangat sembari tersenyum gembira menuju ruang rawat Arumi. Betapa terkejutnya ia, mendapati ruang rawat Arumi telah kosong tanpa satu pun orang yang ada di dalamnya.
Alex segera berlari keruang perawat, ia menanyakan pada perawat jaga mengenai keberadaan Arumi. Kebetulan sekali perawat yang membantu Barra masih ada di ruang perawat yang didatangi Alex.
"Semalam pasien yang bernama Nona Arumi, dibawa oleh suaminya pulang Dokter Alex, suaminya membawa pulang Nona Arumi atas persetujuan Dokter Hana semalam." Jawab Suster Asti yang membantu Barra malam tadi.
Terkejut, itulah respon pertama yang Alex tunjukkan saat ini. Terlebih Suster Asti malah menceritakan pada teman sejawatnya tentang keromantisan Barra memperlakukan Arumi semalam.
Brukk!! [Buket bunga itu terjatuh ke lantai].
Alex pergi dari ruang perawat dengan hati kecewa dan sangat kacau. Raut kekecewaan Alex yang begitu tergambar jelas, membuat para perawat bertanya-tanya dan saling melirik satu sama lain, guna mencari jawaban mengapa Dokter Alex bisa seperti itu.
"Dokter Alex kenapa? Kok kaya orang gak suka gitu?" Tanya salah seorang perawat yang lain pada Asti.
"Gak tahu, kaya orang cemburu sih, kalau gue bilang." Jawab Asti pada temannya.
"Dih, iya. Jangan-jangan Nona Arumi itu perempuan di masa lalunya Dokter Alex yang bikin Dokter Marwah sakit hati, karena di tolak cintanya sama si Dokter dingin dan angkuh itu?" Tebak perawat lain yang bernama Lina.
"Lah iya benar, pantas saja sih Dokter Alex susah move on. Nona Arumi cantik banget. Dokter Marwah mah lewat. Lagi sakit tanpa make up saja cantik apalagi sudah pakai make up. Sudah kaya peri di dunia nyata kali ya." Sahut perawat lainnya lagi.
"Pantesan aja ya, suaminya maunya tidur satu ranjang sama istrinya terus, di peluk istrinya posesif banget sampai gak mau dilepasin, padahal cuma pinjam tangannya buat di tensi atau pun ambil darah."
"Bucin maksimal suaminya tuh cuy,"
"Iya benar."
"Eh,cuy. Gue jadi mikir jangan-jangan, suaminya sengaja bawa pulang Nona Arumi tengah malam, karena ada Dokter Alex. Ngerasa terancam gitu dengan hadirnya Dokter Alex. Secara dia cuma ada di rumah sakit ini dari petang sampai pagi aja. Sisanya Nona Arumi itu dijagain sama pembantunya."
"Wehh... iya benar. Berarti Dokter tampan kita yang angkuh, sombong, killer, dan dingin itu ternyata punya bibit jadi pebinor ya."
"Huum, gue denger dari bagian pusat administrasi, pas dia baru datang ke sini dari tugas dinasnya, dia langsung cari tahu tentang Nona Arumi loh."
"Wah, parah sih ini. Bisa jadi cinta segitiga."
Barra tidak ada harganya lagi, semua di ambil alih Mommy & Daddy
kak Andan lebay feh