Anara Kejora biasa di sapa Ana, dia adalah gadis yang baik, penyayang, pintar dan ramah pada siapapun. Dia seorang yatim piatu, papa dan mama nya meninggal sejak ia berusia 10 tahun karena kecelakaan.
Suatu hari dia di usir oleh keluarga bibinya, kemudian dia pergi dan di kontrakan. setelah itu dia mencari pekerjaan di William Group dan di terima bekerja di situ.
Pria itu adalah Sean William. Dia adalah CEO William Group, seorang laki-laki berparas tampan, memiliki bentuk tubuh yang sempurna membuat setiap kaum hawa yang melihatnya terkesima. Namun, dia adalah pria yang dingin, kejam, tegas dan tidak tersentuh. la sangat sulit untuk di dekati, apalagi dengan seorang wanita.
Namun siapa sangka, di balik ketampanannya dia adalah pimpinan mafia terkejam yang cukup terkenal di berbagai negara.
Sean dan Anara bertemu lalu menikah
bagaimana kisah cinta Sean dan Anara?
Akankah mereka hidup bahagia?
Selamat membaca
Jangan lupa like, komen, bintang 🌟🌟🌟🌟🌟
Vote sebanyak-banyaknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Jay H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Sweet
Pagi harinya...
Sean dan Ana masih nyaman dalam tidurnya dengan bergulung selimut. Mungkin mereka masih merasa kelelahan karena aktifitas mereka semalam.
Tok...
Tok...
Tok...
"Seaaaannn... ini mami. Buka pintunya." Teriak sang mami,
Tok...
Tok...
Tok...
"Isshh... anak ini. kenapa tumben sekali mereka belum turun. Padahal matahari sudah berada di ujung tombak sana." Gerutu sang mami.
Keduanya masih dalam keadaan yang nyaman tanpa terusik dengan suara ketukan pintu berkali-kali.
Mami Sean kembali turun kebawah dengan menggerutu tidak henti-hentinya dari tadi.
"Mami kenapa sih?" Tanya papi Sean yang melihat sang istri terus saja menggerutu tidak jelas.
"Mami capek ketuk pintu sedari tadi. Tidak ada sahutan sama sekali dari mereka." Sewot mami Sean.
"Sudah biarkan sajalah, mi. Mami kayak tidak tahu pengantin baru saja." Sahut papi Sean. Mami Sean berpikir dengan apa yang di katakan oleh suaminya itu.
"Kenapa mami tidak berfikir kearah sana ya?" Ucapnya merutuki tindakannya tadi.
Papi Sean hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tindakan istrinya tadi.
Sedangkan di kamar Sean...
Ana mengerjapkan matanya karena cahaya matahari mengenai kedua bola matanya.
la melihat ke sampingnya, Sean yang masih tertidur dengan pulas. Ana tersenyum memandang wajah sempurna Sean, ia teringat aktifitas mereka semalam.
"Jam berapa sekarang?" Gumamnya pelan lalu mengambil ponsel yang berada di nakas.
"Astaga... sudah hampir siang ternyata." Pekiknya setelah melihat jam.
la segera beranjak dari tempat tidurnya dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Ana berjalan dengan tertatih karena menahan sakit dan perih di bagian miliknya.
Ana segera menyalahkan shower dan mengguyur seluruh tubuhnya di bawahnya.
Tidak lama kemudian, Sean pun mengerjapkan matanya karena terkena cahaya matahari. Ia melihat kearah sampingnya, ia tidak menemukan Ana.
Suara gemricik air dari kamar mandi menandakan jika Ana berada di dalam sana. Ia kembali merebahkan dirinya malas.
30 menit kemudian, Aa keluar dari dalam kamar mandi dengan keadaan yang sudah fresh kembali.
"Kenapa tidak membangunkanku?" Sahut Sean melihat Ana keluar dari dalam kamar mandi.
"Tidurmu nyenyak sekali. Aku tidak tega membangunkanmu." Jawab Ana. "Bersihkan dulu tubuhmu. Sudah hampir siang, mami sama papi pasti sudah menunggu di bawah." Sambung Ana.
"Biarkan saja. Mereka juga pernah muda." Jawab Sean cuek.
Ana mendekat kearah Sean. "Sudah sana. Aku sudah lapar, Diva juga pasti sudah menunggu sedari tadi. Apa kau juga tidak ke kantor?" Sean menganggukkan kepalanya. la ingin bermalas-malasan sebenarnya hari ini, tapi ia urungkan.
Sean segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Ana segera bergegas memakai baju santai dan menyiapkan baju kantor milik Sean.
Tidak lama kemudian, Sean keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat sangat segar. Mungkin karena dirinya sudah memiliki Ana seutuhnya, jadi auranya berbeda hari ini.
Sean segera memakai baju kantor yang sudah di siapkan oleh Ana. Dan seperti biasanya, Ana membantu Sean.
"Kenapa kau memandangku sedari tadi?" Protes Ana saat memakaikan dasi milik Sean.
"Apa aku salah memandang istriku sendiri?" Sean semakin merapatkan tubuh Ana padanya.
"Sudah siang, Sean. Jangan macam-macam." Ketus Ana.
"Aku tidak macam-macam denganmu. Hanya satu macam saja." Jawab Sean.
"Sudah, ayo kita turun. Cacing di perutku sudah berdemo sedari tadi."
"Beri aku hadiah dulu." Ujar Sean.
"Hadiah apa? Apa kau ulang tahun hari ini?" Tanya
Ana polos, ia bingung dengan ucapan Sean.
Sean terkekeh mendengar pertanyaan dari Ana.
"Kenapa kau tertawa?"
"Kau lucu sekali. Bukan hadiah itu yang aku maksud. Ulang tahunku masih lama." Jawab Sean.
"Lalu apa?" Ana menaikkan sebelah alisnya.
Tanpa aba-aba, Sean langsung saja menyambar bibir Ana dengan lembut. Anna hanya diam menurut saja apa yang di lakukan oleh Sean.
Cukup lama mereka beromantis pagi-pagi, Sean melepaskan clumannya saat Ana sudah terengah-engah kehabisan pasokan oksigen.
Sean tersenyum tipis kearah Ana. "Kau menyukainya?"
"Sudah, ayo turun." Potong Ana. Kalau Ana menuruti Sean mungkin bisa-bisa mereka tidak akan keluar dari kamar seharian. Ada perasaan malu dan senang dalam hatinya.
Merekapun turun ke bawah, di mana mami dan papinya sudah menunggu.
"Tumben sekali kalian baru turun?" Celetuk sang mami melihat keduanya menuruni tangga.
"Mami kayak tidak pernah menikmati masa-masa baru menikah saja." Jawab Sean. Mami Sean melototkan matanya mendengar jawaban dari Sean.
Ana mencubit kecil pinggang Sean, hingga sang empunya meringis kesakitan.
"Auuh... kenapa mencubitku?" Sean tidak terima mendapat cubitan dari Ana.
"Bisa hati-hati tidak kalau jawab pertanyaan." Pipi Ana terlihat merah seperti tomat matang.
"Tidak perlu malu, mereka juga pasti akan mengerti."
Bisik Sean.
"Kau ini." Ana kembali mencubit pinggang Sean karena kesal.
Setelah drama kecil-kecilan itu, akhirnya Sean segera berangkat menuju kantornya. Untuk mampi dan papi Sean juga kembali ke mension mereka. Tinggal Ana dan Diva sekarang yang berada di mension pribadi Sean.
"Diva tidak pergi sekolah?"
"Tidak, Diva mau di antar sama aunty." Jawab Diva dengan mulut penuh ice cream.
"Maafkan aunty ya, tadi aunty bangun kesiangan." Jawab Ana tidak enak pada Diva.
"No problem aunty. Diva juga sebenarnya ingin bolos."
Jawab Diva lagi.
"Ehh... Diva tidak boleh sering-sering bolos, biar jadi anak yang pintar. Nanti bisa membuat mama dan papa bangga di sana." Jawab Ana. Ana tahu jika kedua orang tua Diva sudah meninggal.
"Apa mama dan papa bisa melihat Diva dari sana?" Tanya Diva.
"Mama sama papa Diva pasti melihat Diva di sini. Makanya Diva jadi anak yang rajin ya. Biar mereka tidak. sedih." Tutur Ana.
"Baiklah, aunty. Diva akan jadi anak yang rajin."
Sedangkan di sisi Sean...
la fokus dengan tumpukan berkas yang berada di depannya karena 2 hari ia sudah tidak masuk.
"Apa kau sudah mendapat pengganti Ana, mes?" Tanya Sean.
"Masih dalam proses tuan." Ujar James.
"Kau harus cepat mendapatkannya. Jangan sampai nanti perusahaan mengalami kesulitan." Perintah Sean tegas.
"Baik tuan." Jawab James.
Sean kembali melanjutkan pekerjaannya. Di selah-selah kesibukannya, dirinya melamun dan tersenyum. Entah apa yang membuat dirinya seperti itu.
James yang melihat Sean senyum sendiri itupun di buat bingung.
"Tuan... apa anda sehat?" Ujar James tanpa takut Sean marah padanya. "Kalau aku tidak sehat, kenapa aku bisa berada di sini." Ketus Sean pada James.
"Maaf tuan, saya tidak bermaksud. Tapi... anda melamun dan terlihat senyum-senyum sendiri." Jawab James.
"Apa kau mengataiku gila barusan?" Sewot Sean.
James pun menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak tuan. Mana berani saya." Ucapnya. Kalau James mengatakan yang sejujurnya, bisa-bisa kepalanya di tebas oleh Sean.
"Anda terlihat aneh, tidak biasanya anda tersenyum sendiri seperti tadi." Imbuh James.
"Aneh dari mananya?" Alis Sean naik sebelah.
"Aku lagi bahagia sekarang. Kau menggangguku saja "Sean kembali sewot.
"Maafkan saya tuan." Ujar James tidak membahasnya lagi karena takut Sean marah padanya.
Sean pun kembali fokus dengan dokumen yang ada di depannya.