Alea Permata Samudra, atau yang akrab di sapa Lea. Gadis cantik dengan kenangan masa lalu yang pahit, terhempas ke dunia yang kejam setelah diusir dari keluarga angkatnya. Bayang-bayang masa lalu kehilangan orang tua dan mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga angkatnya.
Dalam keterpurukannya, ia bertemu Keenan Aditya Alendra, seorang mafia kejam, dingin dan anti wanita. Keenan, dengan pesonanya yang memikat namun berbahaya, menawarkan perlindungan.
Namun, Lea terpecah antara bertahan hidup dan rasa takut akan kegelapan yang membayangi Keenan. Bisakah ia mempercayai intuisinya, atau akankah ia terjerat dalam permainan berbahaya yang dirancang oleh sang mafia?
Bagaimana kehidupan Lea selanjutnya setelah bertemu dengan Kenan?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Kegelisah Lea
“Bagus, kalau begitu, kerjakan tugas ini secepatnya. Setelah itu, nikmatilah liburanmu dengan tenang,” tegas Ken.
Alan menghela napas panjang. “Siap! Tapi, izinkan gue pamitan sama istri dulu, ya.” Pinta Alan.
“Tidak perlu. Istrimu pasti sekarang sedang asyik bersenang-senang bersama teman-temannya di salah satu Villa Alendra di puncak," jelas Ken dengan cepat.
Mata Alan terbelalak lebar, “Jadi kau sudah merencanakan semua ini dari awal?" balas Alan dengan wajah memerah antara kesal dan tak percaya pada sahabat dinginnya itu.
"Pantas saja ponsel gue hari ini sepi sekali.Ternyata Laras lagi happy-happy," gumam Alan dalam hati.
“Sudah, jangan buat drama lagi. Cepat kembalikan ponsel ke Dion.” Titah Ken tegas.
Dengan kesal Alan mengembalikan ponsel kembali ke Dion. Dion langsung mengambilnya dari tangan Alan.
"King ini Dion." Ujar Dion memberitahu.
"Segera berangkat dan lakukan dengan bersih, pastikan suasana kondusif.
"Siap King." Jawab Dion tegas.
Lalu menyimpan kembali ponselnya kedalam saku celananya.
Dion menatap anak buahnya dan juga Alan.
"Kita berangkat sekarang," perintah Dion, lalu melangkah duluan di ikuti anak buahnya dan juga Alan yang melangkah gontai di belakang Dion dengan mulut terus komat Kamit tak karuan. Dion dan anak buahnya hanya bisa terkekeh pelan mendengar ocehan Dr Alan.
Setelah menempuh perjalanan 3-4 jam, saat setelah meninggalkan kota, rombongan Alan, Dion dan yang lainnya, tiba di kawasan pemakaman tua yang ada di Bandung. Pohon-pohon rindang berdiri kokoh, dan udara malam yang dingin menyelimuti area yang sepi dan sunyi itu, suara desiran angin begitu jelas terdengar membuat bulu kuduk Alan merinding.
Dion segera membuka pintu mobil dengan sigap lalu beralih menatap Alan yang masih terlihat gelisah dengan wajah cemberut.
“Sudah siap, Dr. Alan?” tanya Dion sambil mengambil senter dari anak buahnya.
Alan mengerutkan dahi, menggosok-gosok tangannya yang mulai berkeringat. Padahal suasana malam begini dingin. “Siapa sih yang siap masuk kuburan tengah malam, begini? Kalau bukan karena tawaran bulan madu ke Swiss ogah gue masuk ke tempat pemakaman malam-malam." Ujar Alan sambil bergidik ngeri.
“Kita tidak harus bergerak cepat Dr Alan. Jadi cepat lah keluar. Kalau tidak kami tinggal sendiri di sini!" Ancam Dion tegas.
"Eh, jangan dong! Gue ikut." Jawab Alan secepat kilat sambil melompat kecil keluar dari dalam mobil.
Dion langsung menyunggingkan senyum tipis, karena ancamannya berhasil membuat Alan patuh.
Anak buah Dion, segera mengambil alat-alat yang diperlukan untuk menggali dari bagasi mobil.
“Laras, pasti lagi asyik selfie di villa, gak tahu aja dia suaminya lagi menguji nyali di kuburan.” Oceh Alan yang tidak bisa diam sambil berjalan pelan menerangi tanah dengan senter.
“Dr. Alan, bisa diam sebentar tidak? Jangan sampai ada warga yang datang dan gebukin kita gara-gara ocehan Dr, itu.” Dion menegur dengan suara pelan namun tegas.
Alan berdecak kesal. Tapi, juga menurut ia langsung diam, mengangguk pelan sambil berusaha menguasai diri. Begitu mereka menemukan menemukan makam yang di maksud Ken.
Anak buah Dion langsung mulai menggali kuburan tersebut dengan cepat. Alan yang penasaran langsung mengarahkan senternya ke batu nisan sambil membaca nama penghuni makam.
"Berati makam ini sudah sudah 15 tahun yang lalu." Gumam Alan pelan, saat setelah membaca tanggal yang tertulis di batu nisan.
Beberapa menit berlalu dengan suara cangkul dan tanah yang digeser.
“Cepatlah, gue sudah merasa diikuti bayang-bayang gaib,” keluh Alan sambil mengelap keringat di dahinya.
Salah satu anak buah Dion, menoleh sambil terkekeh, “Santai, Dok. Kalau hantu beneran, mungkin dia juga ngopi di warung dulu.” guraunya.
Dion tersenyum tipis sambil menahan tawa, “Kerja kalian rapi, lanjutkan.” Titah Dion sambil ikut membantu menggali.
Sampai pada akhirnya, sebuah peti kayu tua muncul dari balik tumpukan tanah.
“Ini dia, cepat buka,” ujar Dion.
Alan langsung mendekat dengan hati-hati sambil terus melafalkan ayat kursi.
“Gini amat yah, kerja cari rejeki buat sebongkah berlian!” ujar Alan, sambil mengusap-usap lengannya seolah berusaha menangkis hawa dingin yang merayap ke kulitnya.
Alan melepas penutup peti kayu itu dengan perlahan, menatap ke dalam dengan ekspresi setengah penasaran, setengah takut.
“Kenapa sih mesti malam begini? Main sama tulang belulang,” keluh Alan lagi.
Anak buah Dion cuma tertawa kecil sambil berkata, “Tenang, Dok. Selesai ini, Dr Alan bisa liburan dengan tenang.
Alan mengangguk sambil sesekali melirik sekeliling dengan perasaan was-was.
“Tapi hati-hati ya, jangan sampai kita mengganggu sesuatu yang tertidur,” ucapnya sambil setengah berbisik.
“Sudah, sudahi ocehannya, Dok,” potong Dion sambil menyeringai tipis.
Alan akhirnya memasang wajah seriusnya ia dengan cepat mengambil beberapa sampel dari tulang-tulang itu. Sesudah merasa sukup ia langsung naik ke atas permukaan, dengan sigap Dion membantu Alan naik.
"Apa ini sudah cukup? Tanya Dion memastikan.
"Sudah, cepat suruh selesaikan ini, perasaan gue enggak enak." Ujarnya dengan sikap waspada.
Dion dan anak buahnya hanya bisa terkekeh pelan.
Misi selesai, mereka mulai menutup kembali liang kubur dengan rapi, memastikan tidak ada bekas mencolok yang bisa menarik perhatian penduduk sekitar.
***
Sedangkan di apartemen Lea sedang menonton TV diruang tamu dengan hati gelisah, sesekali Lea melirik jam di dinding dan juga ke arah pintu masuk, berharap Ken muncul.
pulang,” gumam Lea sambil memainkan remote TV.
Ia melirik ponselnya yang tergeletak di atas sofa di sampingnya.
“Apa aku coba telepon saja, ya? Ah, tapi tidak usah lah, nanti Kak Ken malah besar kepala,” gumamnya pada diri sendiri, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke TV.
Beberapa menit berlalu, tiba-tiba pintu terbuka. Lea langsung mengalihkan pandangannya ke pintu dan berseru semangat, “Kak Ken, akhirnya kau pulang juga!”
Lea merasa lega melihat Ken baik-baik saja sekarang berdiri tegap, meskipun dengan wajah lelahnya.
Ken tersenyum hangat kepada Lea lalu melangkah pasti menuju sofa, langsung duduk di sampingnya sambil merenggangkan dasinya.
“Kenapa telat sekali pulangnya?” tanya Lea begitu Ken sudah duduk.
Ken menatap dalam ke mata Lea lalu menyunggingkan senyum.
“Kenapa, kangen ya?” goda Ken sambil memajukan wajahnya mendekati wajah Lea.
contoh: "pergilah yang jauh," terang pamanku.
dan yang pakai tanda titik itu seperti ini: "aku akan menguasai dunia." Rea menghantam dewa itu dengan yakin.
contoh: aku makan nasi putih setelah/saat/sebelum salto-salto kayak monyet 🐒