Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.
"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.
Aku memandang putri sulungku tersebut.
"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIDAK SESUAI RENCANA
Hari bergulir terasa begitu cepat. Tak terasa sudah memasuki bulan Maret. Zahrana akan mengikuti tes Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan jalur keagamaan di sekolah X. Pak Ryan tengah mempersiapkan semua berkas PPDB yang dibutuhkan oleh Zahrana. Beliau akan memberitahuku bilamana semua berkas tersebut telah siap. Pak Ryan membutuhkan waktu kurang lebih dua hari untuk menyiapkan semua berkas tersebut karena ada berkas yang membutuhkan tanda tangan dan cap basah dari kepala sekolah. Akhir-akhir ini, untuk mendapatkan tanda tangan dari kepala sekolah agak sulit karena beliau kerapkali ada rapat di kantor dinas pendidikan kecamatan maupun di kabupaten guna persiapan ujian akhir sekolah. Ada salah satu berkas yang membutuh tanda tangan dari kepala sekolah karena untuk masuk sekolah melalui jalur keagamaan harus menyertakan surat keterangan dari kepala sekolah bahwa tidak ada nilai mata pelajaran agama yang berada dibawah delapan puluh. Mata pelajaran agama tersebut diambilkan dari nilai kelas empat semester satu hingga kelas enam semester satu yang harus dibubuhi tanda tangan kepala sekolah serta stempel basah dari sekolah tersebut.
Akhirnya berkas pendaftaran Zahrana telah terkumpul secara keseluruhan. Pak Ryan menitipkan semua berkas tersebut pada Zahrana saat pulang dar sekolah. Tak lupa aku mengecek semua berkas yang ada di stop map warna hijau tersebut agar tidak ada kekeliruan maupun ada yang tertinggal, mengingat jarak rumah dan sekolah X terlalu jauh yaitu tujuh belas kilo meter dari rumah. Tidak lucu sekali bukan bila aku harus bolak balik bila ada berkas yang tertinggal di rumah? Bisa menghabiskan tiga botol bensin eceran hanya untuk perjalanan saja.
Baru pertama kali ini aku melakukan perjalanan yang lumayan jauh dari rumah sendirian. Rute paling jauh yang pernah kutempuh dengan kendaraan sendiri berkisar hanya lima hingga sepuluh kilo meter dari rumah. Apalagi saat almarhum Bapak masih ada, aku tidak diperbolehkan melakukan perjalanan jauh sendirian. Saat mengumpulkan berkas pendaftaran, aku tak sendiri. Aku bersama ketiga anakku, Zahrana, Mumtaz dan Arsenio. Aku kurang paham arah untuk menuju sekolah X. Oleh karena itu aku berusaha melihat map sebelum melakukan perjalanan ke sana untuk mendapatkan rute terbaik dan termudah menuju ke sana.
Sesampainya di sekolah X, aku segera turun dari motor dan memarkir motor di dekat pos satpam. Aku meminta Zahrana untuk duduk di teras kelas yang berada di dekat taman untuk menjaga kedua adiknya. Aku berjalan ke arah kursi yang tertara panjang berderet yang berada di aula serbaguna untuk melakukan antrian untuk mengumpulkan berkas pendaftaran pada panitia penyelenggara PPDB sekolah X.
"Antrian selanjutnya," panggil petugas pada nama anakku.
Aku segera maju ke arah meja depan dan mengulurkan berkas pendaftaran pada petugas tersebut. Ia mengecek kesesuaian dan kelengkapan berkas pendaftaran. Setelah dirasa sudah cukup sesuai dan lengkap, petugas tersebut memberikan nomer peserta ujian untuk tes jalur keagamaan yang jadwalnya sudah tertera di kartu ujian. Setelah aku mengecek, ternyata jadwal tes akab dilaksanakan kemudian.
Pengambilan nomer peserta telah selesai. Kami berempat kembali menaiki motor dan pulang ke rumah. Kami mencoba melewati arah yang berbeda dari berangkat tadi. Jalan yang kami lalui saat ini lebih mulus dan nyaman untuk berkendara. Saat tes seminggu yang akan datang, aku memilih melewati jalan yang terakhir kulewati.
Sesampainya di rumah, aku istirahat di kamar. Arsenio dan Mumtaz juga telah tertidur di ruanf keluarga karena kelelaha setelah melakukan perjalanan jauh. Ada WA masuk dari Hasna saat aku sedang memegang gawai tersebut sambil meluruskan badan di atas di tempat tidur.
Assalamu'alaikum
Maaf baru bales
Aku repot sekali
Baru panen tebu
Tapi ya itu
Aku nggak pegang uang sama sekali
Semua tinggal plek, plek, plek gitu Sit
Setelah kupikir-pikir maaf ya
Aku nggak jadi memberi tambahan uang satu juta
Setelah aku cek
Ternyata kayu gawang pintu dan jendelamu keropos
Aku juga butuh uang untuk "dandani" (memperbaiki) kayumu lagi
Intinya kayumu aku beli tiga juta
Bila kamu tidak berkenan
Kayumu kamu bawa pulang lagi nggak apa
Aku juga belum terlalu butuh kayu ini
Seumpama tidak melihat anakmu mau sekolah
dan karena aku kasihan sama anakmu
Aku mungkin tidak akan membeli kayumu
Diluar kayu yang lebih baik juga banyak
Aku begitu kaget melihat wa tersebut. Ternyata ini seperti firasatku sebelumnya. Hasna tak mau membayar kekurangan uang kayu tempo hari. Ia mengatakan bahwa kayu bagian bawah keropos dan ia membutuhkan uang untuk memperbaiki kayu tersebut. Padahal saat membawa kayu tersebut dari gudang, mas Mardi dan Hasna juga sudah mengecek sendiri bukan? Aku juga sudah melihat tidak ada yang cacat pada kayu tersebut. Entahlah, itu hanya akal-akalan mereka saja untuk mendapatkan harga kayu dengan murah atau memang itu kenyataannya, aku juga kurang tahu. Aku tak mau memiliki pikiran jelek pada Hasna. Bukankah sudah tabiat Hasna seperti itu? Rencananya uang satu juta kekurangan kayu tempo harilah yang akan ia gunakan untuk memperbaiki kayu yang telah keropos tersebut. Hasna juga mengatakan bahwa bila aku tidak berkenan dengan harga tiga juta tersebut, aku boleh membawa kayu tersebut pulang kembali. Bila membawa kayu itu kembali, otomatis aku juga harus mengembalikan uang tiga juta secara penuh pada Hasna. Aku harus kemana lagi untuk mencari uang sebanyak itu? Belum lagi biaya transportasi untuk membawa kayu dari rumah Hasna menuju rumahku. Bukankah itu membutuhkan biaya yang tak sedikit? Padahal saat ini uang tersebut tinggal satu juta delapan ratus ribu. Sudah berkurang satu lembar untuk biaya pendaftaran dan perjalanan ke sekolah X untuk mengumpulkan berkas pendaftaran. Terus yang menjadi pertanyaan, bagaimana caraku mencari uang sebagai tambahan kekurangannya? Sepertinya tak ada cara lain selain aku mengikhlaskan kayu itu dengan harga sangat murah sekali pada Hasna. Kayu peninggalan almarhum Bapak.
Aku menanggapi WA dari Hasna
Iya Hasna
Nggak apa-apa
terima kasih Hasna
Maaf mengganggu
Aku segera beristirahat kembali. Mumpung ketiga anakku juga tengah tertidur setelah kelelahan karena perjalanan untuk mengambil nomer peserta di sekolah X. Pikiranku juga begitu penat setelah mendapat WA dari Hasna yang tak seperti rencana semula. Aku hanya memikirkan bagaimana caraku mencari uang tambahan untuk mengganti uang pendidikan Zahrana yang telah kugunakan untuk memperbaiki motor.
Aku terbangun dari tidur saat Arsenio menghampirike kamar. Hari sudah sore. Aku bergegas memandikan Arsenio dan Mumtaz serta menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Setelah selesai, aku ke kamar mandi mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat Asar.
Saat aku kembali ke kamar, ada bunyi notifikasi di gawaiku. Ada WA masuk dari Fida, temanku yang tempo hari ku WA ternyata baru sempat membalas WA dariku hari ini.
Assalamu'alaikum
Mbak Siti
Maaf baru bales
Aku repot banget
Rewang di rumah saudara
Ini ada info bank keliling sekar Harum
Saat ini sedang mencari nasabah baru
Apa Mbak Siti berminat?
Bila berminat segera hubungi saya ya
InsyaAllah cairannya dua minggu lagi
Nanti untuk nasabah baru
Pinjaman awal dua juta rupiah
Dikurangi admin dan lain sebagainya nanti terima uang satu juta sembilan ratus ribu
Angsuran per minggu lima puluh ribu rupiah kali lima puluh kali angsuran
Ada gamang dalam hati. Apakah harus mengambil pinjaman dari Bank Sekar Harum untuk menutupi kebutuhan pendidikan Zahrana? Tapi ini ... ini bukankah uang riba? Aku tak segera membalas wa Fida. Aku harus memikirkan masak-masak sebelum memutuskan hal ini.