Season 2 novel SANG PENGASUH
Arya, Ricky, Rendi, dan Wiliiam, adalah empat pria tampan sold out yang telah menjalani senasib sepenanggungan gagal malam pertama karena kejahilan diantara mereka. Menjalani kehidupan rumah tangga tidak selancar jalan tol. Keempatnya mengalami ujian.
Diantaranya, Arya. Kemunculan salah satu keluarga yang dikira telah meninggal, hadir mengusik ketenangan rumah tangganya.
Pun dengan Rendi. Kedatangan adiknya dari Turki dan kini tinggal bersamanya malah membuatnya was-was.
Kisah kehidupan keempatnya, author kemas dalam satu bingkai cerita.
Kisah ini hanya fiksi. Jika ada kesamaan nama, tempat/perusahaan itu hanya kebetulan semata.
Selamat menikmati kisah yang bisa membuatmu senyum-senyum sendiri.
Cover free by pxfuel
Edit by me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Reuni (2)
Andina permisi ke luar Resto sebentar. Ia menghubungi Arya untuk menyampaikan request teman yang ingin duet dengannya. Entahlah, Andina hanya merasa akan tenang jika sang suami mengetahui aktifitasnya.
"Iya, sayang--"
Suara Arya terdengar di sebrang, backsound teriakan dan suara tawa Athaya dan Ricky terdengar jelas seperti sedang rebutan sesuatu.
"Mas, Adek rewel gak?" Andina terlebih dulu menanyakan kabar si kecil yang belum pernah ditinggal lama olehnya. Kalau Athaya gak perlu dikhawatirkan karena pasti anteng dengan Papi Arya.
"Don't worry, sayang. Adek lagi bobo ditemani onty nya. Kaka lagi ikutan bakar sate sama Om Iky."
Andina tersenyum lega mendengar kabar di rumah baik-baik saja. Ia pun menyampaikan permintaan temannya yang mengajak duet nyanyi.
"Oh jadi kamu menelpon untuk minta ijin ya. Ya ampun sayang...sampai segitunya--" Suara derai tawa Arya terdengar renyah. Ada kebanggaan menelusup hatinya, karena sang istri begitu menghargainya.
"Ya kan aku pengen tenang aja. Gimana kalau ada teman yang upload di medsos terus suamiku salah faham sampe cemburu--" Andina mengetukkan jarinya ke tiang diiringi senyum merekah usai Arya membolehkannya.
.
.
.
Andina masuk kembali menuju meja tempatnya duduk tadi. Radik dan Safa masih ada dan tertawa-tawa melihat aksi teman-temannya yang berjingkrak saat vokalis menyanyikan lagu Dewa 19.
"Jadi kan kita duet?" ujar Radik menyongsong kedatangan Andina.
"Iya. Maaf ya, aku abis nanyain kabar anak-anak dulu di rumah, biar tenang." Andina duduk di sisi Safa. Ia membuka hp, membaca lirik yang akan dinyanyikannya.
"Gimana kalau kita nyanyinya pas closing? Biar semua orang ikut bernyanyi." Andina memperlihatkan layar hp agar Radik melihat judul dan liriknya. Lagu yang sebenarnya request sang suami.
"Ok. Sip. Aku bilang dulu ke MC." Dengan langkah riang Radik menuju sisi panggung menemui bung MC.
****
"Gak nyangka ya, teman sekelas jadi jodoh." Andina tertawa kecil menggoda Bella dan Rudi, teman sekelasnya yang kini berstatus suami istri. Ia dan Safa sengaja melipir ke pojokan ikut gabung bersama teman-teman yang jadi penonton.
"Enak lho beb, kalau ada acara ginian gak repot ijin. Kan dua-duanya hadir." Safa ikut menggoda keduanya yang menanggapi dengan tertawa.
"Aku juga gak nyangka lho, Fa. Padahal di kelas kita musuhan. SMA juga beda sekolah. Ketemu lagi sama Bella saat sama-sama kerja di pabrik garment. Eh berlanjut ke KUA--" Rudi tertawa renyah mengisahkan perjalanan jodohnya.
"Oh berarti lulus SMA langsung kerja ya?" Andina tertarik ingin mengetahui kisah hidup temannya itu.
"Iya, Andin. Kita kuli ah bukan kuliah. Gak ada dana untuk biayanya. Tadinya kita gak akan datang, malu. Teman-teman yang hadir pada sukses dan kaya-kaya. Di grup juga kita cuma nyimak aja." Giliran Bella yang menjawab dengan nada suara sedikit naik mengimbangi suara musik yang keras.
"Hei, jangan bilang seperti itu. Kita sama-sama makan nasi, jadi jangan minder karena status sosial. Aku senang dengan adanya reuni bisa ketemu lagi dengan teman lama. Abaikan saja mereka yang pengen riya, kita mah luruskan niat silaturahmi." Andina memberi dukungan untuk kedua temannya, jangan sampai merasa rendah diri.
"Makasih, Andin. Dari dulu kamu gak berubah, selalu baik dengan siapapun. Dan kalian berdua selalu kompak sampai sekarang. Hebat." Bella tersenyum tulus dan memuji Andina dan Safa yang awet bersahabat sampai dewasa saat ini.
Keseruan dan kegembiraan di area depan panggung tak mempengaruhi suasana di meja belakang yang lebih gembira dengan obrolan yang sedang berlangsung. Hari ini benar-benar dimanfaatkan Andina dan Safa untuk bertukar cerita, juga bernostalgia. Karena kapan lagi akan bertatap muka karena beda kota juga kesibukan masing-masing.
****
Seorang pramusaji mendekati Didit, sang ketua panitia yang sedang duduk satu meja dengan anggota panitia lainnya. Dengan pertanyaan dan rasa heran yang menggelayut di kepalanya, Didit mengikuti arah jalan yang ditunjukkan pramusaji tadi saat berbisik padanya.
"Silakan masuk, Kang." Manajer Resto dengan ramah mempersilkan Didit yang berdiri di ambang pintu untuk duduk di depan mejanya.
"Ada apa ya, Bu haji? Kan pelunasan nanti dibayar usai acara." Didit tak mampu menyembunyikan keheranannya mengapa dia dipanggil. Hingga menebak kalau manajer Resto ingin menagih payment.
Yang dipnggil Bu haji terkekeh mendengar pertanyaan tamunya itu. Ia lalu mengeluarkan uang dari lacinya.
"Saya memanggil akang untuk mengembalikan uang Dp." Bu haji menyimpan sejumlah uang ke depan tangan Didit yang bersidekap di atas meja.
"Lho, kenapa?" Didit masih belum bisa mencerna maksud dari sang manajer.
"Karena semua biaya sudah dibayar lunas, Kang. Sudah masuk ke rekening 30 menit yang lalu. Saya disuruh mengembalikan uang ini kepada panitia."
Didit hanya melongo dengan mulut sedikit menganga. Beberapa menit yang lalu ia dan crew sedang dipusingkan dengan anggaran yang defisit. Janji manis orang-orang yang tergabung dalam geng sosialita, yang akan mendanai acara ternyata bullshit. Hanya menyumbang alakadarnya dengan alasan belum gajian. Ia dan crew lagi memikirkan cara mencari dana tambahan.
"Kang, kenapa bengong?" Bu haji mengulum senyum. Lucu, melihat tamunya seperti terhipnotis.
Didit tersadar dan salah tingkah dibuatnya. Ia menggaruk rambutnya yang tak gatal.
"Maaf, Bu haji. Kalau boleh tau siapa yang bayarin ya? Rasa penasaran Didit kembali menyeruak.
"Yang bayarin peserta reuni juga. Tapi transfernya atas nama suaminya. Saya kenal baik dengan keluarganya karena pelanggan setia Resto ini, juga pemilik jaringan Galaksi." Sambil berbicara, bu haji sibuk membuka hpnya, mengecek M-Banking.
Bu haji memperlihatkan bukti payment yang diterimanya. Didit membelalakkan matanya usai membaca berita pengirim dana.
Wajah Didit tampak lega dan girang dengan kejutan manis di acara yang 1 jam lagi akan berakhir. Ia sangat bersyukur mendapat kemudahan di tengah kesulitan yang sedang dihadapinya.
.
.
.
Usai acara doa menandai akhir acara, sang ketua pelaksana kembali mengambil alih panggung.
"Teman-teman, mohon semuanya berdiri dan merapat ke depan panggung. Akan ada persembahan akhir penutup kebersamaan kita."
Peserta yang berjumlah sekitar 195 orang dari perwakilan 8 kelas yang hadir, bergabung berdiri di tengah aula yang luas itu.
"Sebagai laporan penutup. Kami sampaikan terima kasih banyak serta respect yang setinggi-tingginya kepada seseorang yang sudah mendanai keseluruhan acara ini hingga berjalan dengan lancar dan sukses. Dan donatur yang rendah hati itu adalah Andina Ayu Affandi."
Sebagian orang bersorak senang sambil bertepuk tangan, sebagian orang membelalak terkejut dan kagum, dan geng Yunita hanya membisu dan saling pandang.
"Wow- wow...amazing you, Andin!" Radik memekik girang dengan surprise yang tak terduga dari seorang Andina. Ia menatap takjub Andina yang berdiri didekatnya di bawah panggung, karena akan bersiap tampil.
Andina hanya melempar senyum menanggapi pujian sang ketua panitia. Akhirnya sepakat, dana yang terkumpul dari pendaftaran, akan disumbangkan kepada yayasan anak yatim piatu.
.
.
.
Di tengah panggung, Andina berdiri anggun bersama Radik. Siap memberikan persembahan sebagai kenang-kenangan.
"Sesuai lagu yang akan kita nyanyikan, semoga kemesraan ini tidak berlalu begitu saja. Semoga silaturahmi diantara kita terus terjalin seterusnya. Semuanya-- tangannya diangkat ke atas yuk!" Andina membakar semangat teman-temannya untuk ikut larut dalam lagu yang akan dinyanyikan.
Begitu intro selesai dimainkan, Andina mempersilakan teman duetnya mulai bernyanyi.
Suatu hari di kala kita duduk di tepi pantai
Dan memandang ombak di lautan yang kian menepi
Burung camar terbang bermain di derunya air
Suara alam ini hangatkan jiwa kita
Suara merdu Andina mulai masuk di bait ke dua.
Sementara sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa tercurah saat itu
Semua peserta menggoyangkan tangan di atas mengikuti irama, dan kompak bernyanyi penuh keharuan karena akan berpisah.
Kemesraan ini janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini inginku kenang selalu
Hatiku damai, jiwaku tenteram di sampingmu
Hatiku damai, jiwaku tenteram bersamamu
...------...