NovelToon NovelToon
Cinta Luka Derita

Cinta Luka Derita

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu / Obsesi / Cerai / Cinta Terlarang
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mahlina

Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

“Mobil ku rusak parah, sayang. Aku juga belum mengasuransikan mobil itu. Dari pada di perbaiki, makan biaya besar. Lebih baik kamu belikan saja aku mobil baru, atau kalo kamu gak keberatan, pinjamkan aku salah satu mobil mu! Kita kan mau menikah, gak masalah kan kalo mobil mu di gunakan mama ku dan aku?” pinta Hasan tanpa tau malu.

Sintia tampak berfikir, ‘Menikah saja belum, sudah harus memberikan mobil ku. Ini aku yang untung atau aku yang rugi mendapatkan cintanya?’

“Ini demi kebaikan hubungan kita, sayang. Masa kamu gak percaya pada ku! Aku hanya mencintai mu! Setelah aku keluar dari rumah sakit, aku akan memberikan sejumlah uang pada perusahaan mu, hitung hitung aku memberikan suntikan dana pada perusahaan mu.” desak Hasan dengan nada meyakinkan.

Juleha mengerutkan keningnya penuh tanya, ‘Aihsss anak ku yang amnesia tau gimana sih! Gimana bisa Hasan memberikan uang pada Sintia, jika kerjaan aja Hasan gak punya. Sejumlah uang hasil menjual rumahnya, sudah Hasan gunakan untuk mengganti uang yang Hasan gelapkan di perusahaan sebelumnya.

Apa mungkin aset yang dimiliki Ida, yang mau Hasan berikan pada Sintia? Tapi itu kan bukan aset milik Hasan.’

Cup.

Hasan mengecup punggung tangan Sintia, “Kamu percaya pada ku kan, sayang?”

Juleha mengerdikkan dagunya pada Hasan, jika keponya gak bisa lagi bertahan untuk bertanya pada sang anak.

“Kamu uang dari mana, Hasan? Setelah diberhentikan dari perusahaan lama mu kan, kamu jadi pengangguran. Sampai akhirnya kamu mengalami kecelakaan padahal niat mu itu untuk nemenin Ida survei tempat. ” cerocos Juleha, membaiat Hasan dan Sintia menatap ke arahnya.

Hasan menatap marah Juleha, “Mama ngomong apa sih? Mama pikir Hasan selama ini gak punya uang? Hasan masih punya simpanan, mah! Bahkan jumlahnya masih cukup untuk menghidupi mama dan 7 keturunan Hasan kelak!” serunya dengan penuh emosi.

Sintia menggeleng gak habis pikir, ‘Anak dan ibu yang gak kompak. Aku rasa hubungan keduanya gak seperti orang tua dan anak pada umumnya.’

Juleha menggaruk kepalanya dengan wajah bersalah, “Gak usah ngebentak gitu juga kali Hasan! Mama kan cuma bertanya. Mama mana tau kamu masih punya simpanan uang. Toh selama ini kan kamu gak pernah cerita sama mama soal uang simpanan kamu itu!”

“Sekarang mama sudah tau, jadi tolong jangan anggap Hasan ini pengangguran lagi! Mama ngomong kaya gitu di depan Sintia, harga diri ku jatuh sebagai pria mah!” sentak Hasan gak senang.

Sintia menggenggam jemari Hasan erat, “Maaf nih sayang, berapa banyak dana yang akan kamu suntikan untuk perusahaan ku? Uang itu beneran nyata kan? Bukan uang gaib!”

“Astaga sayang, kamu harus percaya pada ku. Jangan kamu hiraukan perkataan mama ku, mama gak tau apa apa soal uang simpanan ku itu. Jangan sekali pun kamu meragukan ku. Aku ini tulus pada mu. Kapan aku pernah membohongi mu?” cerocos Hasan dengan tatapan memohon.

“Selama ini kamu cuma janji janji doang, sayang. Aku butuh kepastian, bukti dari semua yang sudah kamu janjikan pada ku! Bukan sekedar omong kosong yang harus aku dengar!” kilah Sintia.

‘Hasan pikir aku ini wanita bodoh apa ya! Percaya dengan tipu muslihat yang ia katakan. Aku sudah cukup mengenal mu, Hasan!’ pikir Sintia, masih menunggu jawaban apa yang akan Hasan beriman padanya.

Sintia mengabaikan keberadaan Juleha di dalam ruang rawat Hasan. Ia bahkan tak segan untuk tidak peduli pada wanita paruh baya itu. Sintia bahkan gak ada niatan untuk mengenal lebih jauh calon ibu mertuanya.

Sintia menyuapi apel yang sudah ia buang kulitnya dan dipotong dadu yang tersaji di atas piring.

“Makan dulu buahnya, ini baik untuk masa penyembuhan mu!” Sintia menyodorkan potongan buah apel ke depan mulut Hasan menggunakan garpu.

“Terima kasih, sayang. Apa kamu gak masalah, meninggalkan perusahaan untuk ku?” Hasan menatap wajah cantik Sintia dengan lekat, posisi ternyaman dengan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang rawat.

“Gak akan terjadi masalah, urusan kantor sudah aku serahkan pada Soni. Jadi aku bisa fokus mengurus mu selama beberapa hari ini.”

“Harusnya kamu jangan mudah percaya pada orang lain. Bagaimana jika orang itu membawa kabur uang perusahaan mu, nak? Itu akan sangat merugikan mu nantinya.” timpal Juleha, bak kompor meleduk.

“Jadi maksud tante, aku salah memberikan kepercayaan kantor pada Soni? Soni itu asisten pribadi sekaligus sekretaris ku di kantor. Kecakapannya dalam bekerja pun gak bisa diragukan lagi. Jadi tolong jangan ikut campur dengan urusan pekerjaan saya!’ ketus Sintia.

“Maksud tante bukan seperti itu, nak. Maaf jika tante sudah menyinggung perasaan mu. Tante hanya gak mau kamu sampai kena tipu seperti Hasan. Tertipu pada tampang polos dan lugu mantan istrinya, tapi setelah Hasan mengalami musibah, wanita itu malah menghianati putra tante.

Mantan istri Hasan malah berselingkuh dengan salah satu bos di rumah judi, bukan hanya itu saja… dia bahkan membawa kabur sejumlah perhiasan dari rumah. Tabungan bersama yang dimiliki Hasan selama pernikahan. Kasihan sekali nasib putra ku satu satunya. Bukannya beruntung, malah buntung karena salah pilih wanita.” Juleha terisak, meratapi nasib malang Hasan ya sudah ia karang sedemikian rupa.

Hasan berseringai, menatap sang ibu penuh kepuasan, ‘Ini baru mama ku, keren bangat mah! Bisa sekali bersandiwaranya. Pantas jika diberikan piala oscar peraih mertua teraniaya.’

Sintia menatap datar Hasan dan Juleha secara bergantian, “Kenapa kamu gak mengatakannya pada ku, Hasan? Siapa wanita itu? Aku akan membuat wanita sialan itu mengembalikan hak mu.” Sintia menggenggam jemari Hasan, seolah ia percaya dengan karangan Juleha.

Hasan menggeleng, memperlihatkan keikhlasan nya di depan Sintia, “Gak usah di perpanjang sayang. Aku sudah mengikhlaskan nya. Aku cuma berharap dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan di balas lebih sakit dari apa yang aku rasakan.”

“Harusnya kamu balas dendam, Hasan! Harusnya kamu hancurkan hidup mantan istri mu itu! Dimana harga diri mu sebagai suami… di mata mantan istri mu, kau bahkan gak ada harga dirinya lagi.” sungut Juleha dengan berapi api.

“Ehem, kenapa bising sekali sih! Ini kan di ruang rawat, ribut sekali! Apa ada banyak serangga di ruang rawat mu ya, sayang? Aku harus meminta cleaning servis untuk membersihkan ruangan mu!” gerutu Sintia, ia menggaruk daun telinganya yang seakan berdengung mendengar ocehan Juleha.

Deg.

Bak terhantam pukulan keras di dadanya, Juleha diam terpaku di tempat.

‘Apa tadi dia bilang? Bising? Serangga? Jadi dari tadi aku terus bicara, hanya dianggap nyamuk? Keterlaluan Sintia ini! Tunggu saja sampai putra ku berhasil menikahi mu, kamu akan lihat, siapa ibu mertua mu ini!’ batin Juleha, dengan tangan terkepal erat.

Hasan menatap Sintia gak percaya, tatapan yang sebelumnya lembut kini berganti nyalang, “Kamu mengusir orang tua ku, Sintia? Aku gak menyangka, kamu yang wanita anggun, berpendidikan tinggi, tapi tidak bisa menunjukkan etika mu, Sintia!”

“A- aku gak bermaksud begitu, sayang.” Sintia menelan salivanya sulit.

“Sintia benar Hasan, mama lebih baik pulang aja. Toh ada nak Sintia yang akan merawat kamu. Mama sudah tua, gak kuat bau rumah sakit.” Juleha tersenyum meyakinkan Hasan.

‘Bagus deh kalo sadar diri. Menyusahkan saja kalo ada di rumah sakit!’ Sintia tersenyum lega.

Juleha beranjak dari duduknya, membawa tas bahunya serta menghampiri ranjang rawat Hasan.

“Mama pulang sama siapa ya, Hasan? Jika harus naik taksi, rasanya berat untuk mama. Kalo ibu harus menggunakan ojek atau pun angkutan umum… mama gak ada uang untuk membayarnya. Uang mama udah abis. Uang tabungan mama juga diambil Wat…” Juleha gak melanjutkan kata katanya, lantaran Hasan langsung melototinya dengan tatapan tajam.

‘Menyusahkan saja.’ Sintia mengeluarkan uangnya dari dalam dompet.

Sintia menyodorkan uangnya pada Juleha, “Ini! Bisa tante gunakan untuk pulang. Terserah mau gunakan ojek atau pun taksi, aku rasa itu sudah jauh lebih dari kata cukup.”

“Terima kasih ya, Sintia! Suatu saat tante akan mengganti uang mu!” beo Juleha sebelum meninggalkan ruang rawat Hasan.

.

Brak.

Angel memasuki ruang kerja Wati, tepat pukul 3 sore kurang 30 menit.

“Mana laporan yang aku minta!” Angel menadahkan tangan dengan berdiri angkuh di depan meja kerja Wati.

Wati menyerahkan berkas yang di maksud pada Angel.

“Nih! Masih utuh seperti kamu bawa ke meja ku!”

Angel geram, tatapannya gak percaya dengan apa yang ia lihat dari berkas yang ia berikan tadi pada Wati beberapa jam sebelumnya. Ia membolak balik laporan yang sama sekali gak di sentuh Wati.

“Maksud kamu apa, Wati? Kamu serius mau mengibarkan bendera perang pada ku? Kamu bosan bekerja di sini lagi? Sudah bosan dengan kenyaman ruang ber ac ini?” cecar Angel dengan nada gak santai.

Brak.

Angel melemparkan dengan kasar berkas itu di atas meja Wati.

“Aku mau, kamu kerjakan sekarang juga! Sebelum jam pulang, laporan ini udah harus selesai!” titah Angel dengan mata melotot.

Angel menyilangkan kedua tangannya didepan dada, dengan nada mengancam, “Aku gak akan segan buat minta pak Zian pecat kamu. Kalo laporan ini gak kamu kerjain!”

Brugh.

Angel menutup pintu ruangan Wati dengan di banting.

“Makin gak beres itu anak, bosen kali mah sama jabatannya.” celetuk Desi.

“Yah namanya juga naik jabatan karena naik ranjang pak Zian. Bukan karena keterampilan nya dalam bekerja. Ngerjain laporan keuangan aja masih harus kamu yang ngerjain ini semua Wati! Harusnya kamu yang mendapatkan posisi itu!” timpal Dedi.

“Aneh juga sama pak Zian. Bisa bisanya kecantol sama Wati. Udah body gentong, dandanan menor, pakenya sepatu flat, gak banget deh. Tapi masih aja dipertahanin.” timpal Desi.

Lia terkekeh ikut menimpali omongan Dedi dan Desi, “Sssstttt otak juga setengah kalo diajak mikir.”

“Kali ini apa kamu bakal kerjain laporan keuangan itu, Wati?” tanya Desi.

“Menurut kalian?” Wati bertanya balik.

Ceklek.

Pintu ruang kerja bagian divisi Wati dibuka dari luar. Nampak seorang wanita dengan kacamata tebal menghiasi pangkal hidungnya, dengan tubuh tinggi semampai, rambut pirang sebahu. Melangkah masuk dan berhenti di depan meja kerja Wati.

“Waduh, beneran ada yang abis ngadu ini mah.” gumam Desi pada dirinya sendiri.

Wati mengerutkan keningnya penuh tanya, “Kenapa Ir?”

Bersambung

1
lina
dasar laki gila
lina
bisanya ngancem
lina
udah pecat bae
lina
dasar netizen julid
lina
u yg bodoh lex
lina
dasar bucin
lina
jamagn d puji
lina
biar u kenyang
partini
good story
partini
good story
lina: mksh tini👍
total 1 replies
lina
kan lg bucin jd g tau malu 🤣
lina
masih bae ngamuk
lina
udah apa d seret bae itu
lina
malu bgt itu g d akuin
lina
definisi cewe g tau malu
lina
pekor 2
lina
u yg g punya adab
lina
sabar
lina
enk klo tinggl mkn
lina
sabar2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!