Pengasuh Tuan Muda Amnesia

Braak!

Dengan langkah penuh amarah, Steven membuka pintu rumah secara kasar. Suara pintu yang berbenturan dengan dinding itu terdengar begitu keras.

Peristiwa tersebut membuat para pembantu rumahnya terkejut. Dan tak ada satu orang pun yang berani mendekat untuk sekedar menyapa si tuan rumah.

"Mesti Tuan Steven lagi marah banget. Siapa yang mau nawarin dia minum?" tanya salah seorang dari pembantu kepada rekannya.

"Nggak ah, nggak mau. Takut tahu nggak. Bisa-bisa kita kena batunya. Sukur-sukur cuma gelas atau vas bunga yang dilempar ke lantai. Kalau semua itu sampai kena ke kita, waaah nggak deh. Ngebayangin aja udah ngeri," sahut yang lainnya.

Tak ada yang tahu, kecuali orang-orang yang ada di kediaman Steven tentunya tentang sifat asli pria tersebut. Di luar Stevan tampil seperti pria baik, ramah, penyayang, dan peduli terhadap orang lain, sehingga itu membuat dirinya sangat sempurna dipandang mata. Namun, aslinya tidak demikian. Stevan adalah orang yang sangat ambisius dan kasar.

Dia seperti orang yang memiliki dua kepribadian yang mana saling bertolak belakang. Bahkan untuk meraih ambisinya itu, Stevan berani melakukan sebuah hal yang tidak akan pernah terpikirkan oleh orang biasa.

Stevan yang begitu kalem dan lembut di luaran menjadi orang yang sangat berbeda ketika berada di rumah. Dia mudah marah dan juga kasar sehingga orang-orang yang bekerja di rumahnya sangat takut mendekat saat dia dalam mode kesal atau marah.

Melempar barang dan juga mencaci adalah hal biasa yang para pembantu itu lihat dan alami. Tapi mereka juga tidak pergi dari sana dengan dalih bayaran yang tinggi.

Ya, Stevan berani membayar mahal untuk orang yang bekerja padanya. Maka dari itu orang-orang itu bertahan. Mereka juga berkata Stevan tidak setiap hari bersikap demikian, jadi masih bisa ditahan dan dimaklumi.

"Tapi kayaknya dia sementara waktu ini bakalan kayak gitu deh. Kita harus siap-siap karena akan banyak hal yang nggak sesuai dengan kemauannya," ucap salah satu dari mereka lagi.

Mereka setuju dan tentunya sepakat untuk hati-hati. Dan belum ada satu menit setelah mereka bicara, Stevan sudah berteriak dengan suara yang menggelegar memenuhi seisi rumah.

"Sintaaaaaa, kenapa nggak ada yang ngasih aku minuman sih! Sialan kalian semua, kalian kerja di sini aku bayar mahal tuh buat kerja, bukan buat nongkrong. Cepetan ambilin minuman buatku!"

"I-iya Tuan"jawab seorang wanita yang bernama Sinta. Usia wanita itu sudah 35 tahun. Meski sikap Steven begitu tapi dia bertahan karena pekerjaan ini adalah sesuatu yang sangat dia andalkan untuk bisa membesarkan anaknya.

Sinta bergegas membuatkan minuman yang biasa diinginkan oleh Steven. Biasanya jika sedang marah begini, Steven menyukai minuman dingin. Jadi sinta membuatkan jus buah yang ada di kulkas.

"I-ini, Tuan,"ucap Sinta sambil memberikan segelas jus buah mangga yang dicampur dengan stoberi.

Sluuurp

Steve meminumnya dengan perlahan. Sinta sudah merasa tenang, tapi ternyata tidak demikian. Gelas itu di lempar ke lantai. Alhasil pecah dan isinya menyebar kemana-mana.

Pyaaar

"Cuih, minuman apa ini hah? Ambilkan aku air es aja!" pekik Steven

"Baik Tuan,"ucap Sinta.

Dia kembali ke dapur, memberitahu apa yang jadi keinginan Steven. Salah satu rekan Sinta langsung bergerak, mengambil alat pel untuk membersihkan lantai. Karena jika tidak, akan ada tragedi berikutnya yang menyusul.

"Ini, Tuan." Sinta menyerahkan air es yang diinginkan oleh Steven.

"Ck, aku udah nggak mood,"ucap pria itu sambil berlalu.

Sinta dan rekannya yang sudah biasa dengan sikap Steven hanya bisa menghela nafasnya pelan. Bukan hal baru bagi mereka terkait apa yang dilakukan oleh Steven.

Sedangkan pria yang melenggang pergi tanpa merasa bersalah itu langsung masuk ke kamar. Dan di sana dia berteriak sejadi-jadinya, sampai para pembantunya pun mendengar.

"Arghhhhhh!!! Bajingan sialaaaan. Ngapain sih dia muncul tepat waktu kayak gitu. Besok kek, atau lusa kek, bener-bener ngeganggu semua rencanaku. Aku cuman butuh sehari aja di kursi itu, bangsat emang si Ditrian itu. Arghhhh!!!!!"

Steven memgumpati Ditrian. Matanya sungguh menunjukkan kebencian terhadap temannya itu. Ya, teman. Itu yang terlihat di luar tentang hubungan mereka. Namun entah apakah Steven juga berpikir demikian. Tapi yang pasti, dia sangat tidak suka dengan Ditrian.

"Andai aku yang ada di posisi itu, pasti perusahaan jauh lebih bekembang dengan pesat. Tidak seperti dia yang terlalu pemilih. Bangsat emang tuh orang, arghhhh!!!"

Steven terus saja merutuki Ditrian. Dilihat dari kata-katanya, sepertinya dia tidak puas dengan kinerja Ditrian. Dia tidak puas jika GoodFood Factory hanya seperti itu saja. Stevan ingin perusahaan itu lebih besar dari yang sekarang.

"Tidak, aku tidak akan berhenti sampai di sini. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan orang-orang yang mendukungku. Tunggu saja Ditrian, aku pasti akan bisa mengunggulimu. Aku yakin itu, dan tunggu saja Ditrian," ucap Steven dengan penuh keyakinan dalam sorot matanya.

Sedangkan di tempat lain, yakni di GoodFood Factory, Reneta terus terpikirkan tentang Ditrian dan wanita yang datang bersama itu. Ada rasa cemburu yang menggelayut dalam hatinya. Dia selama ini menjadi teman dan sangat dekat dengan Ditrian, tidak pernah mendapat tatapan lembut seperti itu. Tapi wanita itu mendapatkannya dengan mudah.

"Tatapan itu yang aku inginkan selama ini. Kenapa sih Dit, kenapa kamu nggak bisa buka hatimu buat aku? Apa kurangnya aku, Dit?" ucap Reneta lirih. Dia masih meratapi nasib cintanya yang ditolak oleh Ditrian. Namun dibalik itu semua, Reneta sangat bersyukur karena Ditrian sudah kembali.

"Seenggaknya kekacauan di perusahaan nggak lama-lama terjadi. Tapi kok aku ngerasa ada yang janggal ya? Kenapa orang-orang itu tiba-tiba melakukan hal kayak gitu. Kenapa mereka berbondong-bondong buat ngelawan Ditrian. Aku emang benci sama dia karena udah nolak cinta aku. Tapi sebagai rekan kerja, Ditrian bener-bener pemimpin yang sempurna. Haaah, mereka sungguh kurang ajar. Bisa-bisanya ngemanfaatin Ditrian yang lagi ga ada di tempat."

Reneta ternyata merasa ada yang aneh juga atas peristiwa ini. Saat ini dia sedang menelaah apa yang terjadi. Sebagai rekan kerja yang sudah lama membersamai Ditrian, Reneta hanya bisa percaya kepada Ditrian sebagai pemimpin.

Meski Steven juga baik dan kompeten, tapi feel terhadap Steven ada yang berbeda.

TBC