Hampir Semua orang di desa Black Sword membenci Risa Ariz. Anak yatim piatu itu dijauhi, dianggap terkutuk, dan dipercaya menyimpan makhluk kegelapan di dalam dirinya.
Muak diperlakukan layaknya sampah, Ariz memutuskan untuk berbuat onar. Ia tidak melukai, tapi ia pastikan setiap orang di desa merasakan kehadiran dan penderitaannya: dengan menyoret tembok, mengganggu ketenangan, dan menghantui setiap sudut desa. Baginya, jika ia tidak bisa dicintai, ia harus ditakuti.
Sampai akhirnya, rahasia di dalam dirinya mulai meronta. Kekuatan yang ditakuti itu benar-benar nyata, dan kehadirannya menarik perhatian sosok-sosok yang lebih gelap dari desa itu sendiri.
Ariz kini harus memilih: terus menjadi pengganggu yang menyedihkan, atau menguasai kutukan itu sebelum ia menjadi monster yang diyakini semua orang.
"MINOTO NOVEL"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MINOTO-NOVEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20: KUNCI UNTUK MEMBUKA KOTAK RAHASIA...
Pencarian di Luar...
Di tengah keramaian, Ariz berjalan sambil berpikir. Tujuannya adalah taman depan. "Siapa tahu, kotaknya disimpan di sana!" Pikirnya, lalu segera berlari menuju taman utama.
Setelah sampai, ia langsung mencari di berbagai tempat: di dekat ayunan, di bawah perosotan, di balik jungkat-jungkit, dan di banyak tempat lain. Ia bahkan tak ragu menggali beberapa lubang. Tapi nihil. Kotak itu tetap tidak ditemukan.
"Apa mungkin... kotaknya di tempat lain?" gumamnya kecewa. "Baiklah..! Aku masih belum menyerah..! aku akan cari di tempat lain..!" Ariz, berlari.
Saat keluar dari taman, ia berpapasan dengan seorang anak yang baru saja mau masuk. Anak itu terbelalak melihat pemandangan di depannya. Tamannya kini dipenuhi lubang-lubang bekas galian Ariz.
"A-APA-APAAN INI?!" seru anak itu tak percaya.
Ariz masih belum menyerah, ia akan melanjutkan perjalanannya. Ia sempat berpikir untuk mencari di taman dekat rumahnya, tapi karena sudah terlanjur jauh, ia memutuskan menjadikannya pilihan terakhir.
Saat berjalan, pandangannya tiba-tiba tertuju pada sebuah toko mainan yang baru saja dibuka. Karena penasaran, ia mendekat. "Wah! Toko mainan?" matanya berbinar. "Aku baru lihat toko ini..? Apa mungkin.. ini toko baru? Aku mau lihat dari dekat!"
Ia berlari menuju toko itu.
Saat masuk, Ariz sangat terkejut melihat begitu banyak mainan keren yang ia sukai. Tapi dari semua mainan itu, ada satu yang paling menarik perhatiannya: figur Gatotkaca dengan kostum emas. Ia benar-benar kagum.
"Whoaa..! KEREN SEKALI..!" gumamnya sambil memegang mainan itu. "Aku harap bisa memilikinya suatu saat nanti." Ucapnya, penuh harap
Saat ia sedang melihat mainan figur itu, Tiba-tiba, ada seorang pria paruh baya, pemilik toko, menghampirinya dengan wajah kesal. "HEI! JANGAN KOTORI MAINAN ITU!" serunya sambil merebut mainan itu dengan kasar.
Ariz terkejut.
"APA KAU MAU MENCURI MAINAN INI?!" pemilik toko itu membentak.
Ariz membela diri. "T-Tidak! Aku hanya melihatnya saja! Aku tidak berniat untuk mencuri!"
"BOHONG!" teriak pemilik toko. "PENCURI MANA ADA YANG MAU MENGAKU?! JELAS-JELAS KAU MAU BAWA KABUR MAINAN INI, KAN?!" Lagi-lagi pemilik toko itu memfitnah, ariz.
Teriakan itu membuat orang-orang di sekitar menoleh. Ariz merasa terpojok. "Aku hanya memegangnya... karena mainan itu sangat keren! Aku tidak bermaksud untuk mencuri!"
"ARRGHH! DASAR PEMBOHONG!" Pemilik toko itu mendorong Ariz hingga terjatuh. "PERGI DARI SINI SEKARANG JUGA!" Orang-orang nampak terkejut, saat pemilik toko itu... mendorong ariz sampai terjatuh.
Ariz terdiam, hatinya hancur. Dengan wajah tertunduk sedih, ia bangkit dan melangkah pergi. Bisik-bisik orang-orang di sekitar terdengar jelas di telinganya.
"Anak itu keterlaluan ya, sudah tahu mencuri masih tidak merasa bersalah."
"Ah, wajar saja. Dia kan tidak punya orang tua. Makanya dia mencuri mainan itu"
Ariz hanya berjalan, menunduk, dan membiarkan perkataan orang-orang itu menggerogoti hatinya. Ia merasakan kesedihan yang amat dalam, namun tetap tegar.
Ariz hanya berjalan, menunduk, dan membiarkan perkataan orang-orang itu menggerogoti hatinya. Kesedihan yang amat dalam terasa, namun, ia tak meneteskan air mata sedikit pun.
Saat sedang berjalan, telinganya menangkap suara ramai dari kejauhan, seperti kerumunan orang yang sedang menunggu sesuatu. Penasaran, ia mencoba mencari sumber suara itu. Ternyata, suara itu berasal dari rumah Bibi.
"Eh, itu, kan…?" Ia menatap tak percaya ke arah rumah Bibi yang dipenuhi banyak orang. Ia bergegas mendekat, kaget melihat rumah yang biasanya sepi kini berubah menjadi tempat makan. Karena penasaran, ia mengintip dari luar. "Banyak sekali orang-orang di sini," gumamnya pelan.
Dari balik kerumunan, ia melihat Bibi sedang melayani para pelanggan dengan senyum ceria. Pemandangan itu membuat Ariz teringat pertama kali ia bertemu dengan Bibi: saat Bibi memberinya makan dengan porsi yang sangat banyak. Masakan Bibi memang yang terlezat yang pernah ia makan. Momen-momen bahagia di mana ia merasa diperhatikan oleh seseorang, ia sangat merindukan itu.
Namun, entah mengapa ia tidak mau bertemu dengan Bibi. Ariz takut jika ia menunjukkan diri, orang-orang itu akan mengusirnya. Dengan senyum getir, ia berbalik dan pergi.
Tepat saat itu, Bibi yang sedang berbalik badan tak sengaja melihat Ariz yang berjalan lesu. Matanya berbinar. "ARIZ!" panggilnya, suaranya terdengar begitu gembira.
Ariz menoleh ke belakang. "Huh?"
Bibi, yang tadinya sibuk melayani, langsung keluar menghampirinya. Ia berjongkok dan memegang kedua pundak Ariz. "Ariz! Kau pergi ke mana saja seminggu terakhir ini?" tanyanya cemas. "Aku sangat merindukanmu!"
Wajah Bibi tidak berbohong, ia benar-benar sangat bahagia melihat Ariz kembali. Ekspresinya seperti seorang ibu yang akhirnya bertemu kembali dengan anaknya setelah sekian lama.
Ariz menatap wajah Bibi yang penuh kehangatan. "Bibi…" Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, beberapa pelanggan memanggil dari dalam.
"Ehm… permisi, saya mau pesan."
Bibi sedikit berteriak ke dalam. "Ah, tunggu sebentar, ya!" Lalu, ia kembali menatap Ariz. "Ariz, kau duduk saja di ruang tamu, ya!"
"Eh, tapi…"
"Sst, sudah. Jangan malu-malu," kata Bibi sambil mendorong Ariz masuk ke dalam rumah.
Lompatan Waktu
Pukul 13:30. Seluruh makanan yang dijual sudah habis. Bibi sangat senang dan segera menutup kedai, lalu mulai membersihkan meja. Saat sedang membereskan piring, Ariz menghampirinya.
"Bibi, boleh aku bantu membersihkan tempat ini?" tanyanya hati-hati.
Bibi tersenyum lebar. "Tentu saja!"
Pada akhirnya, Ariz dan Bibi membersihkan semuanya bersama-sama. Mereka kerap kali bercanda dan tertawa karena kekonyolan Ariz.
Pukul 14:10, mereka akhirnya selesai. Ariz mengusap keringat di dahinya. Keduanya duduk di kursi makan.
"Hah… cukup melelahkan, ya," kata Bibi sambil menghela napas. "Terima kasih sudah membantuku."
"Ah, tidak perlu berterima kasih. Aku sudah terbiasa melakukan ini hampir setiap hari," jawab Ariz.
Bibi memandangnya heran. "Oh ya? Aku pikir kau suka bersih-bersih rumah sebulan sekali."
"Heh! Haha, Bibi benar. Aku memang lebih sering membersihkan rumah sebulan sekali. Kadang, bahkan tidak pernah sama sekali," jawab Ariz jujur.
"Hmm, dasar kau ini," kata Bibi sambil tersenyum. Ia lalu bangkit dari kursi. "Tunggu di sini sebentar, ya."
Ariz mengangguk pelan. "Iya."
Beberapa menit kemudian, Bibi kembali dengan sepiring makanan yang sangat banyak.
"Ini, makanlah," katanya sambil menyodorkan piring itu.
Ariz membelalakkan mata. "Whoa! Banyak sekali!"
"Sebagai ucapan terima kasih karena sudah mau membantuku," jawab Bibi.
"Ada berbagai macam lauk di piring sebesar ini!" ucap Ariz, masih kaget.
"Aku sengaja menyisakan lauknya agar kau bisa mencicipi semuanya!" kata Bibi. "Ini beberapa masakan baruku," lanjutnya, menunjuk beberapa lauk yang belum pernah Ariz makan. "Ada kerang laut, paru goreng, ayam balado, ikan asin, dan semur jengkol. Oh, ya, aku tahu kau suka balakutak, jadi porsinya aku perbanyak!" Ucapnya. padahal, masih ada beberapa lauk yang masih belum di sebutkan...
BERSAMBUNG...
bukan mencari kekuatan/bakat yang baru. sesuatu bakal bagus, kalau kita rajin👍