NovelToon NovelToon
Tangisan Di Malam Pertama

Tangisan Di Malam Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Naia Seora 25 tahun, pengantin baru yang percaya pada cinta, terbangun dari mimpi buruk ke dalam kenyataan yang jauh lebih mengerikan yaitu malam pertamanya bersama suami, Aryasatya, berakhir dengan pengkhianatan.


Naia dijual kepada pria bernama Atharva Aldric Dirgantara seharga dua miliar. Terseret ke dunia baru penuh keangkuhan, ancaman, dan kekerasan psikologis, Naia harus menghadapi kenyataan bahwa kebebasan, harga diri, dan masa depannya dipertaruhkan.


Dengan hati hancur namun tekad menyala, ia bersumpah tidak akan menyerah meski hidupnya berubah menjadi neraka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 30

“Mike, bagaimana perkembangan pencarian terhadap Aryasatya Wijaya?” tanya Atharva, suaranya dingin namun terkontrol.

Mike segera menjawab, “Alhamdulillah, jejaknya sudah terendus. Insya Allah hari ini tim kami yang ada di sini akan bergerak untuk menangkapnya.”

Atharva menatap tajam ke arah Mike. Hening sejenak mengisi ruangan sebelum ia melanjutkan dengan nada yang mengandung ancaman terselubung.

“Pastikan hukuman yang kalian siapkan membuatnya menyesal sampai memilih mati namun tidak diberi kesempatan untuk itu.” ucapnya dingin.

Lampard, yang berdiri di samping, menahan napas lalu mengangguk pelan sebagai tanda menerima arahan.

Dio menghela napas panjang raut wajahnya memperlihatkan kegelisahan.

“Tuan Muda, kita tetap harus berpegang pada prosedur hukum,” ujarnya, suara berusaha menahan getar.

Atharva mengangkat telapak tangan untuk menghentikan protes itu. “Aku paham seluk-beluk hukum, Dio. Namun perkara ini melampaui sekadar kasus biasa. Pastikan tindakan kita terpadu, tetap terlihat sah secara administratif, tetapi efeknya membuat pelaku takkan pernah berani mengancam lagi.”

Mike menatap Lampard sekilas, kemudian menanggapi dengan tenang, “Baik, Tuan. Kami akan menyusun operasi yang rapi resmi di permukaan, namun efektif di lapangan.”

“Aku nggak mau dan tak ingin Aryasatya Wijaya kembali mendekati istriku Naia Seora sehingga Naia kabur dan bersembunyi lagi dariku. Gara-gara Arya lah aku kembali kehilangan jejaknya dimana dia berada saat ini,” pungkasnya Atharva kemudian.

Di ruangan itu, rencana mulai dirancang, semuanya ditimbang, langkah di layout, dan tekad Atharva membara di balik wujudnya yang tampak tenang.

“Naia, istriku tunggulah aku. Sampai kapanpun aku akan mencarimu dan menemukan keberadaanmu,” batinnya Atharva yang bertekad akan kembali memperluas jangkauan pencariannya.

Dio menunduk, bergulat antara kewajiban profesional dan nurani yang terus berbisik. Lampard menatap ke luar jendela, memikirkan cara menjalankan perintah tanpa menodai nama besar yang mereka layani.

Malam itu, udara dingin menusuk hingga ke tulang. Di sebuah gudang tua di pinggiran kota Singapura tempat persembunyian Arya selama beberapa bulan terakhir, belasan anak buah Atharva telah mengepung rapat.

Lampu sorot dipadamkan, hanya cahaya bulan yang samar menerangi atap seng berkarat.

Arman memberi isyarat dengan tangan. “Target ada di dalam. Jangan beri celah kepadanya untuk kabur apalagi melawan.”

Pintu kayu tua digedor keras.

Brak! Suara kayu pecah memecah keheningan.

Beberapa orang bersenjata masuk, menyorotkan senter ke segala arah.

Aryasatya Wijaya yang sedang duduk dengan botol minuman keras terperanjat, wajahnya pucat saat menyadari jerat telah menutup rapat.

“Aryasatya Wijaya,” suara Maulana terdengar tegas, “akhirnya kau tak bisa lagi bersembunyi.”

Aryasatya berusaha berdiri, tangannya gemetar. “Apa salahku sampai kalian menangkapku begini? Aku hanya korban keadaan!” serunya putus asa.

Arman mendekat, menarik kerah bajunya dengan kasar. “Korban keadaan? Kau menjual istrimu sendiri hanya demi uang! Perempuan itu kini menjadi istri Tuan Muda kami. Apa kau lupa betapa hinanya perbuatanmu itu ha!?”

Wajah Arya memucat. Ingatan itu menampar keras. Naia perempuan yang dulu seharusnya ia lindungi, justru ia serahkan pada Atharva demi ingin hidup berfoya-foya dan Naia bukan lah satu-satunya korban kebiadabannya.

Mike menunduk sedikit, tatapannya penuh jijik. “Kau tahu? Tuan Muda Atharva bisa saja membunuhmu saat ini juga. Tapi hukumannya bukan kematian.”

Aryasatya terdiam, keringat dingin mengucur di pelipis. Napasnya tersengal, seperti tercekik oleh rasa bersalah.

Di sisi lain, Atharva duduk di kursi roda mengawasi dari balik bayangan. Tatapannya menusuk, dingin dan penuh dendam. Ia tidak banyak bicara, hanya mengangkat tangan memberi tanda.

Anak buahnya segera memborgol Aryasatya, menyeretnya keluar dari gudang.

Arya langsung berteriak panik, “Atharva! Beri aku kesempatan bicara! Aku bisa jelaskan semuanya! Aku masih mencintai Naia!”

Kursi roda Atharva maju, suara rodanya yang bergesekan dengan lantai bergema di lantai semen.

“Cinta? Kau bahkan tak pantas menyebut kata itu. Cinta bukan menjual orang yang mempercayaimu. Mulai malam ini, kau akan merasakan siksaan yang jauh lebih pedih daripada sekadar kematian.” ucap Atharva yang bukan hanya gertakan belaka tapi bukti kemarahannya.

Suasana hening. Hanya suara borgol berderit dan tangisan putus asa Arya yang menggema di udara malam.

“Tolong! Lepaskan aku… mohon, Tuan Muda Atharva!” ratapan Arya menggema sepanjang perjalanan menuju mobil van. Suaranya serak, memohon tanpa henti.

Mike yang duduk di depan mulai kehilangan kesabaran. Ia mengucek telinganya keras-keras, lalu mendengus kasar.

“Bising sekali!” gerutunya, sebelum tanpa ragu memukul tengkuk Arya hingga pria itu jatuh pingsan di tempat.

Tubuh Arya segera diseret dan dilempar ke dalam mobil van seperti barang tak bernilai. Tak ada belas kasihan sedikitpun di mata para pengawal Atharva.

Di markas rahasia Atharva di Singapura, teriakan Arya kembali menggema. Anehnya, tak satupun tangan menyentuhnya, namun rasa sakit yang dirasakannya begitu nyata.

“Arman,” suara dingin Atharva terdengar tegas, “awasi dia. Jangan beri makanan apa pun selain air putih. Aku akan kembali ke Jakarta.”

“Baik, Tuan Muda,” jawab Arman hormat.

Atharva menarik napas panjang, lalu memberi isyarat. Dio segera mendorong kursi roda sang tuan keluar dari ruangan gelap itu.

---

Beberapa hari kemudian...

Pagi itu, cahaya matahari menembus lembut jendela ruang makan rumah Naia di Desa Pulosari. Udara segar berpadu dengan aroma susu hangat yang baru saja ia aduk.

Perut Naia kini sudah menginjak sembilan bulan. Setiap gerak langkahnya terasa hati-hati, namun semangatnya tak pernah padam.

Hari ini ia berencana mengunjungi cabang peternakannya di desa tetangga yang baru beroperasi beberapa minggu lalu

Selain itu, ia juga ingin berbagi sembako sebagai bentuk syukur atas usia kandungannya yang genap sembilan bulan dan atas keberkahan empat calon buah hatinya.

“Leni, bagaimana persiapannya? Sudah siap semuanya?” tanya Naia sambil menyesap susu formula khusus ibu hamil.

Leni yang duduk di seberang meja berhenti mengunyah sarapannya. Ia melirik Damar, sang sopir sekaligus pengawal pribadi Naia, sebelum menjawab,

“Alhamdulillah, semua sudah siap. Tinggal berangkat saja. Benar begitu, Damar?” tanyanya Leni yang selalu memandang Damar pemuda yang cukup tampan itu.

Damar mengangguk pelan, meneguk kopi hitamnya hingga tandas tak bersisa, lalu berkata singkat tapi ada sedikit getaran yang dirasakannya dalam hatinya ketika Leni perempuan berusia 26 tahun itu menatapnya.

“Iya, Mbak. Mobil dan sembako sudah dicek semua. Tinggal tunggu aba-aba dari Mbak Naia saja.” balasnya Damar sebelum berjalan ke arah depan.

“Bagus,” ucap Naia tersenyum.

Ia kemudian merapikan hijab dan memastikan gamis pastel yang dikenakannya tidak kusut.

Penampilannya sederhana tapi tetap anggun dan modis seperti biasanya. Mobil yang akan ia tumpangi pun tampak elegan, hasil kerja kerasnya sendiri selama tujuh bulan terakhir.

Sebelum berangkat, Bu Halimah asisten rumah tangga yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri mendekat sambil membawa tas kecil berisi bekal khusus untuk sang bumil cantik dan juragan termuda di Pengalengan.

“Mbak Naia, yakin mau jalan jauh? Perut Mbak sudah besar sekali. Bukankah sebaiknya istirahat saja di rumah?” ucapnya khawatir.

Naia tersenyum menenangkan. “Insya Allah nggak apa-apa, Bu. Saya cuma mau lihat sebentar, memastikan semuanya berjalan baik. Lagi pula, hari ini kan spesial, usia kandungan saya sudah sembilan bulan.”

Leni ikut menimpali, “Tenang saja, Bu Halimah. Kami semua jagain kok. Kalau Naia capek, tinggal bilang, kita langsung balik.”

Bu Halimah mengangguk dengan berat hati. “Baiklah, tapi hati-hati ya, Nak. Jangan terlalu lama di luar.”

Naia mencium tangan wanita tua itu penuh hormat sebelum naik ke mobil. “Iya, Bu. Doakan saja perjalanan kami lancar.”

Setibanya di lokasi pertama, suasana berubah haru. Para karyawan dan warga desa sekitar menyambut kedatangan Naia dengan hangat.

Beberapa ibu memeluknya, sebagian lagi mendoakan keselamatan dirinya dan bayi-bayi dalam kandungannya.

“Semoga Allah lancarkan persalinan Ibu Naia. Empat anak sekaligus, luar biasa rezekinya,” ucap salah satu pekerja sambil tersenyum tulus.

Naia menangkup tangan di dada, matanya berkaca-kaca. “Amin… terima kasih banyak. Kalian semua sudah seperti keluarga saya sendiri. Selama ini saya yang banyak dibantu oleh kalian.”

Leni berbisik pelan di sampingnya, “Lihat, Naia semua orang sayang kamu. Kebaikan itu selalu berbalas.”

Naia menatap sekeliling, hatinya hangat. “Alhamdulillah… semoga usaha ini terus membawa manfaat, bukan cuma untuk saya, tapi juga untuk banyak orang.”

“Amin ya rabbal alamin,” ucap semuanya serentak.

Hari itu berlalu penuh rasa syukur dan kebahagiaan. Senyum Naia menjadi bukti bahwa di balik luka dan masa lalunya, ia telah menemukan arti ketulusan bukan dalam harta, melainkan dalam kebermanfaatan dan doa yang mengalir dari hati orang-orang di sekelilingnya yang senantiasa memperlakukannya dengan setulus hati.

1
Isma Isma
baguss Leni kasih tau niaa biar Ndak timbul masalah baruu 🥰🥰🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kan bagus kalau banyak fans 🤭🤣
total 1 replies
Hana Ariska
gak sabar nunggu kelanjutan nya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak.. insya Allah besok double update
total 1 replies
Milla
Pasti nyaaa anak buah tuan muda arthava 🤭 semangat up thorrr🙏🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Belum tentu 🤭🤣
total 1 replies
Hijriah ju ju
sangat bagus menghibur
Marlina Taufik
seru ni di tunngu lanjut y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰

insha Allah besok lanjut soalnya kalau malam mau jualan dulu cari tambahan penghasilan meski dikit ☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Milla
Lanjutt thorrr💪🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Hijriah ju ju
sungguh miris kisah hidupmu
Rahmi Jo
kenapa nggak dibantu??
Hijriah ju ju
najong loh Arya
Rahmi Jo
kok bisa dahulu bisa jatuh cinta??
Hijriah ju ju
wajar dikasari
Uba Muhammad Al-varo
semoga semua usaha kamu berhasil Naia dan kamu bisa bangkit sementara Artharva menjalani kesembuhan, sebenarnya Artharva orang nya baik tapi caranya salah besar membuat Naia menderita dan kau Arya tunggu detik2 kehancuran mu
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: oh ho siap
total 3 replies
Uba Muhammad Al-varo
sungguh memilukan hidup mu Naia, semoga ditempat baru nanti hidup mu akan bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
ayo Naia pergi dari kampung mu,cari daerah/tempat untuk menata hidup mu lebih baik lagi dan bikinlah hidup mu dan anakmu kuat,agar bisa membalas semua perbuatannya si Arya
Uba Muhammad Al-varo
kenapa kejadian tragis hanya terjadi pada Artahrva seharusnya terjadi juga pada si Arya keparat
Siti Aminah
ceritanya bagus
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
semoga bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Ana Natsir
setuju
Ana Natsir
semoga nggak gila
Ana Natsir
sedih jdi mewek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!