NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas

Demi Semua Yang Bernafas

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Bab 18

Miriam memandang Novida dengan bingung, lalu berkata dengan nada remeh,

“Tidak mungkin. Memangnya kita tidak mengenal si Rangga?”

Wanita itu melanjutkan,

“Kalau dia benar mampu membeli perusahaan tempat kamu kerja, tidak mungkin dia akan kerja di bidang konstruksi. Dan anakku, Liana, pasti nggak akan menceraikannya. Mereka pasti sudah hidup bahagia.”

“Benaran, aku nggak bohong, Tante,” kata Novida serius.

“Dan menurutku, sepertinya dia sedang memusuhiku. Kemarin atasanku dipecat tanpa alasan jelas, mungkin karena menyinggungnya di depan pintu.”

“Pasti kamu kebanyakan mikir. Mungkin cuma kebetulan namanya sama. Jangan cari masalah,” ucap Miriam acuh tak acuh.

“Tapi foto dia dipajang di dinding galeri direksi perusahaan!” seru Novida.

Miriam masih tidak percaya. Ia menatap keponakannya itu dan berkata,

“Apa kamu lagi sakit? Bisa jadi kamu halusinasi. Coba pikir, kenapa Rangga mau kerja keras di proyek konstruksi kalau dia sebenarnya orang kaya?”

“Makanya itu yang nggak kumengerti,” ujar Novida cemas.

“Aku takut, kalau memang dia bos baruku di PT. Luminex Corp, lalu aku—”

“Aduh, kamu terlalu banyak mikir! Itu hal yang mustahil,” potong Miriam.

“Dan kalaupun benar, kamu tinggal cari kerjaan lain. Beres!”

Ia tersenyum bangga.

“Perusahaan menantuku, si Rafael Voss, jauh lebih bagus dari tempatmu. Nanti aku minta tolong Rafael supaya kamu bisa kerja di perusahaannya.”

Miriam memang sangat menyukai menantu barunya itu.

Rafael membelikan tas dan mobil mahal untuk Liana. Ia merasa bangga punya menantu sekaya itu — dan sama sekali tak mempercayai perkataan Novida tadi.

 

Sudah pukul sepuluh malam.

Di Japaris Bar, suasana mulai menurun, namun cahaya lampu masih gemerlapan.

Rangga dan Vela Wijaya duduk di meja bundar. Di antara mereka, Windy Syam memeluk botol anggur dengan wajah merah padam.

Windy memiringkan kepala, berseru dengan lidah agak pelo,

“Ayo, kita lanjut minum! Aku harus bikin kamu mabuk malam ini… supaya kamu cerita semuanya ke aku!”

Ya — yang mabuk justru Windy sendiri.

Awalnya, ia ingin membuat Rangga mabuk untuk menggali rahasia di balik pria misterius itu. Tapi setelah dua gelas, justru dirinya yang tumbang lebih dulu.

Sementara Rangga, bahkan setelah minum lebih banyak, tetap tenang seperti biasa.

“Sudah cukup minumnya,” ujar Rangga sambil melirik Vela.

“Tolong antar dia pulang.”

“Pulang? Nggak boleh!” seru Windy, tiba-tiba menarik lengan Rangga.

“Kamu belum mabuk, jadi kamu nggak boleh pulang! Vela, aku suruh kamu datang buat bantu aku, cepat bujuk dia minum lagi!”

“Aku sudah mabuk, kok,” jawab Rangga tenang, berusaha menenangkan.

“Sudah mabuk?” Windy berusaha membuka matanya lebar-lebar.

“Kalau begitu… jawab! Siapa kamu sebenarnya? Kenapa Ayahku bisa begitu patuh sama kamu?”

Rangga tertawa kecil. Gadis ini bahkan mengaku rencananya sendiri saat mabuk. Tapi ia tidak mempermasalahkannya.

Vela menahan tubuh Windy agar tidak jatuh. Ia berkata,

“Kamu kuat juga minum, ya. Aku aja hampir teler.”

Dia terkejut — padahal dirinya terbiasa menenggak alkohol dan hampir tak pernah mabuk di bar. Tapi pria ini meminum lebih banyak darinya, tanpa efek sama sekali.

Kalau orang biasa, pasti sudah tumbang sejak tadi.

“Vela, jangan ngoceh, suruh dia minum lagi… huf…” gumam Windy, matanya hampir terpejam.

Tiba-tiba Vela menepuk leher Windy. Dalam sekejap, tubuh gadis itu lunglai dan tertidur di pangkuannya.

Ekspresi Rangga langsung berubah. Ia tahu, gadis seperti Vela bukan orang biasa — teknik menepuk titik saraf seperti itu hanya dikuasai oleh orang terlatih.

“Tolong bantu aku gendong dia ke mobil. Aku antarkan pulang,” kata Vela datar.

Rangga mengangguk dan mengangkat tubuh Windy dengan hati-hati. Ia mengikuti Vela keluar dari bar.

Saat memandang wajah Windy di pelukannya, ia tak bisa menahan senyum tipis.

Pertama kali bertemu, gadis itu terlihat pendiam dan sopan. Tapi setelah malam ini, Rangga tahu — Windy Syam ternyata cerdas, berani, dan agak licik.

Sekarang, dengan wajah merah dan napas lembut karena mabuk, ia tampak menggemaskan.

Sayangnya, gadis itu kini menjadi target organisasi Red Lotus.

Tatapan dingin berkilat di mata Rangga.

Vela memanggil sopir, dan mereka segera berangkat menuju rumah Windy.

Vila keluarga Syam berada di area mewah Kota Veluna — salah satu kawasan termahal di negara Aerion. Harga vila di sana mencapai lebih dari 200 miliar.

Namun bagi keluarga Barney Syam, itu bukan apa-apa.

Mobil berhenti perlahan di depan gerbang vila.

“Sudah sampai,” kata sopir.

“Baik, terima kasih,” ujar Vela, lalu membuka pintu.

Ia merangkul Windy dan memanggil, “Tolong bantu aku.”

Tapi Rangga tidak langsung bergerak. Ia tetap duduk di kursi depan, menatap kaca spion.

“Red Lotus, ya?” gumamnya dingin.

Ia sudah tahu organisasi itu memburu Windy. Selama ini, Sisil Bahri dan Nindya Dewata terus menyelidiki aktivitas mereka. Tapi Rangga tak menyangka akan berhadapan langsung malam ini.

Sopir turun dan membuka pintu mobil. Saat itu juga, ekspresi Vela berubah drastis. Ia berteriak,

“Pembunuh!”

Dua orang menyerang dari kegelapan. Salah satunya langsung menubruk ke kursi pengemudi dengan belati di tangan, menarget jantung sang sopir!

Refleks, Rangga menarik lengan sopir, tapi pisau tetap menembus pahanya.

“Ahh!” sopir itu menjerit kesakitan.

Pembunuh kedua berlari ke arah belakang mobil, menarget Vela.

Vela menendang keras sebelum menutup pintu.

“Cepat tutup pintunya dan kunci!” serunya.

Ia memastikan Windy aman di kursi belakang, lalu mengunci pintu rapat-rapat.

Sopir, menahan rasa sakit di paha, juga mengunci pintu depan.

Sementara itu, Rangga keluar dari mobil.

Vela sempat merasa lega — ia mengira pria itu akan membantunya.

Namun sebelum sempat bicara, Rangga sudah pergi menjauh.

“Dasar pengecut!” geram Vela.

Ia berpikir pria itu kabur ketakutan. Tapi ia salah besar.

Begitu dua pembunuh menyerbu ke arahnya, Rangga sudah menghilang ke arah lain.

Ia melompat melewati pagar vila dan masuk melalui jendela lantai dua.

Dua pembunuh di luar hanyalah umpan.

Rangga tahu, pembunuh sejati — yang paling berbahaya — sedang bersembunyi di dalam rumah Windy Syam.

Bersambung

1
・゚・ Mitchi ・゚・
mampir thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!