NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31. HUKUMAN

Ketegangan di ruang sidang itu mencapai puncaknya. Suara Van der yang murka masih menggema, menekan dada semua orang yang hadir. Cornelis terdiam, wajahnya pucat, keringat dingin menetes dari pelipisnya. Para pejabat Belanda lain menunduk, sebagian berpura-pura sibuk dengan catatan mereka, seolah berharap bayangan amarah Gubernur tak sampai kepada mereka.

Hakim kolonial yang sejak tadi lebih banyak mendengarkan kini berdiri, jubahnya berderai pelan saat ia mengetukkan palu dengan keras.

"Cukup! Segala tuduhan telah diperiksa, saksi telah didengar, dan kebenaran telah disampaikan dengan jelas. Fitnah yang dilemparkan terhadap Nona Aruna terbukti palsu. Sebaliknya, justru terbukti bahwa ia menolong rakyat Batavia, tanpa membeda-bedakan, tanpa pamrih. Cornelis Van Vries, kau telah memalsukan bukti, memaksa saksi untuk berbohong, dan menodai nama sidang ini dengan tipu daya. Atas perbuatanmu, kau dijatuhi hukuman tahanan rumah tidak terbatas, pemecatan dari jabatanmu sebagai pejabat administrasi, dan semua hak istimewamu dicabut. Kau tidak lagi dihormati di tanah Batavia ini. Dan akan dilempar pulang ke tanah Eropa!" umum hakim.

Cornelis terhuyung. Wajahnya merah padam, namun lidahnya kelu. Ia mencoba membuka mulut, namun tak ada kata keluar. Sorot matanya liar, mencari-cari dukungan, namun tak seorang pun berani menatapnya. Bahkan sekutu-sekutu kecilnya memilih menundukkan kepala.

Hakim lalu menunjuk saksi pria yang sebelumnya dipaksa berbohong. "Dan kau sebagai saksi palsu, kau tahu hukumannya berat. Kau bisa dijatuhi hukuman dera di depan umum atau kerja paksa."

Pria itu jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, tubuhnya gemetar. Tangannya menangkup memohon belas kasihan. Beberapa budak lain yang hadir pun ikut menunduk ketakutan, sadar bahwa jika satu saja dihukum, bisa jadi mereka pun bernasib sama suatu hari.

Suasana berubah mencekam. Bahkan kelegaan atas terbongkarnya fitnah kini tertutup oleh bayangan hukuman yang mengerikan.

Aruna yang sejak tadi berdiri terdiam, kini melangkah maju. Suaranya lembut, namun cukup lantang untuk terdengar jelas di seluruh ruangan.

"Tuan Hakim, Tuan Gubernur, jangan salahkan mereka. Budak-budak itu tidak punya pilihan. Mereka hanya mengulang apa yang diperintahkan. Mereka bukan saksi sejati, mereka adalah korban ketakutan," kata Aruna.

Semua orang tertegun. Mata Aruna berkilat lembut namun tegas, memohon dengan sepenuh hati. Mereka terkejut bahkan ada yang berani membela para budak.

"Jika ingin menghukum, hukum saja mereka yang berkuasa dan menyalahgunakan kuasa itu. Tapi jangan pada mereka yang tidak punya hak untuk menolak. Mereka hanya ingin hidup," timpal Aruna.

Ruangan kembali hening. Kata-kata Aruna jatuh bagai tetes embun di atas bara api.

Van der menatap Aruna lama sekali. Sorot matanya yang semula penuh murka perlahan melunak. Ia lalu menoleh pada hakim dan mengangguk pelan.

"Aruna benar. Para budak tidak akan dihukum. Mereka hanyalah pion yang dipaksa bergerak. Biarlah semua hukuman dijatuhkan pada dalang sesungguhnya, Cornelis," kata sang Gubernur.

Hakim mengetukkan palu kembali. "Maka diputuskan, para budak saksi dibebaskan dari segala tuduhan. Hukuman hanya dijatuhkan kepada Cornelis Van Vries"

Suasana ruangan berubah lagi. Para budak yang tadi menunduk ketakutan kini menitikkan air mata lega, meski mereka tetap menahan diri agar tidak menimbulkan kegaduhan. Cornelis sendiri jatuh terduduk di kursinya, wajahnya kehilangan warna, tubuhnya bagai disalib oleh rasa malu.

Aruna menunduk dalam, hatinya berdebar hebat. Ia tahu apa yang baru saja terjadi bukan hanya pembelaan terhadap dirinya, tetapi juga kemenangan kecil bagi manusia-manusia yang selama ini hanya menjadi bayang-bayang di tanah Batavia.

Van der berdiri di samping hakim, suaranya kembali lantang. "Biarlah hari ini menjadi pelajaran: fitnah tidak akan pernah lebih kuat dari kebenaran. Dan mulai saat ini, semua orang tahu, Aruna bukan penyihir, bukan penipu, melainkan tabib sejati Batavia!"

Ruangan pun bergemuruh, kali ini bukan oleh bisikan fitnah, melainkan oleh sorak kecil yang ditahan-tahan, dari para pribumi, dari orang-orang yang pernah diselamatkan Aruna, dari jiwa-jiwa yang kini berani sedikit mengangkat kepala.

Dan di tengah semua itu, Aruna hanya berdiri dengan air mata yang jatuh diam-diam di pipinya, tak mampu berkata-kata. Hatinya penuh syukur, dan juga penuh tekad.

Hari itu, fitnah runtuh. Dan nama Aruna terukir semakin kuat di hati Batavia.

Suasana ruang sidang perlahan mereda. Para pejabat Belanda bergegas keluar dengan wajah kaku, sebagian merasa malu, sebagian lainnya masih menahan kebencian yang mereka simpan dalam-dalam. Sementara itu, kalangan pribumi yang sempat hadir tetap menatap Aruna dengan sorot berbeda: penuh hormat, penuh kagum.

Aruna berdiri di sisi ruangan, tangannya masih gemetar karena emosi yang belum juga reda. Dalam dadanya, degup jantung masih memburu, antara lega, haru, dan sedikit trauma karena difitnah begitu kejam.

Maria menghampirinya lebih dulu. Wanita itu langsung meraih tangan Aruna, menunduk rendah hingga air matanya jatuh ke punggung tangan sang tabib muda.

"Aruna, syukurlah aku datang tepat waktu. Aku tidak percaya bahwa akan ada fitnah keji seperti itu yang diarahkan padamu," kata Maria tulus.

Aruna menatap Maria dengan lembut, lalu mengangkat wajah wanita itu agar tidak terus merunduk. "Terima kasih atas bantuannya. Kalian berdua sudah menjadi saksi untukku sampai jauh-jauh datang ke sini."

Suami Maria ikut menunduk hormat. "Mau sudah membantu Maria dan menyelamatkan nyawanya, hanya datang ke sini untuk menjadi saksi bukanlah hal sulit. Nama baikmu adalah nama baik bagi kami juga."

Aruna tersenyum kecil, meski rasa haru begitu besar pada diri Aruna. "Terima kasih banyak."

Tak lama, langkah perlahan Tabib Liu terdengar. Ia berjalan mendekati Aruna, membawa aura wibawa seorang tabib tua yang sudah menempuh jalan panjang dalam dunia pengobatan. Matanya berkilat penuh rasa ingin tahu.

"Nona Aruna," katanya dengan suara dalam, "aku sudah memeriksa beberapa ramuanmu yang dijadikan bukti fitnah itu. Sungguh teknikmu nyaris sama dengan apa yang digunakan para tabib di tanah kelahiranku. Tidak hanya pada ramuan, bahkan cara menimbang dan mencampur, caramu mengatur pernapasan pasien saat sesak ... itu semua adalah pengetahuan yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menguasainya. Dari mana kau belajar?"

Pertanyaan itu menusuk langsung ke dada Aruna. Ia sempat terdiam, matanya bergerak cemas. Bagaimana ia bisa menjawab? Bagaimana ia bisa mengatakan kebenaran, bahwa ia berasal dari masa depan, dari dunia di mana ilmu pengetahuan medis telah berkembang jauh? Itu mustahil.

Setelah hening beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Aruna menarik napas dalam dan tersenyum samar.

"Sejak kecil aku pernah bertemu seorang tabib dari Tiongkok. Ia tinggal beberapa tahun di kampungku. Dialah yang mengajariku dasar-dasar pengobatan herbal. Ia juga mengajariku bahasa Tionghoa, meski hanya secuil," dusta Aruna.

"Tabib dari Tiongkok langsung." Ada nada kagum pada orangnya yang mungkin jasa di balik semua pengobatan Aruna ini.

"Aku tidak tahu kemana ia pergi setelah itu. Tapi ajarannya, selalu kuingat, selalu kupegang," tambah Aruna.

Tabib Liu terdiam lama, menatap Aruna seakan ingin menembus isi hatinya. Namun akhirnya ia tersenyum lebar, tawa kecil mengalun dari bibirnya. "Ha! Maka jelaslah. Aku tidak heran. Hanya tabib sejati yang bisa menurunkan ilmu seperti itu. Aku kagum, Nona Aruna. Meski masih muda, hatimu dan ilmumu telah jauh melampaui usiamu."

Aruna menunduk rendah, menyembunyikan rasa bersalah karena telah berdusta, meski ia tahu dusta itu satu-satunya jalan untuk menjaga rahasianya.

Maria menoleh ke Tabib Liu dengan kagum. "Jadi benar apa yang Nona Aruna gunakan sama dengan yang biasa tabib-tabib Tionghoa lakukan?"

"Benar," jawab Tabib Liu mantap. "Hanya orang buta hatilah yang bisa menuduhnya penyihir. Ilmunya sahih, warisan pengetahuan dari ratusan tahun. Bahkan aku ingin belajar darinya, tentang bagaimana ia menyesuaikan ramuan Tionghoa dengan tumbuhan yang tumbuh di tanah Batavia ini."

Ucapan itu membuat semua yang mendengar tertegun. Seorang tabib besar, yang dihormati pejabat dan saudagar, kini mengatakan ingin belajar dari seorang gadis pribumi? Itu bukan pujian sembarangan. Itu pengakuan.

Aruna menatap Tabib Liu dengan rendah hati. "Aku hanya menggabungkan apa yang aku tahu dengan apa yang kutemukan di sekitarku. Tumbuhan di Batavia ini kaya, hanya perlu dipahami sifatnya."

Tabib Liu mengangguk pelan, matanya berbinar. "Kau akan menjadi tabib besar, Nona Aruna. Dan aku akan berdiri di sampingmu, agar siapa pun yang mencoba menjatuhkanmu akan berhadapan dengan ilmu dan pengalaman panjangku."

Aruna menunduk, hatinya tergetar. Ia tidak menyangka hari yang semula penuh fitnah kini berubah menjadi hari di mana ia mendapatkan sekutu baru yang begitu kuat.

Di kejauhan, Van der yang masih berdiri dengan wajah tegas memandang semua itu. Ada seulas senyum samar di wajahnya, senyum yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang peka. Ia tahu, langkah Aruna baru saja dimulai, dan semakin besar pengaruhnya, semakin besar pula badai yang akan datang. Namun, hari ini, Aruna telah menang.

Dan kemenangan itu, meski kecil, cukup untuk menyalakan harapan di hati banyak orang.

1
Jelita S
Kita yg ngontrak ini diam z lh,,,
Archiemorarty: Jomblo gigit jari aja pokoknya mah 🤣
total 1 replies
Jelita S
aku jdi senyum2 sendiri 😍😍
Jelita S
ada jga kompeni yg baik seperti Gubernur satu ini,,,pantesan sampe skg msih banyak orang kita yg menikah sama Belanda kompeni penjajah😄😄😄
Archiemorarty: Van der Capellen aslinya di dunia nyata memang baik, sayang sma pribumi, sampe buatin sekolah khusus buat pribumi agar lebih maju. Sampe dikatain sma pejabat Belanda zaman itu kalau Van der terlalu lemah untuk seorang pemimpin hindia belanda /Grimace/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
Archiemorarty: Hahahaha.... astaga /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
gaby
" Jangan panggil aq lagi dgn sebutan Tuan, tp panggilah dgn sebutan Akang". Asseeek/Facepalm//Facepalm/
Archiemorarty: Asyekkk
total 1 replies
gaby
Akhirnya rasà penasaranku terbayarkan. Smoga Maria & suaminya menyebarluaskan kehebatan & kebaikan Aruna, agar Aruna makin di hormati. Kalo Aruna dah pny alat medis, dia bisa jd dokter terkaya di Batavia, ga ada saingannya kalo urusan bedah. Kalo dah kaya Aruna bisa membeli para budak utk dia latih atau pekerjakan dgn upah layak. Ga sia2 Van der membujang sampe puluhan tahun, ternyata nunggu jodohnya lahir/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...membujang demi doi dateng ya/Proud/
total 1 replies
gaby
Babnya lompat atau gmn thor?? Kayanya kmrn babnya tentang Aruna yg menolong wanita belanda yg namanya Maria, apa kabarnya Maria?? Bagaimana reaksi publik ketika melihat Aruna menyelamatkan pasien sesak napas di tengah2 keramaian pasar. Dan bagaimana respon warga kolonial ketika mendengar kesaksian dr suami Maria yg jd saksi kehebatan Aruna. Ko seolah2 bab kmrn terpotong
Archiemorarty: owalah iya, salah update aku...astaga. maapkan othor... update lagi ngantuk ini. ku ubah ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!