Sistem Autopilot

Sekya yang berhasil lolos dari kepungan prajurit Lamina tiba di perbatasan. Di sana, Lyra, Brutus, dan Kevin sudah menunggunya dengan pasukan yang lengkap. Mereka semua bersiap untuk kembali ke Kerajaan Vazkal.

Mereka membawa Raja Saul, yang telah berhasil diselamatkan setelah melewati serangkaian kejadian penuh bahaya. Raja Saul yang melihat kehadiran Sekya, putranya dan Pangeran Vazkal, merasa sangat lega.

"Nak... ayah tidak menyangka kau akan datang," ucap Raja Saul dengan suara bergetar. Ia memeluk Sekya dengan erat. "Ayah sudah berpikir semuanya berakhir."

"Tidak akan, Ayah," balas Sekya. Ia membalas pelukan sang ayah. "Selama Sekya masih hidup, tidak akan ada yang bisa menyentuh Ayah dan kerajaan kita."

Lyra dan Brutus langsung memberi hormat dan mengucapkan syukur atas keselamatan Sekya. Sementara Kevin berjalan mendekat dan menepuk pundak Sekya sebagai tanda persaudaraan. Sekya mengangguk.

Ia lalu menoleh ke belakang, memandang perbatasan yang memisahkan dua kerajaan yang kini bermusuhan, Kerajaan Vazkal dan Kerajaan Lamina. Ia tahu bahwa satu minggu dari sekarang, perbatasan itu akan menjadi saksi bisu pertumpahan darah yang akan mengubah sejarah Benua Timur untuk selamanya.

Ketika mereka sudah berada dalam perjalanan menuju Vazkal, Raja Saul merangkul pundak Sekya. Lalu ia menjelaskan dengan suara yang pelan dan serius.

"Ayah tidak tahu apa rencana Raja Abbas dari Lamina selanjutnya, tapi yang Ayah tahu, ia pasti akan memanipulasi situasi ini. Dia akan menggunakan penangkapan Dion sebagai alasan untuk mengobarkan semangat pasukannya."

Raja Saul melanjutkan, "Dion adalah musuh kita, Nak, dan meskipun ia kini dalam penjara kita, jangan pernah meremehkan apa yang bisa dilakukan Raja Abbas untuk membalas dendam. Penangkapan Dion adalah pukulan telak bagi mereka, tapi itu juga bisa menjadi jebakan untukmu. Ayah mohon, jangan terbawa emosi saat di perbatasan. Kau harus tetap fokus dan berpikir jernih. Kita harus memanfaatkan penangkapan Dion sebagai keunggulan, bukan kelemahan yang dapat mereka eksploitasi."

Mendengar nasihat ayahnya, Sekya tersenyum tipis dan meyakinkan, "Tenang saja, Ayah, Sekya mengerti semua yang Ayah katakan, tapi kali ini, aku tidak akan membiarkan mereka menang, dan aku tidak akan terjebak dalam perangkap mereka, karena yang aku tahu, satu minggu dari sekarang, aku akan meratakan mereka semua, tanpa terkecuali."

Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, mereka akhirnya tiba di gerbang Kerajaan Vazkal, di mana para prajurit dan para jenderal sudah menunggu dan menyambut mereka dengan sorak-sorai penuh kegembiraan, terutama ketika melihat Raja Saul yang berhasil kembali dengan selamat bersama Pangeran Sekya. Raja Saul yang melihat loyalitas pasukannya, merasa bangga, sementara Sekya menyapa satu per satu jenderal yang menyambutnya, dan ia yakin bahwa dengan kekuatan pasukannya, mereka akan memenangkan pertempuran yang akan segera terjadi, dan mereka akan membalas semua perbuatan yang telah dilakukan Kerajaan Lamina.

Di tengah keramaian penyambutan, Eliana terlihat berlari dari kejauhan dengan air mata yang menetes. Ia menerobos kerumunan prajurit dan langsung memeluk Sekya dengan sangat erat.

Raja Saul yang melihat adegan itu, tersenyum dan berkata, "Saya senang, kau akhirnya baik-baik saja, Eliana."

Mendengar perkataan itu, Eliana yang masih terisak-isak, melepaskan pelukannya. Kemudian ia membungkuk dan memberikan hormat yang paling dalam kepada Raja Saul.

Sekya tersenyum tipis melihat Eliana. Ia membantu wanita itu berdiri, lalu meminta Eliana untuk kembali ke dalam istana agar bisa beristirahat. Ia juga berpesan agar Eliana tidak terlalu mengkhawatirkannya, karena ia akan memastikan bahwa mereka semua akan aman. Mendengar perkataan Sekya, Eliana mengangguk.

Lalu ia menatap mata Sekya dan berbisik, "Kau harus kembali dengan selamat." Sekya tersenyum lalu mengangguk lagi.

Setelah keramaian sedikit mereda, Sekya menghampiri Raja Saul yang masih berdiri di dekat gerbang istana. Ia berlutut di hadapan ayahnya dan berbicara dengan suara yang penuh keyakinan. "Ayah, ada satu hal yang ingin Sekya minta. Ayah tahu betapa aku menyayangi Eliana, dan aku ingin menjadikan dia pendamping hidupku. Jadi, setelah aku berhasil memenangkan perang ini dan kembali ke istana, Ayah bersedia kan menikahkan Sekya dengan Eliana?"

Raja Saul yang mendengar hal itu, hanya tersenyum dan mengangguk, lalu ia membantu putranya berdiri.

Malam harinya, setelah urusan kerajaan selesai dan Eliana sudah lebih tenang, Sekya pergi ke kamar Eliana. Ia melihat Eliana sedang duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong. Sekya mendekat dan duduk di sampingnya sambil memegang tangannya.

"Aku tahu kau khawatir," ujar Sekya memulai percakapan, "tapi kau tahu kan, aku pasti akan baik-baik saja."

Eliana menoleh, matanya masih sedikit bengkak. "Aku takut," jawabnya dengan suara pelan. "Ini bukan hanya tentang kekalahan, tapi ini Kerajaan Lamina, kerajaan terkuat di Benua Timur. Aku tahu kau kuat, aku sudah melihatnya, tapi aku tidak bisa menghilangkan rasa takut ini."

"Aku takut kau akan meninggalkanku untuk kedua kalinya, seperti saat kau pergi dulu," lanjut Eliana. "Aku tahu kau pergi karena Dion mengancam akan membunuh Ayah jika kau tidak menyerahkan kerajaanmu, tapi tetap saja... Kumohon, berjanjilah kau akan kembali."

Sekya yang mendengar hal itu, langsung memeluk Eliana.

Sekya kemudian mengajak Eliana ke bukit di belakang istana, tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. Ia meminta Eliana untuk duduk di sampingnya. Kemudian ia menatap mata Eliana dengan lembut dan berkata, "Kamu tahu, Ayah sudah setuju, setelah perang ini usai, kita akan menikah."

Mendengar perkataan itu, mata Eliana terbelalak, ia terkejut, namun di saat yang sama, ia merasakan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkan. Ia memeluk Sekya dengan erat dan berkata, "Terima kasih, Sekya."

Sekya membalas pelukan itu, dan ia berbisik di telinga Eliana, "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, karena aku pasti akan kembali, dan setelah itu, kita akan menjalani hidup kita bersama-sama."

Setelah Eliana melepaskan pelukannya, Sekya menatapnya dengan senyum menggoda, lalu ia mengusap sisa air mata yang ada di wajah Eliana.

"Oh, lihatlah ratu yang dulunya kejam dan licik ini, sekarang dia sudah punya hati dan..." Sekya menghentikan ucapannya sejenak. "Dan sudah menjadi wanita yang paling cengeng di seluruh Kerajaan Vazkal."

Mendengar perkataan Sekya, Eliana langsung memukul pundaknya dengan manja, namun ia juga tertawa, dan di saat yang sama, ia juga merasa malu.

Kemudian Sekya meraih tangan Eliana, menggenggamnya dengan erat, lalu ia mulai membayangkan masa depan mereka. Ia tersenyum lalu bertanya, "Jadi, nanti setelah kita menikah, kita mau punya anak berapa?"

Eliana yang masih terisak-isak, langsung menatap Sekya dengan mata membelalak, lalu ia berkata, "Dua saja, aku tidak mau banyak-banyak."

Sekya menggelengkan kepalanya dan membalas, "Tiga, dua itu terlalu sedikit, kita butuh penerus kerajaan yang banyak, bukan?"

Eliana menolak, "Dua, aku tidak mau berdebat."

Sekya tersenyum dan berkata, "Ya sudah, dua saja, tapi kalau Ayah menginginkan tiga, maka aku akan mengabulkan keinginan Ayah," Eliana memukul pundak Sekya lagi, dan mereka berdua tertawa bersama di bawah langit malam yang penuh bintang.

Tiba-tiba, dari kegelapan hutan di bawah bukit, sebuah panah melesat dengan cepat menuju ke arah mereka, panah itu hampir mengenai Sekya, namun ia berhasil menghindarinya.