Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KASUS BARU
"Kok gak diangkat?" tanya Ibram ketika ponsel Ayuna bergetar namun tak kunjung diangkat. Biasanya, orang yang melakukan panggilan pasti ada yang urgent kan, tapi Ayuna benar-benar mengabaikan panggilan itu. Gadis cantik itu menggeleng, karena tahu tujuan Arfan.
Sepupunya itu sempat mengirim pesan, berupa foto Rajendra berjalan di mall sambil merangkul pundak seorang perempuan yang bukan Ayuna. Saat melihat foto itu Ayuna hanya tersenyum, terlihat mereka sangat dekat dan gak ada sikap penyesalan sudah melukai Ayuna.
"Telepon dia gak penting, Pak!" ucap Ayuna kemudian menolak panggilan itu. Ibram menautkan alisnya, mungkin Ayuna tak nyaman mengangkat telepon di depan Ibram, apalagi panggilan dari cowok.
"Dia sepupu saya cuma mau konfirmasi soal foto Rajendra."
"Foto tentang?" Ibram penasaran. Mungkin saja foto tidak senonoh Rajendra dan Ayuna disebar oleh pihak sana, tak terima karena putus atau apalah. Sehingga sepupu Ayuna ingin konfirmasi.
"Dia jalan sama cewek selingkuhannya. Sepupu saya gak terima, ya udah saya jawab, saya udah putus dan memastikan kalau saya baik-baik saja."
Ibram mendekatkan wajahnya pada Ayuna, memastikan kalau memang dia baik-baik saja. "Udah gak mewek lagi?" tanya Ibram jahil. Spontan Ayuna memundurkan wajah, ditatap sedekat itu bikin jantung Ayuna berdegup tak normal.
"Bapak!" ujar Ayuna cemberut. Ia malu lah kalau ingat kejadian itu, Ibram sampai membantu mengusap sisa air mata, mana dipeluk lagi. Duh.
"Saya pikir cewek kalau putus itu biasa aja, kayak gak butuh cowok dan bisa hidup tanpa cowoknya. Cepat move on, tapi saat melihat kamu kemarin, pandangan saya beda. Ternyata ada ya cewek yang tulus mencintai pacarnya."
"Ya ada lah, Pak. Apalagi cewek main perasaan, gak mungkin dia bakal menyakiti perasaan cowoknya."
Eh Ibram berdecak sebal, tersenyum sinis, dan menggelengkan kepala, untuk kali ini ia tak setuju dengan Ayuna. "Mungkin saja. Aku korban jahatnya perempuan."
Ayuna terdiam, ia memang sempat mendengar masa lalu Ibram dari Akmal. Namun tak mengira saja Ibram akan menceritakan langsung pada Ayuna. Bos ganteng itu cukup santai namun setiap ucapannya mengandung dendam pada perempuan itu.
Entahlah apa yang membuat keduanya terbawa emosi untuk saling menceritakan pengalaman buruknya pada mantan masing-masing. Bahkan Ayuna sampai melongo ketika Ibram memilih tidak mau berhubungan dengan perempuan mana pun hingga saat ini.
Ayuna sebagai pihak perempuan juga tak setuju dengan pemikiran Ibram. Masih banyak perempuan yang setia, contoh nyatanya Ayuna sendiri. Dikhianati sang pacar dan sahabat juga dia mencoba bangkit, trauma ada tapi ia tak mau menolak bila ada cinta yang datang. Dari banyak peristiwa, Ayuna juga menyadari di dunia ini ada namanya proses untuk pergi maupun datang. Hanya saja kita tak tahu kapan. Jalani saja sesuai ketentuannya, menangis boleh tapi meratapi jangan.
"Saya sudah tidak mau memikirkan kenapa semua ini terjadi padaku, hingga menyalahkan takdir. Fokus pada solusi saja, mungkin kasus Rajendra kemarin ada porsi saya salah juga, terlalu sibuk sehingga dia mencari perhatian dari cewek lain. Sepasrah itu saya sekarang, Pak."
Ibram tak menyangka Ayuna yang masih berusia sangat muda, mempunyai pemikiran sangat bijak. Kalau dipikir-pikir memang iya. Kenapa juga harus menyalahkan takdir, toh ada Maha Bijaksana yang mengatur semua yang ada di dunia ini.
"Pasti ada pelajaran hidup yang bisa kita ambil hikmahnya sehingga kita lebih bijak ke depannya," tambah Ayuna dengan sangat dewasa. Ibram tahu gadis cantik itu mulai berdamai dengan keadaan, harusnya ia belajar dari Ayuna sehingga ia lebih bijak menghadapi suatu keadaan yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Pertemuan kali ini membawa dampak luar biasa pada Ibram. Pandangannya terhadap perilaku seorang perempuan sedikit berubah karena Ayuna. Ibram sendiri sempat menyalahkan takdir, karena dirinya merasa sudah baik pada wanitanya saat itu tapi mendapat balasan yang menyayat hati. Ibram lupa kalau mau mendapat kebahagian luar bisa, pasti ditempa dulu untuk memantaskan diri apa kita sudah layak untuk bahagia.
"Kalau aku menikah dalam waktu dekat bagaimana, Ma?" tanya Ibram di suatu malam sengaja tidur di kamar kedua orang tuanya. Bergelendot manja pada sang mama, layaknya anak kecil. Mama yang sibuk bermain ponsel langsung berhenti. Menatap putra bungsunya. Bahkan papa yang sibuk dengan tablet langsung naik ranjang, dan menatap Ibram penuh dengan keterkejutan. Ada angin apa hingga Ibram mau membahas pernikahan. Topik diskusi keluarga yang tidak lagi dibahas setelah pertunangan Ibram batal.
"Kamu menghamili anak orang?" tanya mama spontan. Suasana melankolis yang diciptakan Ibram sirna seketika, dengan pertanyaan konyol dari mama.
"Udah berapa bulan?" ini lagi sang papa tambah ngawur. Ibram bisa apa selain menghela nafas berat. Punya orang tua kok gini amat, mana sefrekuensi lagi.
"Bram?" desak mama.
"Ibram gak menghamili anak orang, Pa, Ma. Ibram masih jomblo, dan Ibram juga masih perjaka."
"Ih masa, gak pernah ginj?" Papa malah praktik kebiasaan cowok, spontan mama ngamuk lah. Mama tak suka papa mengajari itu pada anak bungsunya.
"Ya kalau itu pernah lah, Pa!"
"Ya Allah anak bujang mama, melakukan hal itu gak baik buat kesehatan sper*a kamu," mama terus mengoceh, menjelaskan bagaimana efek buruk olahraga lima jari itu. Ibram hanya pasrah mendengar perdebatan kedua orang tuanya. Mana papa menjelaskan selogis apa kalau pria dewasa, belum menikah sangat membutuhkan pelepasan juga.
"Lebih baik gue keluar!" ucap Ibram kabur. Tak jadi melanjutkan obrolan tentang pernikahan. Ia pun kembali ke kamarnya, kebetulan ponselnya ada panggilan, dan siapa dia? Ayuna.
Ibram sampai mengerutkan dahi, ada apa Ayuna sampai meneleponnya. "Iya, Ay?"
"Pak, maaf malam-malam saya telepon, Bapak."
"Iya, ada apa?"
"Saya mau tanya apakah bapak memiliki kenalan pengacara?"
Ibram semakin mengerutkan dahi, ada apa dengan anak ini? Hidupnya kok penuh dengan kejutan, mencari pengacara buat apa juga.
"Tunggu, Ay. Kamu lagi ada masalah hukum?" tanya Ibram ingin tahu akar permasalahan terlebih dulu.
"Rumah peninggalan orang tua saya mau dijual sama tante dan om, Pak. Saya mau menggugatnya, saya gak mau kalau rumah itu dijual," jelasnya emosi.
"Kita bicarakan besok di kantor bagaimana?"
"Baik, Pak. Terimakasih, maaf menganggu," ucap Ayuna kemudian pamit mematikan ponselnya.
Ibram benar menepati janjinya, ia meminta Ayuna untuk ke ruangannya saja. Permasalahan ini cukup sensitif bila didengar rekan kerja lain. Tempat terbaik hanya di ruangan Ibram, toh nanti ada Akmal juga bisa memberikan jalan alternatif, maklum dia S1 nya jurusan hukum juga. Beruntung Ayuna bertemu bos baik baik hati seperti mereka, yang bisa menciptakan suasana kekeluargaan saat bekerja, sehingga Ayuna terpaksa memberanikan diri untuk meminta bantuan Ibram atas kasus yang menimpanya kali ini.