Novi adalah seorang wanita seorang agen mata-mata profesional sekaligus dokter jenius yang sangat ahli pengobatan dan sangat ahli membuat racun.
Meninggal ketika sedang melakukan aktivitas olahraga sambil membaca novel online setelah melakukan misi nya tadi malam. Sayangnya ia malah mati ketika sedang berolahraga.
Tak lama ia terbangun, menjadi seorang wanita bangsawan anak dari jendral di kekaisaran Dongxin, yang dipaksa menikah oleh keluarga nya kepada raja perang Liang Si Wei. Liang sangat membenci keluarga Sun karena merasa mencari dukungan dengan gelar nya sebagai salah satu pangeran sekaligus raja perang yang disayang kaisar.
Tepat setelah menikah, Novi melakukan malam pertama, ia menuliskan surat cerai dan lari. Sayangnya Liang, selalu memburu nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepala Desa Han
Matahari mulai tergelincir ke arah barat, sinarnya memandikan hutan dan ladang dalam warna keemasan yang hangat. Sun Yu Yuan mengendarai kudanya melewati jalanan tanah yang mulai mengeras yang ternyata semalam sedang turun hujan. Debu yang beterbangan tertinggal di belakangnya, namun pandangannya lurus ke depan.
Perjalanan telah memakan waktu dua hari sejak ia meninggalkan ibu kota. Beberapa kali ia beristirahat di peristirahatan pinggir jalan dalam hutan atau sekedar makan di penginapan. Ia tetap melanjutkan perjalannya.
Akhirnya, di tengah cahaya senja, ia melihat permukiman kecil dengan rumah-rumah kayu berjejer rapi, sawah terbentang di sisi timur, dan di belakang desa itu tampak deretan pegunungan yang menjulang namun tampak subur dan menghijau.
“Desa Baihe...” gumamnya pelan, mengerem kudanya ketika melihat sebuah plat besar di gerbang desa.
Ia memandang pegunungan itu lama, dedaunan yang lebat, aroma kelembapan tanah, dan bisikan hutan yang menyatu dengan desir angin. Satu senyum tipis muncul di sudut bibirnya.
Tempat yang cocok. Terpencil, subur, dan agak jauh dari ibu kota.
Ia memasuki desa dengan langkah tenang. Penduduk menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. Penampilannya seperti pengembara biasa, memakai pakaian pria warna gelap, rambutnya diikat sederhana, dan sebilah pedang tergantung di punggungnya. Wajahnya bersih, suara langkah kudanya tenang.
Seorang lelaki paruh baya yang sedang menimba air menoleh.
“Maaf, bolehkah saya bertanya?” suara Sun Yu Yuan terdengar agak berat, seperti suara pria yang lelah setelah perjalanan jauh.
“Silakan, Tuan,” kata lelaki itu sopan.
“Aku sedang mencari kepala desa. Di mana aku bisa menemukannya?”
“Oh, lurus saja ke arah barat desa, rumah yang agak besar di bawah pohon persik. Kau akan menemukannya di sana. Panggil saja Kepala Desa Han.”
Sun Yu Yuan mengangguk. “Terima kasih, Paman.”
Ia melajukan kudanya pelan menyusuri jalan desa. Sesuai petunjuk, rumah yang dituju memang mudah dikenal, lebih besar dari yang lain, dengan atap jerami yang baru diganti dan pekarangan bersih. Di bawah pohon persik yang sedang berbunga, seorang pria tua duduk di kursi bambu, mengayun pelan.
Sun Yu Yuan turun dari kuda, menuntunnya, lalu membungkuk sopan.
“Salam hormat, Tuan Kepala Desa. Nama saya Xie Yuan, seorang pengembara. Saya ingin menyewa rumah di desa ini, kalau memungkinkan. Hanya untuk satu bulan.”
Kepala Desa Han menatap pemuda di depannya. Matanya yang berpengalaman langsung bisa membaca bahwa pemuda ini bukan orang biasa. Tapi ia tak ingin mencampuri urusan orang asing, selama mereka tak membawa masalah.
“Selamat datang di Desa Baihe, Tuan Xie,” katanya ramah. “Kami bukan desa besar, tapi kami menyambut tamu dengan tangan terbuka. Sayangnya, rumah-rumah di desa ini hampir semuanya ditempati.”
Sun Yu Yuan tetap tenang. “Satu saja cukup, yang tidak dipakai juga tak masalah.”
Kepala Desa Han berpikir sejenak. “Ada satu. Rumah tua dekat kaki gunung. Sudah lama tak dihuni, tapi masih layak pakai. Kalau Tuan tidak keberatan, saya bisa mengantar ke sana sekarang.”
“Silakan,” ucap Sun Yu Yuan ringan.
Ia menuntun kudanya dan berjalan disamping Kepala Desa Han. Melewati ladang kecil, kebun sayur, dan akhirnya menyusuri jalan kecil yang menanjak sedikit ke arah gunung. Rumah itu terlihat sederhana. Terbuat dari kayu, ada pekarangan kecil, dan letaknya agak terpisah dari rumah-rumah lain.
“Ini satu-satunya rumah kosong yang ada,” kata Kepala Desa Han sambil menyeka keringat dari pelipis. “Letaknya memang agak jauh, dan di malam hari cukup sepi. Tapi air dari sungai gunung mengalir dekat sini, dan tanahnya bagus untuk berkebun. Tapi... saya minta maaf, Tuan, kalau ini kurang layak.”
Sun Yu Yuan menatap rumah itu sebentar, lalu tersenyum tipis. “Tidak apa-apa, justru ini sangat cocok. Saya suka tempat yang tenang.”
Dalam hati, ia bahkan merasa lega. Tempat ini sempurna. Terpencil, mudah diawasi, dan dekat dengan sumber daya alam. Apalagi, letaknya di kaki gunung membuatnya mudah mencari tanaman obat, jamur langka, bahkan kemungkinan menemukan gua untuk menyimpan barang atau berlatih tanpa gangguan.
“Kalau begitu, saya akan meminta istri saya mengirim kasur dan peralatan dapur dasar. Tidak ada biaya sewa, Tuan. Hanya bantu jaga rumah ini dengan baik. Anggap saja saling membantu.”
Sun Yu Yuan menatap Kepala Desa Han, mata lembutnya menyiratkan rasa hormat. “Saya tetap akan membayar, meski sedikit. Saya tidak suka berutang budi.”
Kepala desa tertawa ringan. “Kalau begitu, saya tak bisa menolak.”
Setelah berpamitan dan kepala desa kembali ke pusat desa, Sun Yu Yuan masuk ke dalam rumah. Ia mengikat kudanya di batang pohon dekat sumur kecil, lalu membuka pintu rumah kayu yang agak berat. Aroma debu dan kayu tua menyeruak, tapi rumah itu bersih. Tampaknya, masih sering dijaga agar tidak rusak.
Ia menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Ada satu ruangan utama, dapur kecil, dan kamar tidur di sisi kanan. Jendela-jendela terbuka ke arah hutan dan gunung. Cahaya matahari sore menembus sela-sela dinding bambu, menciptakan bayangan panjang yang tenang.
Ia meletakkan tasnya, lalu membuka gulungan kain yang berisi kantong-kantong herbal dan botol kecil.
Ia duduk di ambang pintu, menatap matahari yang mulai tenggelam di balik gunung. Angin sore membawa aroma pinus dan daun basah.
Langit mendung menggantung rendah di atas ibu kota. Angin berhembus dingin, membawa serta aroma ancaman dan ketegangan yang tak kasat mata. Namun tak ada yang lebih mencekam daripada suasana di kediaman Liang, tepatnya di ruang utama.
Dua hari telah berlalu sejak Sun Yu Yuan menghilang tanpa jejak.
Suaranya membentak menghancurkan keheningan pagi.
"Dua hari!" seru Liang Si Wei, membanting cangkir teh di hadapannya. Pecahan porselen berserakan di lantai, aroma teh melati memenuhi ruangan namun tak sedikit pun meredakan kemarahannya.
Para bawahan yang berdiri di barisan depan menunduk dalam-dalam. Tak satu pun berani menatap langsung mata sang tuan muda yang kini merah karena amarah.
Tangannya mengepal, nadinya tampak jelas di pelipisnya. Wajah tampannya kini dibalut murka.
"Pergilah ke luar ibu kota, arah barat, utara, bahkan selatan. Periksa desa-desa kecil, tempat terpencil, penginapan pinggir jalan. Siapa pun yang mencurigakan, lacak."
Semua bawahannya menjawab serentak, "Baik, Yang Mulia!"
Liang Si Wei memandang ke luar jendela. Hujan mulai turun, rintik-rintik kecil membasahi genting istananya. Tapi api dalam dadanya tak padam. Justru semakin berkobar.
"Kenapa dia bisa dengan mudah keluar dari kediaman ini? Apakah ia benar-benar Sun Yu Yuan? Bukankah dia wanita yang sangat lemah lembut? Apakah keluarga Sun membohongiku? Ataaaau Sun Yu Yuan diam diam berlatih bela diri? Tapi menurut informasi yang di dapat, ia tak pernah berlatih bela diri dan hanya suka melukis dan belajar!"