NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah

Terpaksa Menikah

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Anak Yatim Piatu
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: kikoaiko

Alice Alison adalah salah satu anak panti asuhan yang berada di bawah naungan keluarga Anderson.

Lucas Anderson merupakan ahli waris utama keluarga Anderson, namun sayang dia mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor darah. Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas pun akhirnya mendonorkannya.

Sebagai balas budi, kakek Anderson menjodohkan Lucas dengan Alice.

Menikah dengan Lucas merupakan impian semua perempuan, tapi tidak dengan Alice. Gadis itu merasa tersiksa menjalani pernikahannya dengan pria itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Satu minggu berlalu, Lucas dan Alice tinggal di rumah tua Anderson. Dan hari ini mereka memutuskan kembali ke rumah pribadinya. Kakek Anderson sebenarnya tidak setuju, mengingat hubungan cucunya dan sang istri masih belum baik. hanya saja dia tidak bisa memaksakan mereka untuk tetap tinggal di kediamannya.

"Baiklah, jika itu keputusan kalian. Pesan kakek cuma satu untukmu Lucas, jaga istrimu baik-baik" pesan kakek Anderson.

Lucas berdiri dengan sikap yang dingin, tangan terlipat di dada, mengangguk sekilas tanpa menunjukkan emosi yang berarti. Alice, di sisi lain, mengemas barang-barangnya dengan tatapan yang kosong, seolah terburu-buru ingin meninggalkan rumah tua tersebut.

Udara di ruangan itu terasa tegang, setiap gerakan Alice terlihat kaku dan terburu-buru, seakan setiap detik di rumah itu adalah siksaan. Kakek Anderson mengamati mereka dari kursi goyangnya, keriput di wajahnya semakin dalam, mencerminkan kekhawatiran dan kekecewaan.

"Hati-hati di jalan, dan Lucas, ingatlah untuk selalu melindungi dan menghormati Alice," ujarnya dengan suara yang bergetar, mencoba menyembunyikan rasa sedihnya.

Lucas hanya mengangguk seadanya, seolah pesan kakeknya hanya angin lalu. Dia tidak menoleh, matanya tetap fokus pada ponselnya. Alice memandang kakek Anderson sekilas, matanya berkaca-kaca, seolah ingin mengatakan banyak hal tetapi bibirnya terkunci.

Mereka berdua pun meninggalkan rumah dengan Alice yang berjalan beberapa langkah di depan Lucas. Kedua tas mereka bergesekan saat mereka melangkah keluar dari pintu, suara gesekan itu seolah menjadi simbol dari retaknya hubungan mereka. Kakek Anderson hanya bisa menatap dari kejauhan, hatinya hancur melihat cucunya dan menantunya dalam keadaan seperti ini, tetapi dia tidak bisa berbuat lebih banyak lagi.

Sepanjang perjalanan suasana di dalam mobil terasa hening, tidak ada terjadi obrolan di antara mereka. Alice dan Lucas sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

Ketika Alice dan Lucas tiba di rumah setelah perjalanan panjang yang diliputi oleh kesunyian yang menyesakkan, Alice langsung menyadari sesuatu yang ganjil. Sepatu hak tinggi berwarna merah yang tidak pernah ia lihat sebelumnya tergeletak di sudut ruang tamu.

Keningnya berkerut, jantungnya berdebar kencang. "Ini sepatu siapa?" gumamnya dalam hati, sambil matanya tidak lepas dari sepatu tersebut.

Lucas, yang tampak lelah dan acuh, hanya melempar tasnya ke sofa dan berjalan ke dapur tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Alice mengikuti dengan langkah gontai, hatinya dipenuhi rasa curiga dan kebingungan.

"Ini bukan milikku, dan aku sangat yakin ini bukan milik siapa pun di rumah ini," bisik Alice pada diri sendiri sambil mengambil sepatu itu dan memeriksanya lebih dekat.

Tidak ada label atau tanda yang bisa memberi petunjuk tentang pemilik sepatu tersebut. Ketegangan meningkat saat Alice berdiri dengan sepatu merah di tangan, menatap punggung Lucas yang kini menghadap lemari es.

"Lucas, ini sepatu siapa?" tanyanya, suaranya terdengar lebih keras dan tegas dari yang ia niatkan. Lucas berbalik dengan perlahan, ekspresi wajahnya tidak bisa dibaca.

Alice menatapnya, mencari jawaban di mata Lucas yang kini menghindar. Ketegangan antara mereka kian terasa, udara di ruangan itu seakan membatu, menggantungkan pertanyaan yang belum terjawab.

"Lucas, aku bertanya" seru Alice.

"Oh...itu sepatuku, aku sengaja menaruhnya di sana. Aku tidak tahu kalian akan pulang hari ini" bukan Lucas yang menjawab melainkan Elena yang baru saja menuruni tangga.

Alice berdiri kaku di ruang tamu, matanya membelalak tak percaya. Tangannya masih memegang kunci yang baru saja diputar, melepaskan segel pintu rumahnya yang seharusnya sepi. Tetapi, di depannya, bukan Lucas suaminya yang berdiri, melainkan Elena, sahabat Lucas yang beberapa hari kemarin meminta dirinya untuk meninggalkan suaminya itu.

"Aku... aku tidak tahu kalian akan pulang hari ini," ucap Elena, sambil menuruni tangga dengan langkah ringan, seolah rumah itu miliknya. Sepasang sepatu hak tinggi tergeletak di dekat pintu, saksi bisu keberadaan tambahan di rumah itu.

Alice mengerutkan kening, mencerna informasi. Suara Elena terdengar terlalu santai, terlalu akrab. "Kamu tinggal di sini," kata Alice, suaranya datar, penuh keheranan dan kekhawatiran yang bercampur aduk.

"Iya, aku tinggal di sini untuk sementara waktu. Lucas sudah mengizinkannya," jawab Elena, senyumnya lebar, menampilkan barisan gigi yang teratur. Senyum yang bagi Alice, lebih terlihat seperti senyuman kemenangan—senyuman yang menambah berat di hatinya.

Alice merasakan jantungnya berdegup kencang, pertanda cemburu dan marah yang mulai bergejolak. Matanya tidak bisa lepas dari Elena, yang kini berdiri di ruang tamu dengan postur yang menguasai. Lucas diam saja, membiarkan Alice dalam kebingungan dan pertanyaan yang menggantung di udara, menunggu jawaban yang mungkin tidak ingin ia dengar.

"Lucas, benarkah itu?" tanya Alice memastikan.

"Eum, ini rumahku dan aku berhak menentukan siapa saja yang tinggal di rumah ini. Elena di sini hanya sementara, sampai menunggu apartemennya selesai di renovasi" ucap Lucas.

Alice terdiam, ia berpikir apakah wanita itu tidak memiliki keluarga. kenapa harus tinggal di rumahnya, kenapa tidak tinggal di rumah orang tuanya.

Alice merasa ada yang tidak beres. Wajahnya tampak bingung dan khawatir, tatapannya lurus menembus mata Lucas, mencari kebenaran yang tersembunyi di balik kata-katanya. "Lucas, kamu yakin ini hanya sementara?" tanyanya lagi, suaranya bergetar sedikit, mencoba menahan emosi yang mulai memuncak.

Lucas mengangguk,"eum," jawabnya.

Alice menarik nafas dalam, mencoba meredakan kegelisahan yang menerpanya. Ia melirik sekilas ke arah kamar yang kini ditempati oleh Elena, lalu kembali pada Lucas.

"Baiklah, aku percaya padamu. Tapi, tolong, jangan biarkan keadaan ini terlalu lama," pintanya, suaranya mengandung harap.

Lucas mengangguk, memberikan senyum yang berusaha meyakinkan. Namun, dalam hatinya, ia tahu situasi ini lebih rumit daripada yang diungkapkannya kepada Alice.

"Lucas, kamu sudah makan? kebetulan tadi aku memasak" tanya Elena.

"Kebetulan aku belum makan, ayo kita makan bersama" ucap Lucas.

Elena menganggukkan kepalanya, mereka berdua pergi ke ruang makan.

Di ruang makan, suara tawa dan candaan Lucas dan Elena menggema, sementara mereka menyantap hidangan yang baru saja Elena masak. Tawa Lucas terdengar begitu lepas, seolah tidak ada beban yang menggelayut di hatinya.

Sementara itu, Elena tampak begitu ceria, matanya bersinar-bersinar saat bercerita tentang hari-harinya. Sesekali, Lucas membenarkan posisi duduknya, menunjukkan rasa nyaman dan terhibur dengan obrolan yang terjalin.

Di sudut lain ruangan, Alice duduk termangu, matanya tidak lepas dari interaksi suaminya dengan Elena. Bibirnya bergetar, hatinya terasa ditusuk-tusuk melihat keakraban yang tidak pernah ia rasakan lagi dari Lucas.

Kepahitan menyelimuti hatinya, setiap tawa Lucas yang terdengar bagaikan garam yang ditaburkan ke luka yang masih basah. Alice merasa terabaikan, seperti seorang penonton yang menyaksikan kisah kasih yang bukan miliknya.

Dengan perasaan yang berkecamuk, Alice memutuskan untuk bangkit pergi meninggalkan ruangan, mencoba menyembunyikan air mata yang siap jatuh. Ia tak ingin suaminya melihat kelemahannya, tak ingin Lucas tahu bahwa hatinya telah hancur berkeping-keping.

1
partini
dah nangis aja terus sampai berdarah darah ku rasa itu yg terbaik buat kamu Alice
Zian Putri
menarik cerita na,gak sabar nunggu up nya
partini
ini cerita mengsedihhhh luar binasa menyek menyek karakter cewek nya cuma bisa nangis doang,,be strong aihhh lama lama gumussss ini mah
partini
aihh di gatal Napa tuduh bini yg gatal behhhh saiko ni orang
Srie Handayantie
egoisss bgt kau Lucas , mau enak sendiri . Mun bisa ma asa hyang nyuntrungkeun da 😠
partini
mau menang sendiri ini Lucas ,perlu di Sentil ini Thor si Lucas
aihhh bikin lah Alice strong woman Thor jangan terlalu myek menyek
Ziezah Azizah
lawan elis...
partini
Lucas kamu ga ada otak
partini
👍👍👍
partini
ihhh cemburu ,,ga tau malu
Srie Handayantie: bodohh sekali yaa si lucass ini, liat istri sma orang lain marahh lah dia sndiri gak bisa ngacaa sama kelakuan dia 🤦
total 1 replies
Srie Handayantie
jangan mau lice , Lucas masih seenaknya bgtu kalau dia berubah sdikit2 sikap kasar nya baru dehh 🤭
Srie Handayantie
Alice yg slalu berusaha sndirian berjuang sndiri smoga akhirnya Lucas sadarr ya lice ..
partini
hadirkan karakter baru Thor yg ganteng pari purna yg dekat ma Alice
Srie Handayantie
makan aja tuh gengsii , stelah pergi baru kerasa nantii 😏
Srie Handayantie
kasih lucass pelajaran kek , biarr kapok
Srie Handayantie
rasanya aku ingin mengumpat😠😠
Srie Handayantie
ayoo tolongin Alice jgn sampe dia ternodaa . tpi jgn marah2 ya lucass
Srie Handayantie
kapan sadarrr atas kebodohan mu ini lucass 🤦
Srie Handayantie
lanjut lagi thorrr 💪
Srie Handayantie
harusnya kamu malu Lucas membiarkan istrimu bekerja sedangkan punya suami yg kaya raya 😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!