"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - Secret Corner
"Pokoknya, kita lewat jalan lain aja. Ada jalan tikus nggak...? Untuk menuju ke rumah makan itu?"
"Nggak ada, Mut! Ini akses satu-satunya. Emang kita harus melewati kantin yang biasa jadi tempat tongkrongan para mahasiswa. Kantin laki-laki!" jawab Reyesh.
"Aduh.... aku malu kalo harus lewat sana." ungkap Mutiara.
"Kamu malu? Karena aku yang jadi mentormu untuk menaikkan IPK?"
"Aku takut, banyak gosip akan beredar, kalo ada yang melihat kita jalan berduaan seperti ini!"
"Bukankah, itu yang kamu mau dari tadi? Sejak awal menggodaku?" Reyesh justru menimpali dengan kalimat yang tidak Mutiara duga.
"Iiih... bukan gitu juga! Beda urusan pokoknya!"
Reyesh tidak tega jika harus mengganggu privasi mahasiswi cantik ini. Akhirnya, setelah berpikir sejenak, akhirnya si jenius itu menemukan solusi.
"Aku punya ide. Kamu di sini dulu, jangan ke mana-mana. Oke?"
"Kamu mau ke mana, Rey?"
"Ke agriamart di sebelah sana...." ucap Reyesh, menunjuk sebuah minimarket yang berada dalam area kampus.
Minimarket tersebut layaknya halumart atau absenmart, yang menjual beragam kebutuhan dasar manusia.
"Baiklah. Jangan lama-lama ninggalin aku nya, Rey...." pesan Mutiara, sambil menyisipkan sedikit rayuan.
"Dih.... bodo amat!" Reyesh bergegas meninggalkan Mutiara.
------
Sekitar lima belas menit, Reyesh tak kunjung kembali.
Mutiara nampak mondar-mandir di sekitar area itu dengan wajah gelisah. Ia resah, karena Reyesh belum juga muncul.
Hingga bisikan jahat menyangkut di telinganya. Mutiara mengira, kalau Reyesh meninggalkannya sendirian dan langsung menuju tempat rahasia itu.
Sumpah....!!! Jahat banget sih kalo aku ditinggal sendirian di koridor ini. gumam Mutiara dengan berbagai kekhawatiran.
Tak lama, Reyesh akhirnya muncul dan menampakkan diri.
Rasa gelisah dan cemas mahasiswi cantik itu, berangsur hilang dan hatinya kembali tenang.
"Nih pakai...." ucap Reyesh sambil memberikan sebuah masker untuk Mutiara.
"Sorry kalo lama. Antrean-nya panjang banget! Apalagi ini weekend, yah. Pada beli sabun, sikat gigi, pembersih wajah, sampai detergen buat nyetok selama seminggu." kata Reyesh memberikan alasan.
Mutiara mengangguk, menerima berbagai alasan dari si jenius. Tapi, ia protes terhadap satu hal,
"Masker? Buat apaan? Kita kan nggak lagi mau prakter biologi, Rey!"
"Yaampun gustiii.....!!!" keluh Reyesh sambil bermunajat kepada Sang Pemilik Semesta.
"Kamu ini... sebenarnya polos atau be-go sih, Mut?!" tanya Reyesh dengan serius.
"Ish.... ngatain aku muluk! Aku nggak kedua-duanya kok, Rey! Aku ini pintar dan tenang... seperti kamu, jenius... Hehe," guyon Mutiara dengan cecicikan ke arah Reyesh.
"Dih..... kentut!" sanggah Reyesh.
"Kok kentut, sih? Kamu mau ngatain aku bau, ya? Padahal aku wangi banget..." protes Mutiara.
"Nggak, maksudnya kamu terlalu berkhayal untuk melampauiku. Setidaknya dalam kurun waktu yang singkat ini. Kalau tadi kamu bilang dalam waktu sepuluh tahun lagi, bisa jadi aku berubah pikiran dan sepakat." ujar si jenius dengan tenang.
"Iya, dong! Aku kan bentar lagi mau nyusul kejeniusan kamu, Rey. Tunggu aja!" ucap lagi Mutiara dengan sekonyong-konyongnya.
"Iya, deh! Terserah apa kata halusinasi dan imajinasimu aja!" ketus si jenius itu, lalu menambahkan, "Kenapa kamu selalu mengedepankan emosi, Mut? Nggak berpikir tenang dulu, sebelum mengucapkan sesuatu."
"Ya... karena aku perempuan! Sembilan puluh persen perasaan, sisanya yang cuma sepuluh persen... adalah logika. Benar, kan? Hayooo?" jawab Mutiara sambil meminta pembenaran dari Reyesh, namun dengan nada yang masih mengejek.
"Iya, iyaaa, Mut. Denger ya, kamu gunakan masker ini untuk penyamaranmu. Ya, siapa tau orang-orang di kantin pada menghiraukan kalau kamu pake masker ini." ucap Reyesh.
"Pokoknya, kita jangan jalan berdampingan. Kamu mengekor di belakangku. Buntuti selama aku jalan aja, Mut. Tapi jangan jauh-jauh, ya!" anjut si jenius itu sambil memberi arahan.
"Oke. Berarti aku ngintilin kamu aja yah? Siap, jenius...."
"Oke. TELODEH. Ayo, berangkat...." ajak Reyesh yang mempercepat langkah kaki.
"Tunggu, bentar! Telodeh itu apaan , Rey?" tanya Mutiara penasaran.
"Terserah lo, deh....." jawab Reyesh, lalu melangkah meninggalkan si mahasiswi cantik.
Keduanya berhasil menembus koridor fakultas itu dan juga sukses melewati kantin laki-laki tanpa kecurigaan.
Rute menuju tempat makan rahasia yang dimaksud Reyesh, bisa dibilang sepi dari pengunjung pada umumnya. Karena lokasinya sangat tertutup dan harus melewati banyak pohon bambu yang menjulang tinggi.
Sepuluh menit berlalu, keduanya sudah memasuki area banyak pohon bambu dan gelap karena tertutup banyak pohon besar.
"Rey, kita mau ke mana? kenapa masuk hutan begini?" tanya Mutiara yang mulai khawatir.
"Tenang aja, emang tempatnya ngelewatin pohon bambu ini, kok!" jawab Reyesh.
"Aku takut, Rey! Pasti kalo malem, tempat ini angker dan serem." ujar Mutiara.
"Rumah makan itu cuma buka sampai sore aja, Mut! Menjelang maghrib, sudah tutup. Karena mungkin pemiliknya juga paham, kalo akses ke sana saat malam, sangat gelap dan tidak ada pencahayaan pada rute nya." jenius itu coba menjelaskan.
Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka tiba di sebuah rumah kecil dengan halaman sederhana yang ditata rapi.
"Nah, akhirnya sampai juga...!" seru Reyesh yang nampak kegirangan.
Mutiara yang heran, mengangkat alis, menatap Reyesh dengan penuh tanda tanya.
"Kita ke sini, Rey? Mana rumah makan yang kamu maksud?" tanyanya dengan ragu, setelah melirik bangunan sederhana yang lebih mirip rumah tinggal daripada tempat makan.
Rumah makan itu hanya memiliki beberapa meja kayu panjang dan tanpa kursi. Pengunjung bisa langsung duduk lesehan. Tanpa adanya dekorasi mewah seperti kafe kekinian yang biasa Mutiara datangi.
"ya, Mut! inilah tempat favoritku. Aku sering banget makan di sini." jawab Reyesh dengan senyum sumringah.
"Hah?! Rumah ini?" tunjuk Mutiara.
"Iya, benar! Lha, kamu nggak lihat ada etalase yang isinya penuh dengan makanan. Juga banyak mahasiswa yang lagi asyik makan?"
"Iya, sih. Tapinya kan...." ucap Mutiara, yang langsung dipotong oleh keluhan Reyesh.
"Yah...!!! Kamu sih tadi kebanyakan ngobrol. Akhirnya, kita telat deh dateng ke tempat ini. Semua meja makan sudah terisi penuh sama pelanggan lagi!" gerutu Reyesh setelah melihat rumah makan sederhana itu sudah ramai, bahkan masih ada yang antre pesan makanan.
"Yeeeh... terus aja nyalahin aku! Kamu nya sendiri padahal yang suka ngajakin ribut! Jadinya banyak waktu terbuang deh di kampus tadi...." sanggah Mutiara, tidak ingin disalahkan.
Setelah ikut mengantri, seorang mahasiswa berkacamata dengan stelan kemeja yang ditutupi jaket, menghampiri ke arah Reyesh.
Mahasiswa itu mengetahui kalau yang baru datang adalah Reyesh, meskipun si jenius itu sedang memakai masker.
"Rey! Lagi penuh banget hari ini. Ane aja terpaksa beli nasi bungkus. Nih liat....." Mahasiswa itu memamerkan nasi bungkus dalam sebuah plastik yang dijinjingnya.
"Ente harus lebih sabar kalo mau makan di sini. Ane izin duluan, ya!" sambung mahasiswa tersebut setelah menyalami tangan Reyesh.
"Oke Zikri, ane bakalan nunggu sampe sepi, dan makan di sini." jawab Reyesh.
Setelah menunggu hampir lima belas menit, akhirnya sang pemilik rumah makan, menyapa Reyesh, lalu mempersilakan mereka pada meja makan yang sudah kosong dan dibersihkan.
"Silakan duduk, nona cantik....." ucap pemilik rumah makan itu dengan sedikit candaan dan senyum.
Mutiara tidak merasa sedang dirayu atau diberikan gombalan, karena ia paham mana gestur yang candaan atau serius merayunya.
Bersambung......