dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
031. Jebakan Jodoh
Belum ada sejam sejak berkenalan, Randu sudah sangat akrab dengan Bu Vio. Sepertinya Randu di ACC sebagai calon menantu. Sisilia masih belum mau membuka mata, Fandi, Diandra, Githa, dan Jerry sedang pulang untuk mandi dan beristirahat sejenak. Nanti sore mungkin hanya para gadis yang akan kembali ke rumah sakit untuk menemani Bu Vio, karena siang ini Randu akan kembali mengurus berkas laporan, sedangkan Jerry dan Fandi ada pekerjaan.
Jari Sisilia bergerak pelan, tidak ada yang menyadarinya. Adam sedang sibuk main game, sedangkan Bu Vio dan Randu masih asik berbincang. Mata Sisilia perlahan terbuka, silau lampu membuat matanya berkedip pelan menyesuaikan cahaya. Bau cairan antiseptik khas rumah sakit menyeruak kedalam indra penciumannya. Kepalanya perlahan menoleh ke sumber suara, Ibunya sedang berbincang bersama Randu.
"Ibu." Suara Sisilia terdengar pelan memanggil Ibunya, tenggorokannya kering.
Randu yang mendengar suara lirih menoreh kearah Sisilia, Lelaki itu segera bangun dari sofa dan berjalan pelan menuju ranjang Sisilia. Bu Vio yang kebingungan hanya bisa mengikuti arah langkah lebar Randu, dirinya belum mengetahui bahwa Sisilia baru saja siuman.
"Kenapa? Ada yang sakit?" Randu berbisik pelan, matanya menelisik seluruh luka pada wajah Sisilia, lalu kembali menatap sendu mata wanita pujaan hatinya.
"Haus." Adu Sisilia pada Randu, suaranya bahkan tidak lagi terdengar hanya gerakan bibir saja.
Randu dengan sigap mengambil botol air mineral yang tersedia diatas meja sofa. Bu Vio yang menyadari bahwa putrinya sudah siuman, berlari dari sofa, air matanya luruh melihat sang putri yang tersenyum manis padanya. Adam yang juga melihat sang ibu berlari, ikut berjalan dengan tergesa kearah Sisilia, bahkan ponselnya dilempar ke sembarang tempat diatas sofa.
"Kak." Adam mencebik, air matanya turun bersama dengan isakkannya yang mulai terdengar.
"Sini." Sisilia membuka sedikit tangannya agar Adam memeluknya.
Meskipun hanya diam dan mengamati, sejujurnya Adam juga sangat khawatir. Remaja laki-laki itu hanya mensugesti dirinya agar tampak kuat dan cool, namun melihat Sisilia yang membuka mata dan sedikit meringis kesakitan ketika bergerak membuat kesedihan di hatinya mungilnya bertambah besar seperti balon, dan kini meledak. Air mata Bu Vio yang menyaksikan kedua anaknya berpelukkan dengan erat, semakin turun deras sementara Randu hanya diam mematung di dekat meja sofa. Dirinya dapat merasakan betapa berharga Sisilia bagi keluarganya.
******
"Kami balik ke apart aku aja kalo cuma tidur." Diandra melirik pada laki-laki yang tengah duduk mengemudi di sampingnya.
"Kamu punya apart?" Fandi bertanya kaget, menoleh pada Diandra.
"Punya, bukan punya aku sih. Punya kakak dulunya, sekarang kan udah nikah. Jadi aku yang dulu disitu." Diandra berkata sembari membuka permen tangkai dan mulai mengemutnya agar tidak tidur di mobil, kasian Fandi tidak ada yang diajak mengobrol jika dirinya tidur.
"Terus, kenapa kamu ngekos?" Fandi kembali melempar pertanyaan.
"Apartnya di deket sini, sedangkan kerjaan aku kebanyakan di tengah kota sana." Jelas Diandra.
Fandi yang mendengar perkataan Diandra mengangguk paham. Jarinya mengetuk setir mobil mengikuti irama musik yang Diandra putar. Keduanya berada di mobil Diandra, mobil Fandi masih Randu pakai, tadi dirinya datang ke rumah sakit menggunakan ojek online karena tadi malam dirinya mengantar Randu mengurus beberapa berkas keperluan. Sesuai janji mereka tadi malam juga, Fandi dan Diandra akan pulang menggunakan mobil wanita itu, sementara Jerry dan Githa pulang menggunakan mobil Jerry.
"Emang enggak apa-apa aku tidur di apart kamu?" Fandi bertanya memastikan, takutnya Diandra hanya asal berbicara.
"Loh, emang nggak boleh?" Diandra bukannya menjawab, wanita itu malah balik mengajukan pertanyaan.
"Kamu pernah bawa cowo ke apart?!" Fandi menatap tajam Diandra disampingnya.
"Enggak!" Diandra menggeleng panik, "Nggak pernah lah, sembarangan kamu." Sembur Diandra.
Masih belum percaya akan yang wanita itu katakan, Fandi terus menatap Diandra. Diandra pun terus meyakinkan lelaki yang di sampingnya itu, bahkan keduanya hampir menabrak karena Fandi tidak mengalihkan pandangannya dari Diandra.
"Tuh kan, kamu mah!" Ucap Diandra panik, wajahnya terlihat sedikit pucat.
"Aman kok aman." Fandi menenangkan Diandra, "Masih jauh."
Tidak, Fandi berbohong. Nyatanya hampir saja jika Fandi tidak segera menginjak rem, untung saja di belakang sedang tidak ada orang. Pengemudi motor di depan mereka pun sedikit ugal-ugalan sehingga Fandi tidak bisa menduga mobilnya akan menabrak. Perjalanan kembali berlanjut, Diandra melarang Fandi untuk melirik kanan kiri agar terus berfokus ke jalan di depannya. Fandi juga kena sedikit Omelan dari wanita itu. Tak lama kemudian keduanya sampai di basemen apart milik kakak Diandra, keduanya turun setelah parkir.
Diandra mengeluarkan kartu akses dari dalam dompetnya, untung saja kartu akses ini selalu dirinya bawa di dalam dompet agar jika ada pekerjaan disekitar sini dirinya bisa pulang ke apart saja. Apartemen milik kakaknya berada di kawasan elit yang cukup aman, tanpa kartu akses lift tidak bisa di buka. Setelah pintu lift terbuka keduanya masuk kedalam, suasana sedang sepi karena sekarang adalah jam kerja. Kebanyakan penghuni di apart ini adalah pekerja kantoran.
Diandra menekan tombol delapan, lift perlahan bergerak naik. Karena sedang sepi, tak butuh waktu lama keduanya tiba di lantai delapan, keduanya berjalan melewati lorong hingga tiba di depan pintu yang bertuliskan 1080. Diandra memasukan sandi, lalu pintu terbuka. Suasana gelap menyambut pandangan Fandi, hanya cahaya lampu sensor temaram di depan pintu apartemen.
"Ayo masuk." Diandra membuka pintu lebar dan menyuruh Fandi masuk.
"Yakin?" Fandi bertanya memastikan.
"Iyaaaa." Diandra menjawab malas, "Ayo ah buruan, gerah ni. Mau mandi." Diandra mulai mengoceh.
Dengan ragu Fandi masuk kedalam, jantungnya sedikit dag dig dug. Setelah masuk dan menutup pintu, Fandi membuka sepatu dan memakai sendal rumah yang telah Diandra siapkan. Fandi tersenyum tersipu, rasanya seperti suami yang datang di sambut istri, apalagi Diandra berdiri sembari menunggunya melepas sepatu.
"Kenapa senyum-senyum?" Diandra bertanya heran.
"Enggak." Fandi menggeleng, namun tetap tersenyum tersipu membuat Diandra jadi merinding melihatnya.