NovelToon NovelToon
Dunia Larashati

Dunia Larashati

Status: sedang berlangsung
Genre:Mata Batin / Pihak Ketiga / Tumbal / Kutukan / Spiritual / Iblis
Popularitas:929
Nilai: 5
Nama Author: Adiwibowo Zhen

perjalanan wanita tangguh yang sejak dalam kandunganya sudah harus melawan takdirnya untuk bertahan hidup

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adiwibowo Zhen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hasil pemeriksaan sinse ko acun

Ruangan kecil itu dipenuhi oleh aroma herbal yang kompleks dan menenangkan,perpaduan antara akar-akaran kering, kayu cendana, dan dedaunan yang menyimpan kekuatan alam. Di sepanjang dinding, rak-rak kayu menjulang tinggi, dipenuhi dengan kotak-kotak kecil yang tersusun rapi, masing-masing dilabeli dengan nama dan khasiat herbal yang dikandungnya. Suasana yang menenangkan itu seolah menyelimuti mereka, namun tetap tidak mampu sepenuhnya meredakan debaran jantung Yati yang berpacu kencang.

Sinshe Ko Acun memulai konsultasi dengan tenang dan penuh wibawa, memecah keheningan yang menggantung di udara. "Siapa namamu, Nak?" tanyanya dengan nada lembut.

"Yati, Ko," jawabnya dengan suara lirih, namun terdengar jelas di telinga sang sinshe.

"Siapa nama ayahmu?" tanya Ko Acun lagi, melanjutkan proses identifikasi pasiennya.

"Bari," jawab Yati singkat.

"Di mana alamat rumahmu?"

"Desa Kedung Dadap Ayu, Ko," jawab Yati dengan lancar, berusaha untuk tetap tenang dan fokus.

Setiap pertanyaan yang diajukan oleh Ko Acun dijawab oleh Yati dengan lancar dan jelas, sementara sang sinshe mencatatnya dengan teliti di dalam buku besar yang berisi daftar nama pasiennya. Setelah selesai dengan proses pendataan, sang sinshe meminta Yati untuk berbaring di ranjang pemeriksaan yang telah disiapkan. Dengan gerakan yang terampil dan penuh pengalaman, ia memeriksa denyut nadi Yati dengan seksama. Matanya yang tajam terpejam sejenak, berkonsentrasi penuh untuk merasakan setiap detail yang tersembunyi di dalam denyutan itu. Alisnya berkerut dalam, menandakan bahwa ada sesuatu yang ia rasakan dari denyutan itu, sesuatu yang membuatnya berpikir keras.

Setelah melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Yati, ia menyuruh Yati untuk berbaring terlentang di atas ranjang. "Sekarang, bukalah bajumu dan perlihatkan payudaramu yang sakit," ujarnya dengan nada profesional, tanpa sedikit pun nada kecerobohan.

Tanpa ragu, Yati menuruti perintah sang sinshe. Ia membuka bajunya perlahan, memperlihatkan payudaranya yang telah dicengkeram oleh penyakit ganas itu. Ko Acun hanya memandang sekilas, diam dan penuh perhitungan, sebelum kemudian meminta Yati untuk menutupnya kembali.

Sang sinshe kembali duduk di kursinya, memejamkan mata, dan tenggelam dalam lautan pikiran yang dalam. Detik-detik berlalu terasa seperti jam bagi Manto dan Yati. Ruangan itu sunyi senyap, hanya diisi oleh aroma herbal yang kuat dan harapan yang menggantung di udara.

Akhirnya, setelah beberapa saat yang terasa sangat panjang, Ko Acun membuka matanya. Yati, dengan perasaan campur aduk antara cemas dan berharap, bersiap untuk mendengar vonis dari sang sinshe.

"Kondisimu berada dalam titik 50:50," ujar Ko Acun perlahan, memecah keheningan yang mencekam. "Ada delapan benjolan yang terdeteksi. Dalam kasus ini, aku juga harus mempertimbangkan nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi yang ada di dalam kandunganmu. Jamu-jamuan yang akan digunakan untuk menghancurkan sel kanker... berpotensi membahayakan janin. Ini adalah situasi yang cukup sulit."

Mendengar pernyataan itu, hati Manto dan Yati terasa seperti dihantam oleh batu besar. Namun, mereka tetap diam, tidak berani untuk menyela. Mereka hanya bisa berharap dan berdoa dalam hati, memohon agar ada jalan keluar yang terbaik untuk mereka.

Ko Acun kemudian membuka-buka buku catatan tuanya yang penuh dengan coretan dan catatan kuno, mencari solusi di antara resep-resep tradisional yang telah teruji oleh waktu. Setelah beberapa saat yang terasa sangat panjang, ia akhirnya berbicara lagi, memecah keheningan yang semakin menyesakkan.

"Baiklah, mari kita coba resep ini. Namun... perlu kamu ketahui bahwa ramuan ini akan terasa sangat pahit dan amis. Kamu harus memiliki tekad yang kuat untuk meminumnya secara rutin. Selain itu, setiap minggu sekali, kamu harus datang ke sini untuk melakukan контрол dan mengambil jamu yang baru," jelas Ko Acun dengan nada serius.

Manto dan Yati menghela nafas lega, meskipun hanya 50:50, dan meskipun mereka harus melalui perjuangan yang berat, setidaknya ada secercah harapan yang masih menyala di dalam hati mereka. Sebuah jembatan telah ditawarkan kepada mereka, dan mereka bertekad untuk menyeberanginya dengan segala keyakinan dan kekuatan yang tersisa.

Suara Ko Acun kembali memecah keheningan, kali ini dengan serangkaian pantangan dan larangan yang harus dipatuhi oleh Yati. "Dan ingat," ujarnya dengan nada menekankan, "kamu tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi durian, es, segala jenis makanan yang terbuat dari daging kambing, dan ikan yang berasal dari laut."

Yati mengangguk patuh, matanya menyiratkan tekad yang bulat. Setiap kata, setiap larangan, dicatatnya di dalam ingatan dengan saksama, seolah-olah itu adalah mantra penyelamat bagi nyawanya dan bayinya.

"Bukan hanya itu yang harus kamu perhatikan," lanjut Ko Acun, menatap Yati dengan pandangan yang dalam dan penuh hikmah. "Hal yang paling penting adalah kamu harus senantiasa menenangkan pikiranmu. Jangan biarkan kecemasan dan kesedihan menggerogotimu dari dalam. Pikiran yang negatif akan melemahkan sistem kekebalan tubuhmu, dan justru memberikan kekuatan kepada sel kanker untuk berkembang. Kamu harus selalu berusaha untuk tetap tenang dan bersemangat. Energi positif yang berasal dari dalam dirimu itulah yang akan menguatkan benteng pertahanan tubuhmu, dan membantumu melawan penyakit ini."

Nasihat itu diucapkan dengan keyakinan yang mendalam, seolah-olah ketenangan jiwa adalah ramuan yang tak kalah penting dari jamu-jamu yang akan diminum. Kata-kata itu bagaikan mantra yang menenangkan, meresap ke dalam hati Yati dan memberikan kekuatan baru untuk menghadapi cobaan yang berat ini.

Kemudian, Ko Acun meraih selembar kertas dan menuliskan beberapa jenis rempah dengan tulisan tangan yang rapi dan mudah dibaca. "Ini adalah ramuan untuk mandi pagi dan sore. Rebuslah ramuan ini dengan air secukupnya, lalu gunakanlah air rebusan ini untuk mandi. Ramuan ini akan membantu menguatkan organ dalammu dan meningkatkan daya tahan tubuhmu," jelasnya dengan sabar.

"Baik, Ko," jawab Manto dan Yati hampir bersamaan, suara mereka dipenuhi dengan komitmen dan tekad untuk mengikuti semua anjuran dari sang sinshe.

Sang Sinshe kemudian beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju rak-rak herbal yang menjulang tinggi di sepanjang dinding ruangan. Dengan gerakan yang terampil dan penuh konsentrasi, ia meracik berbagai jenis akar, daun, dan kulit kayu, menimbangnya dengan teliti sebelum membungkusnya menjadi beberapa paket yang rapi. Aroma tajam dan kompleks dari ramuan herbal itu memenuhi udara di sekitar mereka, menciptakan suasana yang unik dan menenangkan.

"Ini adalah jamu untuk persediaan selama satu minggu," ujarnya sambil menyerahkan bungkusan-bungkusan itu kepada Yati. "Saat merebusnya, tambahkan jahe, kunyit, dan beberapa bahan tambahan lainnya," lanjutnya sambil memberikan secarik kertas lagi yang berisi daftar bahan tambahan yang mudah ditemukan di pasar tradisional.

"Baik, Ko. Terima kasih banyak atas bantuannya," jawab Yati dengan tulus, menerima bungkusan jamu dan daftar bahan tambahan itu bagaikan menerima harta karun yang tak ternilai harganya.

Saat tiba saatnya untuk membayar biaya pengobatan, Manto bertanya dengan hati-hati, "Berapa biaya yang harus kami bayar, Ko?"

Ko Acun hanya tersenyum lembut, keriput di sudut matanya semakin jelas terlihat. "Seikhlasnya saja. Berikanlah apa yang mampu kalian berikan, dengan hati yang tulus."

Manto dan Yati saling berpandangan sejenak, berunding dengan suara berbisik tentang berapa banyak uang yang sanggup mereka berikan. Mereka kemudian memasukkan sejumlah uang ke dalam amplop putih yang mereka bawa dari rumah,jumlah yang mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan rumitnya proses pengobatan yang akan mereka jalani, tetapi itu adalah pemberian yang tulus dari hasil jerih payah mereka selama ini. Manto menyerahkan amplop itu dengan kedua tangan, disambut oleh Ko Acun dengan sikap hormat yang sama.

Dengan hati yang dipenuhi rasa syukur, harapan yang baru tumbuh, dan tekad yang semakin menguat, mereka pun berpamitan kepada Ko Acun. Vespa yang membawa mereka kini terasa lebih ringan dari sebelumnya, mengangkut bukan hanya dua tubuh yang penuh dengan harapan, tetapi juga secercah cahaya di ujung terowongan kegelapan yang telah lama mereka lalui.

Perjalanan pulang akan mereka lalui dengan keyakinan baru: bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi cobaan ini, dan bahwa ikhtiar mereka untuk mempertahankan hidup telah mendapatkan penuntun yang bijaksana.

Matahari mulai condong ke arah barat ketika Vespa yang ditumpangi Manto dan Yati akhirnya tiba di halaman rumah mereka yang sederhana. Perjalanan pulang terasa lebih singkat dan ringan, meskipun beban di pundak belum sepenuhnya hilang. Dengan hati-hati, Manto membantu Yati turun dari Vespa sebelum kemudian berbalik arah, bersiap untuk mengembalikan motor pinjaman itu ke rumah Mbah Sirod.

"Aku akan mengembalikan motor ini ke rumah Mbah Sirod terlebih dahulu, Ti," ucap Manto dengan nada lembut, memandang istrinya dengan penuh kasih sayang.

Yati mengangguk lemah, tubuhnya terasa lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, namun pikirannya dipenuhi oleh harapan baru yang membara.

Sesampainya di rumah Mbah Sirod, sang tetua terlihat sedang duduk santai di teras depan rumahnya, menikmati secangkir kopi di penghujung sore yang mulai temaram. Begitu melihat kedatangan Manto, ia langsung berdiri dan bergegas mendekat, menyambutnya dengan wajah penuh tanya.

"Bagaimana hasilnya, To? Apa kata Sinshe Ko Acun?" tanya Mbah Sirod dengan suara bergegas, tak sabar untuk mengetahui kabar terbaru tentang kondisi Yati.

Manto menghela napas pendek, mencoba mengatur emosinya sebelum menjawab pertanyaan Mbah Sirod. "Oh, begitulah, Mbah... hasilnya 50:50," jawabnya dengan nada yang berusaha ia buat setenang mungkin.

Mendengar jawaban itu, Mbah Sirod mengerutkan keningnya, tampak bingung dan tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Manto. "Maksudmu bagaimana, To? Kok bisa 50:50?" tanyanya dengan nada penasaran.

"Maksud saya, Mbah, kemungkinannya bisa berhasil, bisa juga gagal," jelas Manto, mencoba bersikap tenang dan memberikan penjelasan yang mudah dipahami. "Tapi setidaknya ada harapan, Mbah. Kata Sinshe Ko Acun, kalau Yati bisa tetap semangat dan menjaga imunitas tubuhnya agar tidak menurun, dia bisa melewati masa kritis ini dan berpotensi untuk sembuh. Tapi..." Manto menggantungkan kalimatnya, tak tega untuk melanjutkan

kata-katanya.

"Ohhh... begitu rupanya," gumam Mbah Sirod, kini mulai paham dengan apa yang dimaksud oleh Manto. "Berarti kamu harus selalu menyemangati Yati agar dia tidak kehilangan harapan, ya," ujarnya dengan nada prihatin.

"Iya, Mbah," jawab Manto sambil menyerahkan kunci motor Vespa kepada Mbah Sirod. "Maaf, Mbah, saya tidak bisa mampir dulu. Saya harus segera pergi ke pasar untuk membeli bumbu-bumbu jamu dan kendi tanah untuk merebus jamunya," jelasnya dengan nada menyesal.

"Oke, oke, tidak apa-apa, To," sahut Mbah Sirod cepat, mengangguk-angguk dengan penuh pengertian. "Semangat terus, ya, Nak. Ingatlah, setiap kesulitan pasti ada solusinya. Yang terpenting adalah jangan pernah menyerah," pesannya dengan nada bijak.

"Iya, Mbah," balas Manto sambil berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Mbah Sirod yang masih berdiri di teras rumahnya, memandanginya dengan tatapan penuh doa dan harapan.

Sesampainya di rumah, Manto segera menemui Yati yang sudah beristirahat sejenak di kamar mereka. "Ti, aku mau pergi ke pasar dulu, mau membeli kendi dan bumbu-bumbu jamu yang dibutuhkan," ucap Manto dengan nada lembut.

Yati, yang sudah bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap untuk pergi ke dapur, menoleh ke arah Manto. "Hati-hati di jalan, Mas. Aku akan memasak makan sore untuk kita," ujarnya dengan senyum tipis.

"Iya, Ti. Tapi jangan terlalu memaksakan diri, ya. Kalau sekiranya kamu merasa lelah, lebih baik kita membeli makanan saja di luar," bujuk Manto dengan nada khawatir.

"Tidak apa-apa, Mas. Hanya memasak sedikit saja, tidak akan membuatku terlalu lelah. Lagipula, kalau kita membeli makanan di luar, aku khawatir ada bahan-bahan yang tidak boleh kumakan tercampur ke dalam makanan itu," bantah Yati dengan nada halus namun tegas.

Manto tersentak mendengar perkataan Yati. "Oh iya, benar juga," ujarnya, menyadari bahwa kewaspadaan mereka harus berlipat ganda mulai saat ini. Dengan perasaan campur aduk antara khawatir dan haru melihat semangat istrinya yang begitu besar, Manto pun berangkat menuju pasar, meninggalkan Yati yang dengan perlahan mulai menyiapkan periuk dan kayu bakar di dapur sederhana mereka. Di dapur itu, bukan hanya makanan yang sedang disiapkan, tetapi juga tekad yang membara untuk terus bertahan dan melawan penyakit yang sedang menggerogoti tubuh Yati.

Di tengah kesibukannya menyiapkan makan malam, Yati menyempatkan diri untuk merenung sejenak. Ia teringat akan semua nasehat yang diberikan oleh Sinshe Ko Acun tadi siang. Kata-kata tentang pentingnya menjaga ketenangan pikiran dan semangat hidup terus terngiang di telinganya. Ia menyadari bahwa selain mengonsumsi jamu-jamuan herbal, ia juga harus berjuang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Ia tidak boleh menyerah pada kesedihan dan kecemasan yang bisa melemahkan sistem kekebalan tubuhnya. Ia harus tetap optimis dan percaya bahwa ia bisa sembuh dari penyakit ini.

Yati kemudian mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat Ashar dengan khusyuk. Ia memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memohon kekuatan dan kesabaran untuk menghadapi cobaan ini. Ia juga berdoa agar diberikan kesembuhan dan kesehatan, serta agar bayinya yang masih berada di dalam kandungan dapat tumbuh sehat dan kuat.

1
Aura Angle
wuih ad hot hotnya
Ninik Listiyani
/Sweat//Sweat//Sweat/
Ninik Listiyani
ad y orang kaya Suharti kejam
Ninik Listiyani
kisahnya kya beneran terjadi
Ninik Listiyani
lanjutkan menulisnya
Ninik Listiyani
penasaran untuk cerita selanjutnya
penguasa univers
tak menyangka ,tapi masuk akal 🤭
penguasa univers
💪
cakrawala
terimakasih suportnya/Pray/
penguasa univers
sedih kisahnya
Ninik Listiyani
makin seru sepertinya. akan jadi wanita tangguh👍
Ninik Listiyani
semangat nulisnya kk aku akan jadi pembaca setiamu please jangan berhenti di tengah jalan
Ninik Listiyani
sungguh tragis💪
Ninik Listiyani
berkaca kaca
Ninik Listiyani
kisah yg bagus sepertinya mengerikan penderitaanya
Ninik Listiyani
kasihan sekali 🤣
Ninik Listiyani
semangat aku suka 🤣kisahnya
Ninik Listiyani
membuat terharu kisahnya🤣
Ninik Listiyani
mengharukan🤣
IRINA SHINING STAR
saya juga mampir kak... pas aku baca ceritanya nggak tau kenapa pengen nangis.. 🙏 semangat terus ya kak
cakrawala: ea tentu pemula harus saling suport 💪👍
total 6 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!