Ivy Cecilia, seorang perawat yang bertugas di salah satu rumah sakit harus rela kehilangan sang suami dalam kecelakaan tunggal saat pulang dari rumah sakit. Pesan terakhir suaminya adalah jasadnya harus dikebumikan di tanah kelahirannya, Tondo, di negara Filipina. Demi rasa cintanya, Ivy pun menyanggupi. Dengan membawa dua anak mereka yang masih kecil, Ivy mengurus keberangkatannya membawa jenazah suaminya ke Filipina. Karena belum pernah bertemu sebelumnya, Ivi berniat tindak lama di sana. Selesai misa pemakaman Ivi akan kembali ke Indonesia.
Namun, yang menanti Ivy di sana bukanlah sesuatu yang mudah. Bukanlah pertemuan dengan keluarga mertua yang seperti biasa. Kegelapan, darah, amarah, dan jebakan paling menyiksa sepanjang hidupnya sudah menanti Ivy di Tondo, Filipina.
Apakah Ivy berhasil melalui itu semua dan kembali ke Indonesia?
ataukah Ivy terjebak di sana seumur hidupnya?
Ayo, temani Ivy berpetualang di negeri seberang, Filipina, melaksanakan pesan terakhir mendiang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ericka Kano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Ini tidak akan mudah bagi Ivy
Benar saja. Pemakaman itu dihadiri oleh banyak orang. Dalam ruangan orang-orang terlihat duduk dengan tenang mengikuti misa pemakaman. Sedangkan di luar berdesakkan orang-orang karena tidak kebagian tempat duduk. Pastor yang akan memimpin misa pemberkatan sudah memasuki ruangan. Seluruh ruangan pun hening.
"Mama, Aiden sakit pelut," bisik Aiden pada Ivy
"Ya ampun Aiden, misa pemakaman papa sudah mau dimulai. Ditahan dulu ya," balas Ivy sambil berbisik
"Tapi Aiden sudah mules, Mama," tangan Aiden berkeringat dingin. Ivy mengedarkan pandangannya ke orang-orang yang duduk berharap melihat wajah Maya supaya bisa membantu Aiden ke toilet. Tapi sepertinya yang duduk dalam ruangan adalah orang-orang khusus dan pejabat. Jadi tidak mungkin Maya ada di dalam situ.
Ivy duduk di samping Sofia.
"Sof, aku dan Aiden ke toilet dulu ya. Aiden sakit perut,"
"Silakan kak. Nanti dari ruangan itu kakak belok kiri saja dan lurus. Toiletnya pas d ujungnya,"
Ivy menggendong Aiden dan itu menarik perhatian Nyonya Christina yang sedari tadi mengobrol dengan salah satu koleganya.
Ivy berjalan sesuai petunjuk Sofia.
Aiden selesai dengan urusannya. Ivy membawanya ke wastafel untuk cuci tangan. Tiba-tiba Ivy merasakan ada sesuatu di belakang kepalanya.
"Diam dan jangan mengeluarkan suara atau kalian berdua mati," ujar suara itu. Ivy menyadari yang ditodong di kepalanya itu adalah pistol. Dia melirik sekilas ke arah Aiden. Aiden pun ditodong. Ivy menjadi panik.
"Ta..tapi apa apa salah kami," Ivy terbata
"Jangan banyak tanya. Kami hanya ingin mengambil dia," pria itu menunjuk ke arah Aiden.
"Kenapa? Kami tidak mengenal kalian. Kenapa harus mengambil anakku?,"
"Karena dia anak Rafael Vergara,"
Tiba-tiba dua orang pria masuk. Mereka siap membawa Aiden. Salah satunya langsung menggendong Aiden. Merasa tidak kenal, Aiden menangis dan merontah.
"Aiden gak mau pelgi. Lepas," rengek Aiden
Ivy yang melihat itu langsung memberi perlawanan. Dia menarik lengan pria yang menggendong Aiden. Namun mudah saja bagi pria itu untuk menepis tangan Ivy. Ivy tidak menyerah. Dia berusaha kembali menarik tangan orang itu. Melihat Ivy yang menarik tangan temannya sekuat tenaga, pria yang lain tidak tinggal diam. Dia menarik Ivy. Baku tarik pun tidak bisa dihindari. Akibatnya tas Ivy pun putus.
"Lepaskan anak saya," teriak Ivy sambil terus menarik tangan si pria. Di luar sana lagu rohani mulai diputar sebelum misa dimulai membuat suara Ivy tidak terdengar orang lain. Aiden menangis semakin keras. Ivy jatuh bangun mempertahankan Aiden.
"Bos, kami terhalang si wanita," pria yang tadi menodongkan pistol terdengar menelpon, lanjutnya, "Baik,"
Terdengar dia menarik pelatuk.
"Karena kamu menghalangi kami maka terpaksa kami harus membunuhmu," ujar si pria
"Aku mohon. Aku tidak kenal kalian. Kami bukan orang sini. Tolong lepaskan kami," Ivy mulai menangis dan menutup matanya.
Dorrr!! Ivy terkejut. Dia mungkin akan membuka mata dan melihat surga karena tembakan ini. Perlahan Ivy membuka matanya. Pria yang tadi hampir menembaknya telah jatuh bersimbah darah. Dan sudah ada beberapa orang yang menangkap dua orang lainnya. Dan Aiden sudah ada dalam pelukan Lukas sementara tangan Lukas yang kanan masih memegang pistol yang tadi digunakan untuk menembak. Kejadiannya begitu cepat.
Tangan Ivy bergetar. Keringat mengucur. Kejadian tadi benar-benar membuatnya syok.
"Murey," Lukas memberi kode kepada salah satu anak buahnya. Murey mendekati Ivy.
"Madame," sambil mengulurkan tangan untuk membantu Ivy berdiri. Murey membantu Ivy berdiri dan kembali ke tempat duduknya. Wajahnya pucat. Tangannya belum berhenti bergetar. Sofia segera memegang tangannya seolah mengerti apa yang baru saja dialami Ivy. Sementara Aiden tetap dalam pelukan Lukas. Sepanjang pemakaman Ivy tidak begitu fokus. Ingatannya masih pada peristiwa tadi.
Seluruh rangkaian pemakaman sudah selesai. Rafael dimakamkan di pemakaman keluarganya. Terlihat di papan keterangan di gerbang masuk bahwa itu adalah area pemakaman keluarga Vergara. Ivy sedari tadi memperhatikan sekeliling makam yang penuh dengan pria-pria berpakaian hitam-hitam dan di pinggang mereka terselip pistol.
Ini sangat aneh. Rafael hanya seorang wirausaha kenapa pemakamannya begitu mencekam. Dan kenapa keluarga ini selalu dijaga ketat. Siapa mereka ini?, Ivy membatin.
**
"Saya sudah sampaikan jangan jauh-jauh dari kami. Tapi apa yang kamu lakukan tadi justru membahayakan dirimu dan Aiden. Jika terjadi sesuatu pada kalian bagaimana kami harus mempertanggungjawabkan nya pada arwah Rafael," suara Nyonya Christina bergetar.
"Maafkan saya Ibu. Tadi Aiden sakit perut. Aku takut dia tidak bisa menahannya dan aku pikir hanya ke toilet saja tidak apa-apa," Ivy mencoba menjelaskan.
"Lain kali jangan ceroboh. Tetap minta pengawalan meskipun hanya ke toilet,"
"Baik Ibu. Aku minta maaf sudah ceroboh. Selama di sini aku akan tetap berhati-hati,"
"Itu harus. Kalau tidak, kamu sendiri akan melihat hal yang lebih fatal akan terjadi," suara Nyonya Christina terdengar memberi penekanan.
"Damon akan menjadi pengawal pribadi mu mulai saat ini," Lukas akhirnya mengeluarkan suara. Sedari tadi dia duduk di samping Nyonya Christina.
"Apakah itu tidak membuat Pak Damon repot?, Lukas tidak menjawab pertanyaannya tapi memberi tatapan tajam padanya, " Ehm, baiklah, satu Minggu ke depan Pak Damon akan menemani kami,"
"Satu Minggu?," Nyonya Christina menyela
"Iya, apakah tidak apa-apa kami berdua satu Minggu di sini, Ibu? Setelah itu kami akan kembali ke Indonesia. Tapi kalau itu terlalu lama, setidaknya beri kami tiga hari untuk tinggal di sini," Ivy mencoba tersenyum
"Satu Minggu? Kenapa satu Minggu?,"
"Maaf Ibu, jika itu merepotkan tiga hari saja kalau begitu?,"
"Tiga hari? Siapa yang bilang kalian tinggal di sini hanya satu Minggu atau tiga hari? Heh? Kalian akan kembali ke tempat yang tidak aman yang membuat anakku mati? Heh?," suara Nyonya Christina mulai meninggi.
"Tapi ibu...,"
"Kamu dan Aiden tidak boleh lagi kembali ke Indonesia. Apapun yang terjadi. Aku tidak mau kehilangan cucuku satu-satunya,"
"Tapi ibu...,"
"Kalau kamu ingin kembali, kamu saja. Tapi tidak dengan Aiden. Aku tidak akan pernah mengizinkan Aiden kembali ke Indonesia!," Nyonya Christina sangat kesal. Dia berdiri dari kursinya dan langsung meninggalkan ruangan tamu.
Ivy terdiam. Lalu dia menengok ke Lukas.
"Lukas, aku dan Aiden harus kembali. Kami punya kehidupan di Indonesia," Ivy memelas
Lukas balas menatapnya dengan tajam. Bukan menjawab tapi langsung berdiri dan meninggalkan Ivy. Ivy terdiam sendiri. Di titik ini, dia menyadari bahwa ke depannya ini tidak akan mudah. Dan lebih tidak akan mudah lagi karena di tempat ini hanya ada dia dan Aiden. Dia tidak tahu harus minta tolong ke siapa.
"Mama...," Aiden berlari ke arah Ivy.
"Ya Aiden," Ivy membuka tangannya.
"Lihat, ini. Aiden dapat pistoy" Aiden menunjukan sebuah pistol mainan.
"Siapa yang kasih Aiden?,"
"Paman Yukas, Ma,"
"Kak Ivy, ayo kita jalan-jalan ke kebun belakang," Sofia datang menghampiri Ivy.
"Ayo Sof, kebetulan aku juga butuh menghirup udara segar," lanjutnya,"Aiden mau ikut mama dengan Tante Sofia?,"
"Gak.. Aiden mau main dengan paman Yukas aja," Aiden berlari meninggalkan Ivy.