Menikahi Adik Sang Mafia
Ivy mondar mandir di depan ruangan operasi sambil menunggu lampu indikator di atas pintu operasi mati menandakan operasi telah selesai. Sesekali dia menggigit jarinya untuk mengusir rasa kekhawatiran yang hampir tak terbendung. Dia tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana dan konsekuensi apa yang harus dihadapi suaminya karena dia sendiri sudah hampir tiga tahun menjadi seorang perawat di rumah sakit ini. Tapi kali ini berbeda. Di dalam sana bukan pasien biasa. Di dalam sana adalah separuh hidupnya, ayah dari putra semata wayangnya, Aiden Vergara.
Tidak boleh menangis. Ya, tidak boleh menangis, batinnya.
Dia berusaha melupakan ketegangannya dengan mengingat kembali masa indah yang sudah dilalui bersama suaminya, Rafael Vergara.
Lima tahun berumah tangga bukanlah hal mudah. Apalagi pernikahan mereka adalah pernikahan lintas negara. Rafael berkewarganegaraan Filipina, sedangkan Ivy asli Indonesia. Belum lagi, Rafael belum memenuhi janjinya untuk membawa Ivy bertemu keluarganya. Pekerjaan Rafael membuat dia belum memiliki waktu untuk membawa keluarga kecilnya ke Negera asalnya.
Rafael pria yang sehat. Tubuhnya tinggi kekar dan dia selalu menyempatkan waktu untuk berolahraga selesai bekerja. Dia juga sangat menjaga makanannya. Namun apa daya, bukan penyakit yang membuat dia menjadi pesakitan di meja oprasi, melainkan kecelakaan tunggal di jalan tol tadi pagi ketika dia akan kembali ke ibu kota. Mobilnya mengalami kerusakan hampir 90%. Benar-benar ringksek hampir tak berbentuk. Polisi menduga Rafael sempat ketiduran sekitar tiga detik dan mobilnya keluar jalur tol dan menabrak pembatas tol. akibatnya besi pembatas tol masuk melalui kaca depan dan menancap di dada Rafael. Organ dalamnya rusak parah. Dokter sudah hampir angkat tangan, tetapi Rafael yang dibawa dalam keadaan tak sadarkan diri, tiba-tiba bisa membuka matanya dan berbicara meskipun tidak jelas. Ini membuat para dokter segera melakukan operasi kepada Rafael meskipun kemungkinan untuk hidup lebih lama sangat kecil.
Ivy teringat bagaimana nantinya nasib Aiden kalau terjadi sesuatu pada Rafael. Selama ini Rafael telah bekerja dengan begitu kerasnya supaya dia dan Aiden bisa hidup layak dan nyaman. Rafael hampir tidak punya waktu di rumah. Sebagai distributor salah satu merek rokok di kota itu, tak jarang Rafael harus turun tangan untuk masalah pendistribusian. Termasuk saat kecelakaan itu, Rafael baru saja pulang dari survey di kota sebelah untuk mengatur pendistribusian. Penghasilannya cukup besar. Mereka hidup di real estate dan memiliki beberapa kendaraan.
Kesetiaan? Rafael tergolong pria yang setia. Sejak pertama bertemu Ivy enam tahun lalu, Rafael tidak pernah sedikit pun ada cela mengkhianati Ivy. Dia bahkan selalu rutin mengirimkan pesan teks kepada Ivy jika sedang berjauhan. Dia sebenarnya melarang Ivy bekerja, tapi Ivy kekeh ingin tetap bekerja sebagai perawat. Baginya, menjadi perawat bukan sekadar pekerjaan tapi panggilan. Dan Rafael sendiri yang membantu Ivy diterima di rumah sakit ini karena Rafael kenal salah satu donaturnya yang juga berasal dari Filipina. Sekilas, Rafael adalah suami idaman bagi Ivy. Itulah mengapa Ivy tidak mempersoalkan ketidakhadiran keluarga Rafael di hari pernikahan mereka. Rafael hanya menggunakan wali nikah, itupun dari anggota keluarga Ivy sendiri. Rafael yang Ivy kenal adalah lelaki mandiri yang tidak bergantung pada keluarga makanya Ivy tidak banyak tanya tentang keluarga Rafael.
Ting. Lampu merah padam.
Ivy segera menghapus setetes air mata yang tidak sadar sudah jatuh dari pelupuk matanya ketika dia sedang mengenang sosok Rafael.
Ivy sudah tidak sabar menunggu dokter keluar. Napasnya memburu dan jantungnya berdegup kencang.
"Bagaimana hasilnya, dok?," serbu Ivy begitu dokter keluar
Dokter laki-laki itu menghela napas panjang,
"Rafael sudah dibawa ke ruang PACU. Kamu boleh ke sana Iv sekarang,"
"Artinya dia baik-baik saja kan, dok?,"
"Kita belum bisa simpulkan sekarang, Iv. Kita harus tunggu sampai efek obat biusnya hilang dan Rafael sadar. Jika dia tidak sadar, pilihannya hanya dua, vegetatif atau mati," dokter berbicara dengan perlahan agar Ivy tidak begitu syok.
Ivy menutup mulutnya dengan tangan. berusaha tetap kuat. Dokter menepuk pundaknya dan berlalu. Tanpa menunggu, Ivy segera berlari ke ruang PACU. sebagai perawat di rumah sakit itu dia punya akses untuk masuk ke berbagai ruangan di rumah sakit itu.
Dan Rafael baru menunjukan tanda kesadaran setelah 24 jam pasca operasi. Dan selama itu juga, Ivy tidak beranjak dari samping tempat tidurnya. Tidak makan, tidak tidur, dan tidak pulang ke rumah. Aiden punya seorang suster yang menjaganya, seorang wanita paruh baya yang sangat telaten menjaga Aiden, Ivy tidak khawatir meskipun tidak pulang rumah.
Rafael menggerakan jarinya. Ivy yang selalu terjaga melihat gerakan itu.
"Sayang..," Ivy memegang jari Rafael. Rafael ingin membuka matanya tapi efek obat membuatnya belum bisa membuka mata secara sempurna.
"Sayang.. Ini aku. Bangun ya, kita kembali ke rumah. Aiden menunggu kita," Ivy berbicara dengan cukup dekat ke wajah Rafael. Rafael kembali menggerakan jarinya yang ada dalam genggaman Ivy.
"Kamu mau bilang apa?," Ivy menebak suaminya ingin mengatakan sesuatu. Mulutnya bergumam. Selang yang dimasukan ke dalam mulutnya menghalangi Rafael untuk berbicara. Dia terdengar seperti menggumam. Ivy mendekatkan wajahnya ke arah mulut Rafael supaya mendengarkan apa yang dia katakan.
"Sayang, aku tidak dengar. Ayo sadarlah dan kita berdua berbicara sepuasnya," suara Ivy bergetar. Rafael masih menggumam. Kini daun telinga Ivy hanya berjarak satu sentimeter dari bibir Rafael. Berusaha sekuatnya untuk mengerti perkataan Rafael.
"To..n..do..," Ivy menangkap satu kata dari Rafael.
"Tondo? Kamu ingin pulang kampung ke Tondo?," Ivy tahu Tondo adalah tempat lahir Rafael. Salah satu distrik di Manila, Filipina.
"Sayang, kamu ingin pulang kampung ke Tondo?," Ivy bertanya lagi. Rafael mengetuk-ngetuk jarinya kembali.
"Oke baiklah. Kamu ingin pulang ke Tondo. Kita akan pulang. Aku, Aiden akan ikut ke Tondo. Kita akan menemui keluargamu di sana. Kalau perlu, kita akan buat resepsi besar-besaran di sana. Biar semua orang tahu kita sudah menikah. Tapi kamu harus sadar dulu," suara Ivy bergetar.
Namun, apa yang Ivy katakan itu pada akhirnya tidak terwujud. Selang beberapa jam selesai mengucapkan kata Tondo pada Ivy, Rafael dinyatakan meninggal. Organ dalamnya tidak terselamatkan lagi.
Ivy sangat terpukul. Sungguh, tidak pernah terpikirkan olehnya menjadi janda di usia 27 tahun.
"Ivy.. Sayang..kamu baik-baik saja?," Bella sahabat Ivy berlari dan memeluk Ivy yang sedang berdiri sambil menangis di samping jasad suaminya yang akan dibawa ke ruang formalin.
"Bella...," Ivy menangis dalam pelukan Bella
Untuk sesaat keduanya menangis sambil berangkulan.
"Bagaimana pemakamannya, Iv? Apa kamu sudah memberitahu keluarganya?," tanya Bella begitu pelukan Ivy berakhir
"Aku gak kenal satu pun keluarganya, Bel,"
"Lalu?,"
"Di detik-detik terakhir dia menyebutkan kata Tondo. Itu tempat lahirnya. Keluarganya di sana. Aku harus membawa dia ke Tondo," ujar Ivy
"Ke Tondo? Filipina?," Bella terkejut dengan keinginan Ivy. Ivy mengangguk, "Tapi bukankah itu sulit Iv untuk pengurusan dokumen dan lain-lain?," lanjut Bella.
"Koleganya yang memasukanku bekerja di rumah sakit ini akan mengurus semuanya. Keluarganya di sana juga sudah diberitahu dan sementara bersiap untuk menyambut kedatangan kami,"
"Kapan kalian berangkat ke sana?,"
"Sebentar sore Iv. Semuanya sudah diurus. Tiketnya sudah ada,"
"Aiden?,"
"Harus aku bawa Bel. Aiden harus tahu keluarga ayahnya. Di sana ada nenek, paman dan bibinya, adik dari Rafael. Aiden harus bertemu mereka,"
"Aku ingin menemanimu ke sana Iv, tapi kamu tahu kan Ruben belum bisa ditinggal. Dia masih menyusui,"
"Tidak apa-apa, Bel. Aku mau sekalian titip rumah. Aku mungkin hanya sekitar semingguan di sana. Tidak akan lama. Aku harus kerja lagi. Lagian aku juga tidak dekat dengan mereka. Tidak mungkin aku betah di sana,"
"Aku akan sering-sering melihat rumah selama kamu disana,"
"Nanti kamu ambil kuncinya sama bibi Rahmi ya," Bella mengangguk, "Dan tolong stand by hp mu ya Bell. Aku tidak tahu keadaan di sana. Manatau aku butuh bantuan. Aku segera menelpon mu kalau sudah ganti SIM card di sana,"
Mereka pun berpelukan lagi dan pelukan itu terasa menyayat hati bagi keduanya. Seakan ada suatu perasaan akan sesuatu hal yang besar yang akan terjadi.
----------------------------------------------------------------------
Dear readers,
Nah, Ivy berangkat nih ke Tondo, Filipina. Tetap stay tune untuk bab-bab selanjutnya supaya kita tahu bahwa perjalanan ini akan teramat sangat tidak mudah untuk Ivy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments